Mohon tunggu...
Galih Prasetyo
Galih Prasetyo Mohon Tunggu... Lainnya - pembaca

literasi

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Menjinakkan Bom Waktu Usai Persib Mendapat Sanksi Tegas

2 Oktober 2018   18:19 Diperbarui: 2 Oktober 2018   20:23 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komite Displin PSSI | pssi.org

Komisi Displin PSSI sudah menjatuhi sanksi kepada Persib Bandung usai tewasnya suporter Persija Jakarta, Haringga Sirla yang meninggal di luar Stadion Gelora Bandung Lautan Api oleh sejumlah oknum suporter, Minggu 23 September 2018 lalu.

Dikutip dari pssi.org, dari hasil sidang Komdis pada Senin, 01 Oktober 2018 tim Maung Bandung mendapat sanksi yang cukup berat. Dari hasil sidang Komdis tersebut, Persib melakukan sejumlah pelanggaran, antara lain melakukan intimidasi kepada ofisial Persija Jakarta saat Match Coordination Meeting, melakukan sweeping, pengeroyokan dan pemukulan terhadap suporter Persija hingga tewas.

Karena pelanggaran tersebut, Persib Bandung dijatuhi hukuman sanksi berupa pertandingan home di luar Pulau Jawa (Kalimantan) tanpa penonton sampai akhir musim kompetisi 2018 dan pertandingan home tanpa penonton di Bandung sampai setengah musim kompetisi tahun 2019.

Kelompok suporter Bandung juga mendapat hukuman dari jenis pelanggaran tersebut di atas, hukumannya ialah larangan menyaksikan pertandingan Persib Bandung saat home maupun away serta pertandingan Liga 1 lainnya sejak putusan ini ditetapkan sampai pada setengah musim kompetisi 2019.

Tidak itu saja, panpel pertandingan Persib Bandung juga mendapat sanksi tegas. Panpel mendapat sanksi berupa denda sebesar Rp 100.000.000, selain itu Ketua panitia pelaksana pertandingan & security officer berupa larangan ikut serta dalam kepanitiaan pertandingan Persib Bandung selama 2 (dua) tahun. Sanksi itu karena menurut Komdis, Panpel gagal memberikan rasa aman dan nyaman terhadap suporter yang datang menonton.

Sedangkan untuk para pelaku pengeroyokan yang berujungnya tewasnya Haringga Sirla, Komdis PSSI melarang para pelaku untuk menonton pertandingan sepakbola di stadion di seluruh wilayah Indonesia seumur hidup. Apakah sudah?

Ternyata belum, Komdis PSSI juga memberikan ganjaran tersendiri kepada 4 pemain Persib dan asisten pelatih Persib, Fernando Soler. Kelima orang itu menurut Komdis PSSI melakukan pelanggaran di laga Persib vs Persija. Soler bahkan mendapat hukuman sangat berat yakni dilarang memasuki stadion hingga musim 2018 berakhir.

Dalam laporan Komdis, eks pemain Persipura Jayapura tersebut dianggap melakukan intimidasi ke wasit laga Persib vs Persija dengan mengatakan,  'Kalau Persib tidak menang, maka kalian tidak bisa keluar dari stadion'

Dari banyaknya hukuman yang diterima oleh Persib Bandung, publik melihat ada ketegasan yang dilakukan oleh PSSI sebagai federasi, namun saya melihat ada konsekuensi yang harus siap untuk diterima PSSI setelah hukuman itu dijatuhkan.

Konsekuensinya ialah PSSI harus memiliki arguementasi masuk akal saat suporter Persib atau suporter klub lain meminta adanya keadilan di kasus-kasus berdarah sebelumnya. Jika menilik dari sejumlah hukuman yang dijatuhkan oleh PSSI ke jenis pelanggaran serupa yang dilakukan Persib dan suporternya pada 23 September 2018 lalu, hukuman yang diterima oleh klub lain memang tak setegas seperti yang dirasakan oleh Persib Bandung saat ini.

Kasus tewasnya Banu Rusman misalnya, Komdis PSSI hanya memberikan sanksi berupa larangan kepada suporter PSMS Medan menonton sebanyak 4 kali dan denda Rp 30 juta. Pihak klub dan Panpel PSMS Medan di hasil sidang Komdis tertanggal 18 Oktober 2017 tak mendapat hukuman seperti yang dialami Panpel Persib Bandung di kasus Haringga.

Pada poin itulah saya melihat jika PSSI tak mampu memberikan argumentasi masuk akal, hal tersebut justru akan membuat bara api baru di kalangan para suporter. Prinsip keadilan yang sekarang disuarakan oleh para suporter Persib di media sosial jangan dilihat hanya gejolak sementara. Bakal ada bom waktu yang siap meledak di waktu mendatang jika pihak federasi membiarkan gejolak tersebut.

Memadamkan gejolak di waktu dekat

Selanjutnya yang dilakukan untuk memadamkan gejolak di tingkatan suporter Persib ialah, pertama memberikan ruang kepada para suporter Persib untuk menyampaikan kegelisahan dan kemarahan mereka atas keputusan PSSI tersebut namun sesuai dengan koridor yang sehat dengan tidak memprovokasi suporter lain. Jika sasaran tembaknya PSSI atau pihak lain seperti APPI, maka arahkan ke mereka.

Kedua, sejumlah pihak utamanya suporter lain untuk menahan diri dengan tidak memberi provokasi di media sosial di saat suporter Persib Bandung menyuarakan aspirasi mereka.

Ketiga, memberikan edukasi kepada suporter di tingkatan akar rumput utamanya mereka yang berada di wilayah konflik, ini yang menjadi penting karena potensi untuk kejadian berdarah terulang karena keputusan PSSI ini sangat rentan terjadi. Edukasi menjadi tugas dari kelompok suporter, utamanya kelompok suporter Persib.

Menegakkan prinsip keadilan di PSSI

Keputusan PSSI di kasus Haringga memang memiliki dua mata uang yang sama-sama tak mengenakkan. Jika PSSI tak memberikan hukuman tegas, resikonya pun bisa lebih meluas. Kredibilitas PSSI yang sudah hancur akan tertambah rusak jika hukuman kepada Persib sama persis dengan hukuman yang pernah dijatuhkan sebelumnya di kasus serupa.

Di sisi lain, pihak PSSI pun seperti yang dikatakan oleh Zen RS, editor Tirto.id bahwa mereka tersandera oleh kegagalan bersikap tegas, jelas, dan tebang pilih di kasus masa silam. Benar jika kemudian PSSI memang sudang kadung 'cacat' untuk menegakkan standar.

Pertanyaannya kemudian masih mungkinkan prinsip keadilan itu ditegakan oleh PSSI pasca hukuman kepada Persib? Pasalnya hanya cara itu yang bisa memadamkan bom waktu yang siap meledak di kalangan suporter.

Saya pribadi melihat sepertinya akan sangat sulit jika PSSI sendiri tak mengubah susunan kepengurusan mereka sendiri yang masih terdiri sejumlah orang penting di klub besar Liga Indonesia. Memang harus ada gerakan yang lebih masif untuk membuat PSSI mau merombak struktur organisasinya.

Orang-orang yang selama ini menduduki peranan penting di tubuh PSSI namun juga menjadi bagian utama di klub tentu saja harus ditendang dari kursinya. Jika opsi itu yang dipilih maka desakan untuk segara diadakannya Kongres Luar Biasa (KLB) jadi pilihan masuk akal untuk menjinakkan bom waktu ini.

Desakan kongres sebenarnya sudah dihembuskan sejumlah klub sebagai bentuk evaluasi kepada Ketum PSSI, Edy Rahmayadi. Manajer Madura United yang juga juru bicara klub Liga 1, Haruna Soemitro beberapa waktu lalu menegaskan bahwa Edy Rahmayadi terpilih lewat kongres, jika ada desakan untuk ia mundur pun harus dilaksanakan lewat kongres.

"Ketum PSSI dipilih via kongres, mundur pun via kongres. Beri kesempatan Pak Edy mempertanggungjawabkan via kongres" kata Haruna seperti dikutip dari bola.net

Hal itu masuk akal untuk menyelamatkan sepakbola kita, pasalnya jika perombakan di kepengurusan PSSI dilakukan dengan cara-cara yang tak sesuai statuta, maka ancaman lebih besar bisa datang dari FIFA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun