Mohon tunggu...
Galih Prasetyo
Galih Prasetyo Mohon Tunggu... Lainnya - pembaca

literasi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Diksi Salah Prabowo Subianto di Kasus Ratna Sarumpaet

3 Oktober 2018   02:04 Diperbarui: 3 Oktober 2018   02:23 1104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama aktivis sekaligus anggota tim pemenangan Capres dan Cawapres no urut 2, Prabowo Subianto - Sandiaga Uno, Ratna Sarumpaet menjadi viral setelah beredar foto-foto wajah dirinya yang babak belur di media sosial. Diberitakan bahwa mertua dari aktor Rio Dewanto ini menjadi korban pengeroyokan orang tak dikenal di Bandung.

Dikutip dari kompas.com, kasus kekerasan kepada Ratna Sarumpaet terjadi pada 21 September 2018 lalu di sekitar Bandara Husein Sastranegara, Bandung. Malam itu Ratna baru saja menghadiri acara konferensi dengan peserta beberapa negara asing di sebuah Hotel. Kemudian Ratna naik taksi dengan peserta dari Sri Lanka dan Malaysia.

"Mbak Ratna sebetulnya agak curiga saat tiba-tiba taksi dihentikan agak jauh dari keramaian. Nah saat dua temannya yang dari luar negeri turun dan berjalan menuju Bandara, Mbak Ratna ditarik tiga orang ke tempat gelap, dan dihajar habis oleh tiga orang, dan diinjak perutnya," kata Wakil Ketua Tim Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi, Nanik S Deyang

Atas kasus kekerasan ini, Capres Prabowo Subianto lalu menggelar konfrensi press. Hal ini untuk menjelaskan ke publik soal kebenaran kasus tersebut. Pasalnya di sosial media sendiri, publik sempat tak mempercayai kebenaran dari kasus tersebut.

Saya tidak mau mencampuri apakah benar atau tidak Ratna Sarumpaet menjadi korban kekerasan dari orang tak bertanggung jawab, karena itu sudah menjadi tugas kepolisian untuk mengusutnya. Saya justru menyoroti pemilihan diksi yang salah oleh Prabowo Subianto saat menjelaskan kasus ini ke sejumlah awak media.

"Ini bukan kasus pertama, ada Novel Baswedan seorang antikorupsi disiram air keras dan membutuhkan biaya besar dan berbulan bulan. Hermasnyah, Ibu Neno mobilnya dibakar di depan rumahnya sendiri, beliau di-bully di mana mana," tegas Prabowo dalam jumpa pers di Rumah Kertanegara.

Dari penggalan kalimat Prabowo Subianto itu, diksi yang menurut saya salah ialah saat menyebut Ibu Neno mobilnya dibakar di depan rumahnya sendiri. Pemilihan kata dibakar oleh Prabowo Subianto menurut saya sangat keliru.

Pasalnya untuk kasus mobil Neno Warisman seperti dikutip dari turnbackhoax.id, ada disinformasi soal kasus mobil Neno Warisman. Hasil investigasi pihak kepolisian terhadap kasus tersebut menyebutkan bahwa mobil tersebut terbakar bukan dibakar,

"Hasil identifikasi dari bengkel, kebakaran dipicu oleh aki yang korslet. (Kabel aki) yang positif nempel di bodi," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono pada Juli 2018 lalu.

Neno Warisman pun dalam pernyataan yang ia sampaikan menyebut bahwa mobilnya terbakar bukan dibakar. "Saya tidak mau berasumsi ini terkait politik atau bukan. Bukan dibakar, tapi terbakar di depan rumah, pukul 24.00 WIB, Kamis malam," kata Neno seperti dikutip dari detik.com (03/10/18).

Pemilihan diksi dibakar oleh Prabowo Subianto ini tentu tidak elegan dan justru membuat resah masyarakat. Saya yang mungkin keliru bahwa ada perbedaan yang sangat jelas antara kata dibakar dengan terbakar.

Dalam aspek pengetahuan saya yang tidak seberapa ini, kata dibakar jika merujuk pada KBBI memiliki arti dipanaskan (dipanggang) di atas api sedangkan untuk dibakar berarti habis dihanguskan api. Dari kedua kata yang sudah diberi imbuhan tersebut memiliki pengertian yang jauh berbeda.

Koreksi jika saya salah, setahu saya ada perbedaan mendasar dari fungsi dan makna imbuhan di- dan ter-. Jika merujuk pada pelajaran dasar bahasa Indonesia mengenai makna dan fungsi prefiks (awalan) disebuah kalimat, di- memiliki fungsi membentuk kata kerja dan menunjukkan tindakan pasif, di mana tindakan atau obyek tindakan adalah fokus utama dalam kalimat itu, dan bukan pelaku. Afiks di- hanya mempunyai satu fungsi yaitu membentuk kata pasif.

Sedangkan untuk ter- juga memiliki fungsi pembentukan kalimat pasif. Namun perbedaan mendasarnya pada makna, pasif ter- menyatakan ketidaksengajaan sedangkan, pasif di- menyatakan tindakan yang dilakukan dengan sengaja.

Pemilihan diksi ini tentu sangat berbahaya diucapkan di situasi tahun politik seperti ini. Bukan persoalan apakah saya pro atau tidak kepada Prabowo atau Jokowi, namun kata ialah senjata jika merujuk pada pernyataan Subcomandante Marcos, yang artinya kekuatan kata bisa mengubah apapun di dunia ini.

Setiap individu punya intepretasi masing-masing terhadap suatu perkataan. Tak ada yang benar sebelum melihat sendiri kenyataan dari kata-kata tersebut. Namun sayangnya di era seperti saat ini, terlalu banyak individu yang enggan untuk double check tiap informasi yang beredar.

Apakah kemudian Prabowo Subianto memang sengaja memiliki diksi tersebut atau hanya sekedar salah ucap? Ada baiknya masyarakat lebih cerdas untuk mengoreksi kembali tiap pernyataan dari siapupun di kondisi tahun politik seperti sekarang ini. Tujuannya agar tidak termakan provokasi dan hoax.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun