Sepertinya harapan publik sepakbola Indonesia agar timnas ditangani oleh seorang Luis Milla pupus. Hingga usai pertandingan Timnas Indonesia melawan Hongkong petang kemarin, sosok Luis Milla masih belum juga menampakkan batang hidungnya.
Menariknya pihak PSSI pun kembali mengeluarkan pernyataan yang saya anggap sebagai sebuah blunder. Lewat Sekjen PSSI, Ratu Tisha mengatakan bahwa hari ini, 17 Oktober 2018 ia akan segera melapor ke Exco PSSI soal apakah Milla masih ingin dipertahankan atau tidak. Namun yang jadi kritik saya ialah soal pernyataan Ratu Tisha selanjutnya soal Milla.
"Komunikasi lancar, tapi sudah seperti itu dari kemarin. Saya butuh dia memperlihatkan diri, itu saja. Mau diperpanjang kontrak atau tidak (sebagai pelatih Timnas Indonesia), ia tetap harus melaporkan hasil kerja selama 1,5 tahun karena tiga hari setelah Asian Games 2018 ia langsung pergi ke Spanyol," kata Tisha seperti dikutip dari bola.com
Tisha seolah membuat framing bahwa letak kesalahan ada pada Luis Milla yang tidak mau datang, tidak merespon soal perpanjangan kontrak, dan tidak mau melaporkan hasil kerjanya selama 1,5 tahun di Timnas Indonesia. Pernyataan Tisha ini seolah menampik kemudian isu yang lebih utama terkait gaji Luis Milla.
Framing dari pernyataan federasi ini seperti membangun kontruksi pemikiran di publik sepakbola Indonesia bahwa Milla bukanlah pelatih profesional tak paham soal hak dan tanggung jawabnya, hingga jika kemudian PSSI memberi keputusan tak memperpanjang kontrak eks pemain Real Madrid itu sudah menjadi kewajaran. Ini yang sangat disayangkan. Di satu sisi, pihak Milla sendiri sampai detik ini tak pernah memberikan komentar yang menyudutkan pihak federasi.
Alih-alih memberi pernyataan secara terang benderang soal isu utama terkait gaji, pihak federasi justru menyebut bahwa soal gaji Milla bukanlah konsumsi publik. Pernyataan itu dikeluarkan oleh Ketum PSSI, Edy Rahmayadi pada awal September 2018 lalu.
Dengan sikapnya yang arogan, Edy malah mengatakan ke para pewarta yang menanyakan hal soal gaji itu dengan jawaban bukan urusan kalian. "Ketua PSSI nanti yang menggaji. Kalau saya sampaikan di sini, memang mau membayar," kata Edy kepada awak media seperti dikutip dari bolalob.com
Pernyataan ini juga diperkuat oleh Wakil Ketua Umum PSSI Joko Driyono. Jokdri begitu sapaan akrabnya mengatakan bahwa soal gaji Milla memang bukan masuk ke ranah konsumsi publik. "Itu [gaji Milla] termasuk hal-hal yang kami tidak ingin bicara itu di publik, dan Luis tidak ada pernyataan tentang itu. Kami sama-sama profesional untuk menjalankan kontrak ini dengan semua kerahasiaannya. Kalau ada sengketa, semua pihak dilindungi [hukum]," kata Joko kepada CNNIndonesia.com
Okelah jika kemudian PSSI ogah membahas itu. Mari kita kesampingkan soal isu gaji itu sebagai latar belakang Milla belum balik melatih Timnas Indonesia. Karena kemudian soal gaji ini malah dijawab oleh asisten pelatih Timnas Indonesia, Bima Sakti. Bima seperti dikutip dari kompas.com pada 23 September 2018 lalu mengatakan bahwa PSSI sudah melunasi gaji Milla yang tertunggak selama 3 bulan.
Jika masalah gaji dikesampingkan, maka akan banyak pertanyaan soal latar belakang Milla yang belum datang ke Indonesia, seperti apakah penyebabnya karena Milla yang sudah ogah melatih Timnas Indonesia karena tidak ada peningkatan selama 1,5 tahun ia latih?
Jika karena faktor itu, mengapa Milla sampai harus bungkam dan sama sekali tidak mengeluarkan pernyataan apapun? Apakah dengan bungkamnya Milla, ia ingin menunjukkan bahwa ia bukanlah pelatih profesional dan menggambarkan dirinya hanyalah pelatih amatir yang memilih kabur karena tim yang dilatihnya tidak menunjukkan progres?
Pertanyaan-pertanyaan di atas itu sebenarnya akan terbantahkan jika melihat rekam jejak Milla selama ini. Milla bukanlah orang sembarangan di sepakbola Spanyol. Ia memiliki nama harum bagi publik Real Madrid dan Barcelona, meski mungkin tak seharum Luis Enrique atau Pep Guardiola. Kecintaannya pada Timnas pun masih terlihat jika melihat sejumlah unggahannya di akun sosial medianya. Ia begitu bangga bisa melatih Timnas Indonesia.
Artinya tentu tidak masuk akal jika seorang Milla memilih untuk membiarkan dirinya dianggap bukan pelatih profesional dengan bungkamnya tersebut. Tentu ada latar belakang kuat bagi seorang pelatih profesional tak mengeluarkan pernyataan terkait masa depannya.
Publik sepakbola Indonesia tentu sudah sangat cerdas melihat tanda-tanda ini. Kontruksi pemikiran publik sepakbola soal Milla masih satu suara soal gaji dan bobroknya federasi jadi latar belakang mengapa pelatih berambut keriwil itu belum juga datang ke Indonesia. Justru di sisi inilah, federasi harus berbesar hati mengakui itu bukan malah memberi komentar yang menurut saya justru merusak nama baik Milla.
Jika kemudian pernyataan Bima Sakti bahwa gaji yang tertunggak selama 3 bulan sudah dilunasi oleh PSSI, maka kemudian sebenarnya ada kesalahan di sana yang mungkin saja Milla ingin agar kesalahan itu tak kembali terulang di kontrak barunya tersebut.
Jika kemudian memang benar ada tuntutan Milla soal itu dan PSSI sulit untuk memenuhinya, asumsi publik sepakbola bahwa bobroknya federasi jadi latar belakang Milla tak jua hadir, benar adanya. Siapa juga pelatih profesional yang mau melatih dengan bayang-bayang gajinya akan kembali telat.
Justru dengan sikap federasi seperti ini juga menguatkan sejumlah anggapan bahwa sedari awal sebenarnya PSSI memang enggan untuk memperpanjang kontrak Milla. Bagi PSSI, Milla gagal mendatangkan prestasi dalam waktu 1,5 tahun, Milla ibarat Bandung Bondowoso yang gagal membuat 1000 candi dalam waktu semalam.
Diperpanjang kontraknya Milla oleh federasi sebenarnya hanya keinginan semu untuk menenangkan suara publik sepakbola yang semenjak kegagalan Timnas di Asian Games 2018 berpendapat bahwa Milla masih layak untuk diberi kesempatan. Publik ingin agar federasi tak mengulang kesalahan sama dengan memecat pelatih Timnas yang gagal di satu kompetisi dan mengenyampingkan proses yang sebelumnya sudah susah payah dilakukan.
Mari kita tunggu saja babak baru kursi pelatih Timnas Indonesia jelang Piala AFF 2018, apakah akan berakhir seperti layaknya sinetron-sinetron yang sebelumnya juga pernah 'diproduksi' oleh PSSI atau ada hal baru yang terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H