Mohon tunggu...
Indra Darmawan
Indra Darmawan Mohon Tunggu... Administrasi - Reguler Citizen

Ciptaan Tuhan | Greedy for Knowledge | Peaceful Life Seeker | Author of My Life's Story

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Keterlambatan dan Kegagapan Pemerintah Hadapi Covid-19

16 Maret 2020   00:42 Diperbarui: 16 Maret 2020   01:51 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada pemda yang menimbun masker sebagai bentuk antisipasi. Pemprov DKI dan Jabar sudah mendahului membuat protokol pendahuluan dalam menangani Covid-19. Lalu, pemerintah pusat sibuk membuat aturan baru lagi untuk membuat gugus satuan tugas. 

Sementara ada pemda-pemda yang lain yang masih santai, belum melakukan tindakan apa-apa. Dikarenakan masih minimnya informasi dan instruksi dari pusat. Serta minimnya kemampuan untuk mengatasi. Salah satu yang tercermin yaitu ada petugas kesehatan yang menggunakan jas hujan sebagai pengganti baju pelindung diri yang terstandardisasi. 

Sementara di bawah sudah tak terkendali. Harga-harga beberapa barang seperti hand sanitizer, masker, jahe, dan sarung tangan sudah meroket dan cenderung langka.  Komoditas yang mengandalkan impor dari Tiongkok sudah mulai hilang dari pasaran. Gula sudah jarang. Tidak menutup kemungkinan sembako kedepan akan sulit jika tidak ada tindakan pemerintah yang betul-betul konkret dan tepat sasaran. 

Apakah kebijakan penghapusan PPh berefek? Kalau ingin dibahas, silakan komentar di bawah.  

D. PRESIDEN HANYA MENGIMBAU
Per hari ini 15 Maret 2020, Mas Jokowi sudah mengimbau agar masyarakan bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah. Emang gak telat menghimbau sekarang? Dari kemarin kemana aja? Sibuk mikirin kebijakan tidak mempublikasi pasien Covid-19 ya, karena takut pasien depresi dan sesuai UU.

Inilah lembeknya pemerintah pusat. Tidak ada kejelasan dan ketegasan. Contohlah Pemda DKI yang sudah jelas-jelas dimulai dari dengan clamp down atau melakukan penutupan pada tempat-tempat vital. Sekuens daripada langkah ini perlu dicontoh oleh para pemimpin-pemimpin daerah lain. 

Karena jika hanya meliburkan sekolah dan pegawai, tanpa menutup tempat-tempat pariwisara atau perbelanjaan, akan membuat siswa/i dan para pekerja justru mendatangi tempat-tempat wisata. 

Anies kali ini melakukan kebijakan yang alurnya sudah benar. Yaitu menyetop izin-izin yang berpotensi menimbulkan keramaian. Lalu menutup tempat-tempat publik, dilanjutkan dengan meliburkan sekolah-sekolah. Alur kebijakan Anies sebetulnya bukan hal baru karena sudah diinstruksikan oleh WHO dalam penanganan pandemi dan sudah pula dipraktikkan oleh negara-negara lain. 

Inilah perbedaan kualitas pemda dan pemerintah pusat. Sekelas pemda saja sudah membuat kebijakan yang sifatnya permanen, yaitu instruksi untuk meliburkan sekolah. Instruksi untuk para PNS untuk bekerja di rumah. Menutup gelaran acara besar dan tempat-tempat publik yang memicu keramaian. 

Sedangkan Mas Jokowi hanya membuat kebijakan (yang tidak bijak) hanya dengan MENGIMBAU. Come on, you are the president! Use your power to tackle Covid-19. 

Mas Jokowi tidak menginstruksikan sekolah-sekolah untuk libur. Yang artinya meliburkan sekolah karena sifatnya imbauan menjadi sifatnya sunnah boleh dilakukan, boleh juga untuk tidak diindahkan. Juga tidak menutup kawasan-kawan pariwisata, atau minimal kawasan-kawasan yang menjadi titik berkumpulnya banyak orang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun