Bahkan yang lebih parahnya menurut penelitian dari Eugene MD dkk di journals.lww.com depresi yang menyerang para atlet mulai menyerang atlet berusia muda. Para atlet ini berdasar laporan tersebut memiliki tingkat kerentanan untuk terserang depresi cukup tinggi, beban untuk jadi atlet hebat jadi salah satu faktor utamanya.
Namun kemudian setelah berhasil mencapai titik terbaik di kariernya, depresi kembali menyerang karena keinginan untuk terus jadi yang terbaik. Enke terserang pada depresi pada titik ini. Namun pertanyaannya apakah di kasus Enke, tim dokter dari tim terakhir yang ia bela Hannover 96 tidak bisa mendeteksi hal tersebut?
Psikolog olahraga dari University of Michigan, Scott Goldman menyebut depresi pada atlet sulit diketahui karena gejalanya tidak semenonjol seperti pada kebanyakan orang. Atlet cenderung menyembunyikan keadaannya atau bahkan tidak sadar bahwa dirinya sedang mengalami depresi.
Kasus Enke jadi pelajaran bersama bagi insan olahraga di seluruh dunia bahwa menjadi atlet atau pesepakbola bukan semata jadi yang terbaik, namun juga bagaimana mengelola emosi saat meraih kekalahan, kemenangan, kejayaan, dan keterpurukan dengan tepat.
Nama Enke sendiri saat ini diabadikan menjadi salah satu jalan di Hannover, Jerman. Selain itu, nama Enke juga menjadi sebuah yayasan yang dibentuk untuk mendampingi para atlet saat terkena depresi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H