Mohon tunggu...
Galih Prasetyo
Galih Prasetyo Mohon Tunggu... Lainnya - pembaca

literasi

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Menguji Suara Suporter Soal Ketegasan PSSI di Kasus Kanjuruhan

7 Oktober 2018   23:04 Diperbarui: 8 Oktober 2018   00:05 1016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
suporter sepakbola | sidomi.com

Hemat saya, perbandingan tersebut memang ada benarnya. Namun yang sangat disayangkan ialah Ratu Tisha tak memberikan argumennya yang tajam terkait insiden itu. Anggota Tim Pencari Fakta PSSI di kasus Harlingga, Gusti Randa yang juga ikut menonton laga juga tak memberikan pernyataan yang bisa menenangkan publik sepakbola.

Jika kemudian Tisha dan Gusti Randa mengelak mengomentari kasus tersebut karena merupakan tugas dari Komdis, maka sebenarnya Tisha dan Gusti Randa tentu bisa mengeluarkan pernyataan dengan kapasitasnya sebagai seorang yang cinta sepakbola Indonesia dan tak ingin sepakbola terciderai karena tingkah segelintir orang yang melestarikan budaya merusak.

Pihak Arema FC sendiri lewat akun Twitter resmi mereka sudah mengeluarkan pernyataan resmi dengan menyebut siap menerima sanksi terkait insiden tersebut. Pernyataan yang cukup dewasa dan menyadari bahwa ada kesalahan yang tercipta serta harus diperbaiki bersama.

Yang jadi tantangan berikutnya ialah apakah PSSI sebagai federasi mampu memberikan sanksi yang adil dan membangun. Bukan lagi bicara soal efek jera dan lain sebagainya, namun lebih sanksi yang membangun.

Apalagi publik tentu menanti sanksi apa yang akan keluar, pasalnya di laga itu 3 petinggi PSSI hadir, selain Ratu Tisha dan Gusti Randa, Iwan Budianto yang menjabat Kepala Staff PSSI juga ada saat insiden Kanjuruhan terjadi, ia malah tertangkap kamera berada di pinggir lapangan.

Beberapa waktu lalu di Kompasiana, saya sempat menyampaikan kritik terkait sanksi kepada Persib Bandung yang sifatnya justru tak membangun dan hanya akan menimbulkan efek bom waktu. Faktanya benar adanya, sanksi yang dibuat dengan sangat prematur tersebut justru bisa menimbulkan gesekan yang lebih luas di tataran akar rumput para suporter.

Namun saya masih berpegang teguh pada pendirian bahwa kasus yang terjadi di sepakbola Indonesia dan melibatkan suporter tak serta merta harus membuat seluruh suporter mendapat hukuman. Kuncinya ialah berani menunjuk pihak mana yang bertanggung jawab atas lalainya merangkul energi yang teramat besar dari para suporter ini. Jangan hanya pihak suporter yang dituding namun semua stackholder di sepakbola Indonesia.

Apakah pihak klub yang salah? Atau pihak kelompok suporter itu sendiri juga salah? Atau pihak federasi dan negara yang juga lalai kepada kasus ini? Jika diurai dari kesemua pihak tersebut tentu memiliki kesalahan namun dalam porsi yang berbeda-beda.

Sekarang tinggal bagaimana menyatukan porsi yang berbeda-beda dengan sebuah kesadaran. Pihak klub harus sadar bahwa mereka tak hanya membutuhkan suporter karena uang tiket semata, pihak kelompok suporter pun harus sadar bahwa mereka belum dewasa dalam menyikapi arti dari sebuah rivalitas, pihak federasi dan negara pun lalai karena merasa suporter ini bukan ranah kerja mereka, negara dan federasi memberikan garis batas yang justru membuat masalah suporter ini semakin menggunung.

Artinya untuk ke depan, sadar dulu akan porsi kesalahan masing-masing menjadi hal pertama yang harus dilakukan, setelah itu baru berdialektika mencari formula yang tepat untuk mengatasi permasalahan suporter ini. Sederhananya ini semua dilakukan bukan untuk satu kelompok tertentu tapi untuk sepakbola nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun