Mohon tunggu...
Indra Darmawan
Indra Darmawan Mohon Tunggu... Administrasi - Reguler Citizen

Ciptaan Tuhan | Greedy for Knowledge | Peaceful Life Seeker | Author of My Life's Story

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Premanisme di Pengadilan

31 Oktober 2015   11:28 Diperbarui: 31 Oktober 2015   12:48 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rilis survei Populi Center yang baru-baru ini dikeluarkan menempatkan Pengadilan pada posisi keenam setelah Kepolisian RI dan DPR sebagai lembaga yang paling dapat dipercaya. Artinya, dengan bahasa yang sedikit ekstrem, Pengadilan bisa dikatakan sebagai lembaga paling korup di antara Kepolisian RI dan DPR (berdasarkan survei lembaga tersebut).

Rilis survei tersebut kiranya dapat diakui validitasnya ketika kemarin penulis menghadiri sidang tilang di Pengadilan Negeri Depok. Kebetulan penulis ditilang di wilayah hukum Kota Depok sehingga proses persidangan harus dijalani di PN Kota Depok. Awalnya, penulis berprasangka baik bahwa proses hukum di republik ini sudah berjalan dengan baik sehingga penulis ingin mencoba mendatangi langsung proses sidang.

Ini bukan pertama kali penulis ditilang, namun ini pertama kali penulis mendatangi sidang sendirian, tidak diwakilkan. Namun, prasangka baik penulis tercederai oleh tata kelola pengadilan yang buruk. Amat buruk. Sungguh penulis tidak sudi uang rakyat dirampok dengan mengatasnamakan penegakan hukum.

Setelah menjalani proses sidang yang melelahkan dan menjengkelkan, penulis mencoba berselancar internet mencari ulasan insan-insan dunia maya yang mungkin saja senasib: rasa keadilannya telah diperkosa. Ternyata banyak. Anda bisa membacanya di sini (1), di sini (2), di sini (3), dan banyak lagi. Uraian kali ini substansinya tidak akan jauh berbeda dari cerita nahas korban kebengisan para pengelola hukum yang dibayar negara, jadi penulis sarankan Anda untuk berhenti membaca ulasan ini dan carilah artikel Kompasiana lain yang lebih meng-optimis-kan masa depan republik ini (selain dari sisi hukum).

Pengadilan; Lautan Calo

Penulis amat heran mengapa tata kelola lembaga pemerintah seakan-akan harus buruk. Kalau tidak buruk, Anda kemungkinan salah gedung, bisa jadi Anda sedang berada di sebuah bank swasta. Terkait calo, kita (setidaknya penulis sendiri) semua pasti akan teringat dengan Kereta Api. Dulu, stasiun kereta api adalah samudra calo. Namun sekarang dengan manajemen pembelian tiket yang baik, calo sudah tak ada lagi: sebuah legacy dari Jonan yang dulu sempat memimpin perusahaan berplat merah itu. Tak bisakah Pengadilan meniru itu? Membuat proses sidang menjadi lebih baik; tak ada calo berkeliaran? Tak malukah para hakim itu tidak cakap mengatur Pengadilan?

Berdasarkan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), calo adalah orang yang menjadi perantara dan memberikan jasanya untuk menguruskan sesuatu berdasarkan upah; perantara; makelar. Tapi tahukah Anda bahwa (beberapa) calo di Pengadilan tidak hanya sekadar berkapasitas sebagai perantara/makelar, namun mereka juga menjalankan peran seperti pegawai Pengadilan. Kadang calo tidak hanya mewakilkan sidang, namun juga ada calo yang menawarkan premium service, yang dapat langsung mengambil berkas perkara dan menyerahkan barang bukti baik berupa SIM atau STNK langsung kepada yang berperkara tanpa harus mengikuti proses sidang. Tentu calo ini tarifnya agak lebih mahal daripada yang hanya mewakilkan sidang. Namun demikian, keadaan ini membuktikan bahwa tata kelola di Pengadilan sangat karut marut.

[caption caption="Orang-orang terlihat duduk sembarangan karena tidak disediakan tempat yang layak dan memadai/cukup untuk menampung"][/caption]

Penulis datang sekitar jam 9 pagi di Pengadilan Negeri Depok. Terlihat sudah banyak orang. Sempat kebingungan penulis harus melakukan apa di situ; mengambil nomor antrean; menyerahkan surat tilang; atau apa? Tidak ada petugas yang mengarahkan, pun tak ada papan alur proses sidang. Terlihat semrawut seperti pasar tradisional. Memalukan lembaga negara tampak seperti ini.

Mengamati sebentar, penulis melihat beberapa orang keluar masuk membawa slip tilang ke sebuah ruangan. Penulis kira di ruangan itu penulis harus mendaftarkan diri. Setelah masuk ke ruangan tersebut, terdapat petugas yang menanyai kenapa penulis masuk ruangan ini. Penulis pun mengutarakan maksud penulis untuk menghadiri sidang tilang. Petugas tersebut menunjukkan bahwa penulis harus ke bagian belakang untuk menaruh slip tilang. Penulis duga keras orang yang keluar masuk di ruangan tersebut adalah calo, melihat dari penampilan mereka yang tak tampak seperti petugas/pegawai Pengadilan.

[caption caption="Tempat papan nomor perkara tilang"]

[/caption]  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun