Budaya penggemar sepak bola acapkali dikritik dalam banyak kasus. Rasisme, sektarianisme, seksime, hingga pelecehan menjadi gambar kecil yang terjadi hampir di seluruh dunia. Di Italia, di mana teras sebuah klub sepak bola menjadi rumah bagi banyak kelompok fasis yang menyuarakan anti semit dan ujaran rasial lainnya.
Banyak kasus rasialisme yang muncul dari sepak bola Italia. Pemain berkulit hitam selalu menjadi sasaran empuk dari kelompok fasis yang menjamur di Italia. Namun, budaya fan sepak bola tak melulu selalu berkaitan dengan hal negatif. Budaya sepak bola juga dapat menumbuhkan solidaritas, persabatan, dan kebersamaan.
Ini juga yang menjadi inspirasi bagi klub Serie C, AS Livorno. Klub dan penggemar Livorno telah berdiri tegak hampir 105 tahun untuk menghadapi kebijakan dan tindakan politik sayap kanan yang berkuasa di Italia. Livorno adalah klub komunis yang keras dan tanpa rasa malu memegang teguh nilai politik tersebut.
Livorno sendiri di lihat dari kajian historisnya adalah kota pelabuhan yang cukup ramai di abad ke-15. Kota ini menarik banyak pegadang dari seluruh penjuru dunia mulai dari bangsa Yahudi, Turki, Moor, Armenia, Persia dan masih banyak kelompok lain. Kedatangan mereka ini menghasilkan populasi yang beragam. Tak heran jika moto kota ini adalah, 'Dari banyak orang menjadi satu'.
Dengan basis kelas pekerja dan populasi yang beragam, Livorno menjadi tempat kelahiran Partai Komunis Italia pada 1921 atau tiga tahun sebelum Associazione Sportiva Livorno Calcio berdiri. Jadi tidak mengherankan klub ini memiliki basis penggemar yang sangat militan komunis.
Di dalam Stadion Armando Picchi, utamanya di tribun utara, poster besar bergambar wajah Che Guevara menghiasi, ikon palu arit ditampilkan para penggemar dengan bangga tiap AS Livorno bertanding. Tak lupa, lagu kebangsaan Bella Ciao - yang belakangan kembali populer berkat serial Money Heist, dinyanyikan dengan bangga dan lantang oleh para penggemar.
Bahkan tiap tahunnya, para penggemar AS Livorno selalu merayakan ulang tahun tokoh revolusioner Kuba, Fidel Castro. Ulang tahun dari diktator Uni Soviet, Joseph Stalin juga dirayakan oleh para penggemar AS Livorno.
Tak hanya slogan dan tampila visual yang menjadikan klub dan penggemar ini berafiliasi dengan paham komunisme. Penggemar Livorno berulang kali juga menerapkan dan menyuarakan politik pembebasan untuk bangsa Irlandia dan Palestina. Dalam tataran lain, mereka juga pernah menggalang dana untuk para korban gempa Haiti.
Solidaritas juga mereka suarakan kepada kelompok tertindas lain dari seluruh dunia. Para penggemar Livorno diketahui memiliki hubungan sangat dekat dengan kelompok pendukubg kiri lainnya seperti fan AEK Athens dan Marseile. Afiliasi ketiga pendukung ini dikenal dengan sebutan 'Triangle Brotherhood'. Sementara dengan pendukung Celtic FC, mereka membentuk aliansi melawan fasisme di sepak bola.
Kelompok penggemar Livorno begitu banyak. Salah satu yang cukup dikenal adalah Livornese Autonomous Brigades (BAL). Kelompok ini berdiri pada 1999 dan berasal dari sejumlah faksi penggemar Livorno. BAL menjadi salah satu inisiator terbentuknya Ultrasound Resistance Front, sebuah front yang suporter dari klub kecil seperti Ancona, Ternana, dan Cosenza.
Front ini berusaha melawan cengkerama yang dimiliki kaum penguasaha terhadap sepak bola dan masyarakat Italia. Sayangnya jika bicara prestasi AS Livorno di lapangan hijau, klub ini sudah hampir lima dekade absen di pentas Serie A. Kondisi ini yang membuat para penggemar selalu membentangkan spanduk bertuliskan, "A long night is disappearing---at the horizon, our sun is rising" sebuah protes dengan balutan kata-kata romantis dari penggemar untuk manajemen dan pemain.
Seperti halnya tentara merah yang membutuhkan Jenderal, penggemar Livorno pun memiliki 'jimat' yang membuat mereka begitu yakin memegang teguh nilai politik kiri. Ialah Cristiano Lucarelli, mantan kapten dan striker Livorno yang menjadi ikon untuk perjuangan Livorno sebagai klub kiri.
Cristiano Lucarelli begitu dikagumi publik Livorno. Nilai-nilai politik kiri ia terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pada 2003 saat AS Livorno terdegradasi ke Serie B dan para pemain mendapat pemotongan gaji, Lucarelli dengan bangga akan selalu bersama Livorno.
"Beberapa pemain membeli kapal pesiar atau Ferrari dengan gaji mereka, saya baru saja membeli jersey Livorno," ucap Lucarelli saat ditanya soal pemotongan gaji 50 persen untuk para pemain. Percaya atau tidak, pemain yang sudah mencetak 111 gol untuk Livorno ini memang seorang komunis. Tiap mencetak gol, ia selalu mengangkat tinggi tangan kirinya, ia bahkan memiliki nada dering di ponsel dengan lagu The Red Flag.
Sayangnya Lucarelli adalah daftar hitam untuk tim nasional Italia. Sikap politik yang menjadi Lucarelli tak pernah memperkuat tim senior Italia. Lucarelli masuk daftar hitam setelah ia merayakan gol untuk timnas U-21 Italia dengan membuka jersey miliknya untuk memperlihatkan kaos bertulis Che Guevara. Tindakan yang membuat berang para politikus sayap kanan di Italia.
Kembali ke Livorno, seorang sosiolog, Mark Doidge seperti dikutip dari The Guardian mengatakan bahwa identitas Livorno memang tak bisa dipisahkan dari aliran politik komunis. Orang Livorno selalu percaya bahwa nilai yang mereka pegah teguh tidak akan luntur oleh waktu dan banyak aral melintang.
"Terlalu banyak orang mengunjungi Italia untuk melihat-lihat, makanan, seni atau apapun. Menghabiskan waktu bersama orang Livorno membuat saya sadar bahwa manusia adalah hal terpenting. Mereka mewujudkan sejarah mereka dan melanjutkan dengan semangat yang hangat dan murah hingga hari ini," ucap Doidge.
Sayangnya kabar buruk datang dari AS Livorno beberapa waktu lalu. Klub ini menyatakan diri tengah berada di kondisi finansial yang amat memburuk. Presiden klub, Rossettano Navarra menyatakan bahwa Livorno tidak memiliki sepeser pun uang untuk bertahan di pentas Serie C.
"Waktunya sudah habis, tidak ada yang dibayar, tidak ada uang. Spinelli bicara dan semua sudah dilakukannya,'' kata Navarra. Ia mengatakan dalam waktu dekat dirinya akan melaporkan laporan keuangan klub kepada pihak Kejaksaan. Ia hanya tinggal menunggu keputusan dari otoritas hukum di Italia tentang masa depan Le Triglie.
Kemarin, Kamis 15 Oktober 2020 seperti dikutip dari laporan Itelegrafolivorno, Navarra melakukan usaha terakhir untuk menyelematkan Livorno. Ia menyerahkan saham 21 persen yang ia miliki kepada Dewan Kota. "Saya sudah menyerah, saya menyerahkan saham saya ke dewan kota" ucap Navarra.
Sayangnya, Walikota Livorno, Luca Salvetti mengatakan bahwa pihaknya tidak bisa berbuat banyak meski sudah mendapat saham 21 persen. "Dewan kota tidak dapat bergabung dengan klub sepak bola," kata Salvetti. Meski begitu, desakan dari sejumlah pihak membuat Dewat Kota saat ini tengah mengevaluasi langkah strategis untuk bisa menyelematkan Livorno dari vonis bangkrut.
Sampai saat ini, para penggemar Livorno sendiri tengah berusaha merapatkan barisan untuk menyelamatkan klub. BAL dan beberapa kelompok suporter lain belum menyuarakan pendapat resmi mereka terkait hal ini namun beberapa rumor menyebut mereka akan berusaha melakukan penggalangan dana.
Pada akhirnya para penggemar Livorno ini hanya bisa menyanyikan lagu Bella Ciao dengan perasaan campur aduk. "Che mi sento di morir//Che mi sento di morir" yang artinya, Karena aku merasa kematianku semakin dekat, Dan bila aku mati sebagai pejuang. "O bella ciao, bella ciao, bella ciao ciao ciao"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H