Fakta itu diperkuat dengan adanya temuan artefak Cobek dan Ulekan --alat tumbuk untuk membuat jamu. Artefak itu bisa dilihat di situs arkeologi Liyangan yang berlokasi di lereng Gunung Sindoro, Jawa Tengah.
Selain itu juga ditemukan alat-alat membuat jamu yang banyak ditemukan di Yogyakarta dan Surakarta, tepatnya di Candi Borobudur pada relief Karmawipangga, Candi Prambanan, Candi Brambang, dan beberapa lokasi lainnya.
Dengan catatan sejarah ini, harusnya jamu menjadi minuman populer layaknya yerba mate di Argentina. Menariknya, di era penjajahan Jepang seperti dinukil dari indonesia.go.id, jamu coba dipopulerkan dengan dibentuknya Komite Jamu Indonesia.
Tahun 1974 hingga 1990 banyak berdiri perusahaan jamu dan semakin berkembang. Namun yang membedakan dengan yerba mate adalah minuman khas Amerika Selatan ini memiliki wadah seperti Institut Nasional Yerba Mate di Argentina.
Organisasi ini tak hanya melulu membicarakan atau gambarkan yerba mate dari kacamata sejarah namun juga bagaimana minuman ini beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Tengok saja laman resmi organisasi ini, sangat kekinian dan memiliki informasi lengkap soal yerba mate. Pada laman inym.org, muncul banyak informasi bagaimana organisasi ini terus mempopulerkan yerba mate ke generasi muda.
Bahkan organisasi ini memiliki akun media sosial mulai dari Instagram hingga Youtube dengan mengemas konten mereka sesuai dengan trend anak muda hingga membuat yerba mate seperti jamu kekinian yang diminati berbagai kalangan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI