Mohon tunggu...
Indra Darmawan
Indra Darmawan Mohon Tunggu... Administrasi - Reguler Citizen

Ciptaan Tuhan | Greedy for Knowledge | Peaceful Life Seeker | Author of My Life's Story

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Premanisme di Pengadilan

31 Oktober 2015   11:28 Diperbarui: 31 Oktober 2015   12:48 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah seorang calo menerangkan kalau penulis dipanggil memasuki sidang maka jumlah dendanya adalah Rp. 75.000,00. Jadi uang sepuluh ribu penulis duga untuk jasa calo yang tidak penulis harapkan. Penulis pun tidak tahu rincian besaran biaya denda itu untuk apa saja, berapa untuk biaya sidang, lalu besaran denda berdasarkan pasal tertentu.  

Kesan

Beberapa hari lalu, penulis berbalas komentar di media sosial kepada dua orang turis asal Amerika Serikat berkebangsaan (kemungkinan) Turki. Mereka mengeluhkan sewaktu berkunjung ke Indonesia kalau banyak makanan di sini yang mendapat cap halal namun sebenarnya tercampur bahan-bahan yang tidak diperbolehkan dalam syariat Islam. Mereka menyebut telah menemui restoran yang, misalnya, mencampur bakso dengan daging tikus atau pun daging-daging lain seperti babi pada makanan yang berbahan daging. Penulis berujar pada mereka jika menemui lagi hal-hal seperti itu laporkan saja pada polisi karena hal tersebut sudah masuk pada ranah pidana.

Demikian penulis berani berujar seperti itu dengan keyakinan bahwa proses hukum di negeri ini sudah berjalan dengan baik seiring dengan era keterbukaan yang memunculkan peran publik untuk menuntut penyelenggaraan hukum menjadi transparan dan akuntabel. Ekspos media juga turut berperan serta dalam mewujudkan iklim hukum yang baik di republik ini. Namun melihat dan mengalami sendiri kekacau-balauan penyelenggaraan hukum, sesungguhnya penulis malu ber-Indonesia dengan keadaan lembaga hukum yang demikian acak-acakan.

Penulis malu menyebut dengan bangga bahwa republik ini adalah ‘rechtsstaat’ (negara hukum).  Penulis malu dengan pemerintahnya yang tidak cakap mengurus semua ini. Penulis malu kepada para pemangku kepentingan yang melakukan pembiaran terhadap ketidakbecusan pelaksanaan hukum.     

Pilkada sebentar lagi datang, akankah mampu menjamin proses hukum bisa menjadi lebih baik? Ataukah Pilkada menjadi tidak jauh berbeda dengan kontestasi badut belaka. Entahlah.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun