Mohon tunggu...
Galih Prasetyo
Galih Prasetyo Mohon Tunggu... Lainnya - pembaca

literasi

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

John Terry di Antara Panco, Skandal, dan Kecintaan pada Chelsea

8 Oktober 2018   07:58 Diperbarui: 9 Oktober 2018   15:15 890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pesepakbola tentu seorang manusia, namun kebanyakan pesepakbola dipandang bukan sebagai seorang manusia semata, entah karena sikap baiknya di luar lapangan atau skill tingkat dewanya di dalam lapangan.

Diego Maradona misalnya, meski dianggap tak memiliki sifat baik di luar lapangan, bagi sebagian penggemarnya di Argentina, eks pemain Barcelona ini ialah Tuhan bagi mereka.

Ada juga pesepakbola yang dikagumi bak seorang malaikat karena sifat dermawannya. Sebut saja Cristiano Ronaldo atau Lionel Messi misalnya. Di balik sisi playboy Ronaldo atau sifat liar Messi di dalam lapangan, keduanya rela menggelontorkan dana besar untuk hal bersifat sosial.

Namun bagi saya sosok pesepakbola yang lengkap sebagai seorang manusia ialah John Terry. Eks kapten Chelsea yang baru saja mengumumkan pensiun ini sepanjang kariernya melewati banyak hal layaknya manusia pada umumnya. Meraih kejayaan dan terpuruk karena skandal.

Karier John George Terry berawal saat ia masuk ke akademi Senrab yang berlokasi di Forest Gate, salah satu distrik di London. Pada 1991, ia lalu diterima di akademi West Ham United. 4 tahun di sana, ia lantas pindah ke akademi Chelsea dan promosi ke tim utama The Blues pada 1998.

Bagi Terry, perjalanan kariernya di lapangan hijau tak lepas dari peran sang ayah. Terry mengaku bahwa sejak kecil, sang ayah yang mendidiknya untuk terus berusaha dan pantang menyerah.

"Ayahku selalu mengajarkan hal itu saat aku mulai tumbuh besar. Aku ingat betul saat berusia 11 tahun, aku beradu panco dengan dirinya. Ia sama sekali tak mau mengalah dan terus mengalahkan aku," kenang Terry.

Sikap sang ayah yang tak mau mengalah meski hanya beradu panco dengan sang anak bahkan membuat Terry kecil sempat frustasi.

"Ia seolah tak pernah membiarkan aku menang, tak pernah sekalipun. Tapi saat aku berusia 16 tahun, aku mendapat hal istimewa, aku dapat mengalahkannya lewat adu panco," kata Terry.

Rupanya Terry menyimpulkan bahwa sikap tak mau kalah sang ayah ini memberinya banyak pelajaran besar untuk kariernya di sepakbola. Sikap pantang menyerah sebelum hasil akhir dan tak menyerah saat gagal, menjadi pelajaran berharga yang diambil Terry dari sang ayah lewat adu panco.

Menariknya saat menjadi ayah untuk dua putrinya, Georgie John Terry dan Summer Rose Terry, pemain yang mengoleksi 492 caps juga menularkan ajaran baik sang ayah untuk anaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun