Mohon tunggu...
Galih Prasetyo
Galih Prasetyo Mohon Tunggu... Lainnya - pembaca

literasi

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Atlet Wanita Berjilbab, Memang Apa Masalahnya?

8 Oktober 2018   20:47 Diperbarui: 9 Oktober 2018   16:10 3789
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Miftahul Jannah | timesmedia.co.id

Kabar tak mengenakkan menimpa salah satu atlet Indonesia di ajang Asian Para Games 2018, Miftahul Jannah yang didiskulifikasi dari pertandingan kelas 52 kg blind judo hanya karena ia tak mau melepas jilbab yang dikenakannya.

"Hasil informasi yang disampaikan tim Official Indonesia, cabang olahraga Judo memang tidak dibolehkan menggunakan hijab," ujar Wakil Ketua KONI Aceh Barat Daya (Abdya) Alamsyah seperti dikutip dari kumparan.com.

Yang kemudian membuat kecewa Miftahul dan timnya ialah pihak penyelenggara tak mensosialisasikan soal aturan yang menurut pendapat saya sangat diskriminatif tersebut. Menurut Alamsyah tak ada informasi terkait pelarangan jilbab tersebut, pihaknya tak pernah mendapatkan penjelasan apapun tentang detail aturan Judo.

"Jika ada peraturan seperti ini, jauh hari Miftah pasti tidak bakalan ikut lagi. Tetapi karena tidak ada penjelasan sebelumnya, bahkan Miftah sudah ikut pelatnas selama hampir 10 bulan lebih," ucap Alamsyah.

Apakah memang benar ada aturan soal larangan jilbab tersebut di cabang olahraga Judo? Ternyata memang benar adanya, hal sama yang dialami oleh Miftah juga pernah dialami oleh penjudo dari Arab Saudi, Wojdan Ali Seraj tak bisa tampil di ajang Olimpiade 2012 di London setelah federasi judo internasional, IJF melarangnya tampil karena mengenakan jilbab.

"Larangan tersebut sesuai dengan prinsip dan semangat Judo. Dalam judo kami menggunakan cengkeraman dan pitingan sehingga jilbab bisa berbahaya," kata Niciolas Messner, juru bicara IJF seperti dikutip dari AP.

Namun yang menarik, Federasi Judo Asia sendiri sebelum penyelenggaraan Olimpiade 2012 London telah memberi izin kepada wanita muslim berjilbab untuk bertanding di sejumlah kompetisi lokal tanpa perlu melepas jilbab, namun pihak IJP mengatakan lebih memilih untuk tidak mengizinkan dengan alasan keamanan.

Naasnya bagi Miftah, pihak INAPSGOC mengutarakan bahwa penyelenggaran Asian Para Games 2018 merujuk pada aturan dari IJP. Lewat Direktur Sport INAPSGOC, Fanny Irawan aturan itu sesuai dengan Judo Federation (IJF) Refereeing Rules artikel nomor 4.

Aturan itu mengatakan,"....The head my not be covered except for bandaging of medical nature, which must adhere to this one."

Sebenarnya soal kasus ini, publik Indonesia harus lebih cerdas memahami dan jangan asal memberi kritik, apalagi sampai mencampuradukan pada suhu politik negeri ini. Pasalnya jika merujuk pada hal lebih luas, pelarangan soal jilbab ini juga sudah menjadi sorotan banyak pihak internasional.

Tak hanya judo, sejumlah cabang olahraga lain juga masih menerapkan aturan ini dengan alasan keamanan. Pebasket asal Indonesia, Raisa Aribatul pada 2016 lalu sempat saya tanyakan juga perihal kejadian serupa yang pernah ia alami.

"Olahraga adalah kebutuhan, olahraga adalah hak semua orang, tidak mengenal batasan usia, latar belakang, budaya, ataupun agama. Olahraga adalah untuk semua," kata Raisa.

Raisa saat itu bahkan sampai membuat petisi untuk federasi basket internasional, FIBA untuk mencabut larangan untuk wanita berjilbab. Lewat situs Change.org, Raisa membuat sebuah petisi untuk FIBA agar menghapus larangan pemakaian jilbab di dunia basket internasional.  

Di aturan FIBA sendiri pada pasal 4 tentang Tim, poin 4.4 tentang Perlengkapan Lainnya tertulis, "4.4.2. pemain tidak boleh memakai perlengkapan (benda-benda) yang dapat menyebabkan pemain lain cedera, antara lain tutup kepala, aksesoris rambut dan perhiasan."

Aksi Raisa ini mendapat banyak dukungan dari banyak pebasket Tanah Air. Pihak federasi basket Indonesia, Perbasi juga ikut mendukung keinginan Raisa ini. 

Pihak Perbasi saat itu menunggu pihak FIBA untuk mencabut larangan tersebut seperti yang dilakukan oleh federasi sepakbola internasional, FIFA. FIBA sendiri memang hanya memperbolehkan atlet basket wanita untuk mengenakan hijab di tingkat kompetisi nasional saja.

Yang cukup menarik kemudian, pihak yang merasa bahwa alasan tersebut tak masuk akal menyebutkan bahwa jauh sebelum aturan itu berlaku, para wanita muslim berjilbab ini sudah lebih dahulu tanding di level amatir dan tak ada hal yang menganggu keamanan mereka.

Jurnalis Sarah Ghanem di beliefnet.com memaparkan bahwa sejumlah federasi olahraga yang menerapkan pelarangan jilbab hanya mencari-cari argumen tanpa melihat aspek yang lebih luas.

"Bagi wanita muslim, jilbab tak sekedar hanya menjadi bagian dari seragam olahraga mereka. Mereka sudah menggunakan jilbab jauh sebelum mereka memutuskan untuk menjadi atlet profesional. Bagi mereka, jilbab justru membuat mereka lebih nyaman mengikuti kompetisi di depan banyak penonton tanpa perlu khawatir apa yang mereka yakini soal menjaga aurat harus dipermalukan di depan penonton," tulis Ghanem.

Ditambahkan Ghanem di artikelnya bahwa jilbab bagi wanita muslim bukanlah satu rintangan melainkan peluang mereka untuk bisa menunjukkan eksistensi di arena olahraga. Fakatnya memang sejumlah wanita berjilbab meraih banyak prestasi internasional, sebut saja atlet anggar asal Amerika Serikat, Ibtihaj Muhammad, atlet taekwondo asal Mesir, Hedaya Wahba, atau atlet angkat besi asal Mesir, Sara Ahmed.

Prestasi yang mereka raih ini justru mematahkan alasan larangan berjilbab yang masih digunakan sejumlah federasi olahraga. Jilbab yang dikenakan wanita muslim di arena olahraga mendorong kita sebenarnya untuk bisa melihat olahraga dari sisi yang lebih luas, tak sekedar bagaimana si atlet berprestasi namun juga ada prinsip hidup dari dirinya yang tak bisa ditawar-tawar dan sudah selayaknya semua pihak menghormati tanpa harus membatasi ruang geraknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun