dokpri
dokpriDi setiap daerah tentunya mempunyai kearifan lokalnya masing_masing di dalam dunia pertanian, salah satunya adalah Suku Dayak tomun. Suku Dayak tomun tepatnya berada Di Kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah, yang dimana suku ini mempunyai kearifan lokalnya yaitu berladang yang dilakukan secara berpindah-pindah.
Berladang tak hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan, juga melestarikan ikatan spiritual ritual petani dengan tanah dan leluhurnya. Saat berladang, ‘jiwa-jiwa’ padi ditimang, dihormati, dan didoakan kepada Sang Pencipta agar tumbuh subur dan menghasilkan. masyarakat dayak beranggapan bahwa padi memiliki jiwa yang wajib dihormati.
Berladang merupakan tradisi yang sudah dilakukan secara turun temurun oleh nenek moyang leluhur Suku Dayak yang masih dilakukan hingga sekarang, namun untuk sekarang kalau masyarakat ingin berladang harus izin dulu dengan pemerintah sekitar supaya dapat dipantau.
Berladang dengan system pembukaan lahannya dilakukan dengan cara menebas dan menebang pohon-pohon, alat yang di gunakan untuk menebang pohon yang berukuran besar dulunya peladang menggunakan beliuk( berbentuk seperti kapak),namun seiring berkembangnya jaman,sekarang sudah menggunakan mesin pemotong kayu (senso) tahap ini biasanya dilakukan secara bergotong royong dengan keluarga serta masyarakat sekitar.
luasan lahan peladang biasanya rata-rata 1 Ha, Jika kegiatan menebas dan menebang pohon sudah dilakukan,maka pohon-pohon yang sudah di tebang tersebut harus di biarkan beberapa hari hingga kering,. sembari sambil menunggu kayu-kayu itu kering peladang melakukan pembersihan di sekeliling lahan seperti dedaunan dan kayu yang sudah lapuk yang bertujuan agar disaat membakar lahan apinya tidak keluar di areal lahan.
Jika semuanya sudah siap, selanjutnya adalah membakar ladang tersebut, namun kegiatan membakar ini tidak lepas dari bantuan keluarga atau masyarakat sekitar biasanya 4-7 orang dan di lengkapi penyemprotan manual yang sudah disiapkan airnya untuk menjaga api agar tidak keluar dari areal lahan.
Setelah di bakar dan dipastikan sudah tidak ada api yang menyala lagi maka baru bisa meninggalkan lahan dan di biarkan sekitar 1-2 hari kemudian jika dilahan tersebut masih terdapat banyak kayu-kayu yang belum termakan api maka kegiatan selanjutnya yaitu membersihkan lahan tersebut dengan cara memotong kayu tersebut menggunakan parang atau mesin pemotong kayu, kemudian di kumpulkan menjadi beberapa tumpukan lalu di bakar lagi.
Setelah itu di biarkan 2-3 hari agar tanah di areal lahan dingin, kemudian langkah yang terahir yaitu menanam padi, langkah ini dilakukan secara bergotong royong juga dengan masyarakat suku Dayak Tomun, menanam padi dengan system tugal menggunkan alat berupa kayu yang ujung bagian bawah di buat meruncing agar mempermudah membuat lubang tugal untuk benih padi yang akan di masukan.
Sebelum melakukan penanaman padi, orang yang mempunyai ladang tersebut biasanya memotong/menyembelih hewan ternak mereka seperti ayam atau babi untuk makan bersama dan sedikit akan di persembahkan kepada leluhur agar ladangnya di jaga dari gangguan binatang-binatang dan lain sebagainya. sebelum menanam padi juga akan dilakukan ritual adat suku Dayak Tomun yang di selenggarakan di tengah-tengah ladang tersebut dengan baigal (menari) yang diiringi music tradisional suku Dayak yaitu (Kalinang, gerantuk/gong dan tipa). Jika ritual sudah dilakukan maka baru bisa menanam padi dengan menggunkan tugal, disini bapak-bapak mendapat bagian menugal kemudian yang ibu-ibu mendapat bagian memasukan benih padi tersebut ke dalam lubang tugal. Benih yang di gunakan bermacam-macam varietas local seperti padi tampui atau padi borant.
Ketika kegiatan menanam tersebut sudah selesai orang yang mempunyai ladang hanya tinggal menunggu padi tersebut tumbuh,seiring padinya tumbuh otomatis rerumputan atau gulma akan ikut tumbuh, maka yang akan dilakukan peladang yaitu mencabut gulma tersebut agar padinya tidak mati karena terjadi kompetisi. Sekitar 4-5 bulan setelah nugal/menanam, maka padi sudah bisa di panen yang dimana kegiatan panen tersebut tidak lepas dari bantuan keluarga dan masyarakat.
Setelah panen masyarakat Dayak Tomun kemudian menyimpan padi di sebuah bangunan kecil seperti rumah yang disebut “Jurungk/kerangkik”. Jurungk/kerangkik bukan saja sebuah tempat penyimpanan padi tetapi juga sebuah gaya hidup. Padi yang di simpan di jurungk menjadi modal untuk setidaknya satu tahun ke berikutnya. Menurut cerita jaman dulu banyak juga orang-orang Dayak Tomun yang memiliki 5 sampai 6 jurungk per orang dan itu menjadi semacam ukuran status sosial bahwa mereka adalah orang yang dipandang dengan status sosial yang lebih tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H