Mohon tunggu...
Galih Prasetyo
Galih Prasetyo Mohon Tunggu... Lainnya - pembaca

literasi

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Saat Tammy Abraham Mengutuk Tindakan Brutal Polisi

11 Oktober 2020   12:02 Diperbarui: 11 Oktober 2020   12:03 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanpa tendeng aling-aling, tanpa bahasa bersayap, striker Chelsea, Tammy Abraham dengan lugas menyuarakan agar aparat kepolisian tidak menggunakan kekerasan menghadapi aksi para demonstran. Suara itu disampaikan Tammy lewat akun Twitter pribadinya.

Apa yang disampaikan Tammy tentu bukan sedang menyoroti apa yang terjadi di negeri ini. Ia bersuara karena di negeri nenek moyangnya, Nigeria, aksi kekerasan dilakukan polisi. 

Dalam beberapa hari terkahir, aksi demo pecah di Lagos, ibu kota Nigeria. Para pengunjuk rasa menyuarakan slogan anti pasukan khusus anti perampokan.

Satuan khusus polisi ini dituduh melakukan pelecehan, menerima suap, dan pelanggaran lainnya. Penyakit yang juga banyak ditemukan di sejumlah negara berkembang lainnya. Semoga saja di negeri ini, aparat polisinya tidak seperti itu! Semoga ya.

Satuan polisi anti perampokan atau yang dikenal di Nigeria dengan nama SARS tersebut sudah dibentuk selama tiga dekade terakhir. Tugas utama mereka adalah melawan penjahat dengan kekerasan, mereka juga bertugas untuk mencegah terjadinya penculikan. Intinya SARS ialah pasukan melawan pejahat.

Potongan layar Twitter Tammy Abraham | @tammyabraham
Potongan layar Twitter Tammy Abraham | @tammyabraham
Sayangnya mendapat tugas seperti ini justru membuat SARS seolah tak tersentuh hukum. Mereka bertindak bagi hakim jalanan. Sejumlah orang di Nigeria alami tindak kekerasan karena dituduh melakukan tindakan kejahatan.

"Mereka menampar saya, menarik ponsel dan kunci saya. Lalu mereka meminta saya untuk pergi ke ATM untuk mengambil uang tunai," ucap korban SARS, Dare Olaitan, seorang pembuat film di Nigeria.

Masih banyak lagi tindakan brutal yang dilakukan SARS. Selama beberapa tahun terakhir, kelompok aktivis HAM di Nigeria sudah melakukan kampanye anti SARS. Belakangan tagar #EndSARS pun jadi viral. Dengan alasan kemanusian dan dorongan fakta kebrutalan SARS, Tammy Abraham pun berani bersuara untuk juga menentang SARS.

"Dear Nigeria #EndSARS #EndPoliceBrutality," tulis Tammy di akun Twitternya.

Apa yang disuarakan Tammy tentu saja ada konsekuensinya. Kicauan ini membuat dirinya di serang buzer pemerintah Nigeria. Sejumlah akun menyebut Tammy lebih baik tidur nyaman di London.

"Tolong pergi sana. Duduk manis di bangku cadangan atau lebih baik tidur di London. Masalah ini untuk orang Nigeria," tulis salah seorang netizen. Masih banyak lagi balasan tak mengenakkan yang disuarakan pendukung pemerintah Nigeria.

Padahal beberapa waktu lalu, Presiden Nigeria, Muhammadu Buhari sudah berjanji bakal ada tindakan reformasi di kepolisian. Namun namanya juga janji politikus, janji tinggal janji. Tak lama setelah berjanji seperti itu, tindakan SARS makin brutal kepada para pendemo.

Boleh gak pemain bola ikutan demonstrasi?

Demonstrasi merupakan aksi yang dilakukan masyarakat yang menginginkan adanya perubahan kebijakan dari pemerintah yang dianggap merugikan kepentingan umum. 

Seiring perkembangan teknologi, aksi demo tentu tidak sebatas dengan turun ke jalan dan orasi. Di sosial media dengan menyuarakan tagar dan membuat viral sesuatu, bisa juga disebut sebagai aksi demo.

Di beberapa kasus, demo secara virtual dengan mempopulerkan tagar bisa berdampak sangat ampuh. Mesir jadi salah satu contoh kasus nyata. Kembali ke persoalan soal boleh tidak seorang pemain bola ikutan demonstrasi, tentu jawabannya bisa menimbulkan pro kontra.

Sepak bola dianggap sebagian pihak tidak boleh bersentuhan dengan politik dan hal lain di luar lapangan hijau. Sementara pihak lain beranggapan bahwa sepak bola bisa menjadi media paling tepat untuk menyuarakan kondisi sosial politik yang tidak beres.

Sejarahnya, sepak bola hadir sebagai alat untuk kaum tertindas. Penelitian Simon Kuper dan Stefan Szymanski dalam bukunya Soccernomics menunjukkan, sepak bola Inggris tergantung pada pasokan pemain dari kelas buruh. Hanya 15 % pemain tim nasional Inggris pada piala dunia 1998-2006 yang berasal dari kelas menengah.

Jamie Vardy sebelum jadi bintang Leicester adalah buruh di pabrik alat-alat penyangga patah tulang. Di Indonesia, dalam  buku Ruth Mcvey dan Harry J.benda, bahwa sekitar tahun 1927 berdiri sebuah kesebelasan bernama LONA di Sumatera Barat (Sumbar) dan tepat di pasar Pariaman. Di kabarkan juga kesebelasan tersebut adalah berisi buruh pasar Pariaman, Sumbar.

Di belahan bumi lain, tepatnya di Argentina muncul klub sepak bola Atletico Libertarios Unidos pada 1908. Klub ini berdiri sebagai media untuk melawan pemerintah diktator.

Munculnya klub Atletico Libertarios Unidos merupakan bentuk nyata soal anarkisme sepakbola. Sedikit membahas soal anarkisme sepakbola. Gerakan ini mulai populer pada 1990 dan digagas oleh Gabriel Kuhn, seorang mantan pemain semi profesional yang kemudian alih profesi jadi pemikir gerakan anarkisme di Austria.

Kuhn sempat menyebarkan gagasannya soal Anarchist Football (Soccer) Manual. Dalam buku 'Soccer vs. the State: Tackling Football and Radical Politics' , Kuhn menolak sepakbola modern yang dianggap dikendalikan oleh kalangan menengah atas demi komersialisasi dan kepentingan kapital.

Kuhn dan para pendukung pemikirannya ini menginkan sepak bola kembali pada trahnya. Mereka menginginkan sepak bola kembali ke era tradisional. Menurut mereka dengan kembali pada trahnya, sepak bola tidak lagi masuk ke pusaran pasar dan kapitalisme.

Karena menurut mereka saat sepak bola sudahmasuk ke pusaran kapitalisme, banyak hal yang dihilang dari sepak bola. Faktanya semenjak FIFA dan UEFA berdiri, dua organisasi ini berupaya mencegah agar pesan politik atau ideologis masuk ke dalam lapangan hijau. Sudah banyak klub, pemain bahkan negara mendapat sanksi dari FIFA dan UEFA karena bersentuhan dengan hal tesebut.

Meski mendapat larangan keras, faktanya stakeholder bola masih tetap berani bersuara atas apa yang mereka yakini. Sebut saja aksi dari klub Skotlandia, Celtic FC yang konsisten menyuarakan Freedom Palestina. Hal sama juga dilakukan klub kasta ketiga Italia, Livorno.

Di tingkatan pemain dan pelatih, Frederic Kanoute, Pep Guardiola dan Cristiano Lucarelli jadi contoh bagaimana pemain bola juga berani untuk melakukan demontrasi. Bagi sebagian pemain berani bersuara di kondisi ketidakadilan yang terjadi di masyarakat adalah tugas mereka sebagai tokoh publik.

Artinya apa yang dilakukan Tammy dengan mengutuk polisi Nigeria adalah tindakan normal dari seorang manusia yang terusik nuraninya karena terjadinya aksi kesewenang-wenangan. 

Tidak hanya Tammy sebenarnya, striker United, Marcus Rasfhord beberapa waktu lalu juga berani bersuara karena tidak setuju dengan kebijakan PM Inggris, Boris Johnson terkait voucher makan gratis untuk kaum papa.

Saat terjadi ricuh di demo tolak omnibus law kemarin, adakah pemain Indonesia berani bersikap seperti Tammy Abraham?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun