Mohon tunggu...
Galih Prasetyo
Galih Prasetyo Mohon Tunggu... Lainnya - pembaca

literasi

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Menjadi Suporter Perempuan di Tengah Hegemoni Sepak Bola Milik Laki-laki

27 November 2018   20:39 Diperbarui: 27 November 2018   20:54 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada 2006, sineas Iran, Jafar Panahi bahkan sempat mengangkat hal ini dalam bentuk film. Film yang berjudul 'Offside' tentu saja mendapat respon positif dari suporter sepakbola perempuan di sana, namun bagi pemerintah itu sama saja aksi pembangkangan. Film ini sendiri dilarang disiarkan di Iran.

Di Indonesia perlakuan tak mengenakkan juga dialami suporter perempuan meski kadarnya masih sangat jauh berbeda dibanding di Iran. Salah satu suporter perempuan, Isabella Angelita beberapa waktu lalu sempat mengatakan kepada saya bahwa anggapan aneh masih ia terima saat menonton langsung sepakbola di dalam stadion.

"Ini pengalaman sendiri dan teman-teman juga, jika ada perempuan datang ke stadion dianggap hal negatif. Berharap ke depannya, orang-orang yang menganggap negatif perempuan yang datang ke stadion itu jaga mulutnya. Karena kita perempuan sama dengan laki-laki, sama-sama ingin menonton bola" kata mahasiswi yang berkuliah di Jerman itu.

Lebih jauh perempuan yang sudah mencintai Persebaya Surabaya sejak duduk di bangku SMP itu mengatakan agar suporter perempuan yang datang ke stadion juga bisa menahan diri tidak berbuat aneh-aneh karena di dalam stadion ada juga suporter laki-laki yang haus kasih sayang lantas melihat suporter perempuan dari pemikiran negatif.

Menjadi seorang suporter bagi perempuan memang bukan perkara mudah, di beberapa tempat suporter perempuan memiliki tantangannya tersendiri. Acapkali aksi kekerasan yang biasanya terjadi antar suporter laki-laki juga harus menimpa suporter perempuan, teranyar yang kita tahu tentu saja aksi pengeroyokan suporter Timnas Malaysia ke suporter Myanmar dimana korbannya ada juga suporter perempuan.

Serangan yang dilakukan suporter Malaysia ke suporter Myanmar tidak hanya fisik, namun juga dalam bentuk serangan verbal yang khusus ditujukan ke suporter perempuan Myanmar. Fox Sports Asia melaporkan ada 20 suporter suporter Myanmar yang mengalami kejadian tak mengenakkan tersebut.

Jika melihat kasus ini dari kacamata pemikiran biar gender, sebagian publik tentu saja akan langsung menyalahkan si suporter perempuan yang jadi korban. Akan muncul pernyataan-pernyataan seperti, "Siapa suruh perempuan datang ke stadion, yah itu akibatnya. Sepakbola kan emang keras," pernyataan yang acapkali juga digaungkan saat terjadinya pelecahan seksual atau pemerkosaan. Perempuan selalu berada di posisi yang salah, sudah korban, disalahkan pula.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun