Mohon tunggu...
Galih Prasetyo
Galih Prasetyo Mohon Tunggu... Lainnya - pembaca

literasi

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Menanti Arunika di Stade Bauer, Markas Klub Tertua di Paris

30 September 2018   21:55 Diperbarui: 1 Oktober 2018   09:40 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stade de Bauer | lprs1.fr

Wilayah Saint Quen, di Paris, Prancis mungkin bagi banyak pelancong dikenal sebagai salah satu pasar loak paling legendaris di Negeri Menara Eiffel. Wilayah ini juga dikenal sebagai salah satu tempat di Paris yang dihuni banyak kaum imigran.

Lazimnya wilayah yang ditinggali oleh kaum imigran, tak ada yang spesial jika melihat rumah-rumah di Saint Quen. Rumah-rumah di sana bahkan dianggap para pendatang seperti terbuat dari barang rongsok, termasuk sebuah bangunan besar yang memiliki lampu sorot menjulang tinggi dengan atap seng di sekelilingnya.

Sekilas bangunan besar itu mungkin mirip seperti flat yang dihuni kaum imigran, padahal bangunan tersebut memiliki sejarah sepakbola yang tersembunyi dan jarang muncul ke permukaan. Bangunan tersebut merupakan stadion sepakbola bernama Stade Bauer.

Apa istimewanya Stade Bauer? Stade Bauer merupakan markas dari klub tertua kedua di Prancis. Paris musim dingin Februari 1897, meski fajar tak menunjukkan kehadirannya, dua orang pemuda pecinta sepakbola tak gentar lalui cuaca dingin berkabut untuk bertemu di sebuah kafe di pinggiran kota.

Kala itu Jules Rimet masih berusia 24 tahun, ia bersama karibnya, Ernest Weber membicarakan keinginan dan harapan untuk mendirikan klub sepakbola. Bukan sembarang klub sepakbola seperti La Havre AC, klub sepakbola tertua di Prancis.

Rimet dan Weber ingin mendirikan klub yang bisa menampung banyak talenta berbakat di Paris yang berlatar belakang berbeda-beda, baik dari budaya dan status sosial. Keduanya paham bahwa Paris merupakan kota yang beisi orang-orang dari percampuran banyak budaya. Rimet dan Weber ingin klub tersebut bisa menjadi wadah untuk orang-orang itu.  

Pondasi inilah yang kemudian menjadi keyakinan dan visi berdiri klub bernama Red Star Club Francais. Red Star menjadi klub tertua kedua di Paris, Prancis. Di awal berdirinya, Red Star menjadi klub yang disegani, bukan hanya soal prestasi mereka di lapangan hijau tapi lebih dari itu.

Berdiri di masa-masa pertarungan paham ideologi di seluruh Eropa, antara Komunisme versus Kapitalisme, tentu saja melihat logo dan namanya, kita bisa menyimpulkan Red Star merupakan klub sepakbola yang memiliki kedekatan dengan ajaran Karl Marx

Logo Red Star | besthqwallpapers.com
Logo Red Star | besthqwallpapers.com
Kedekatan itu bukan tanpa sebab, bagi para pendiri Red Star, mereka menolak paham antifasis dan kapitalisme yang kala itu menjamur di seantero Eropa, termasuk di Prancis. Hal ini bagi para pendiri Red Star sejalan dengan cita-cita awal mereka mendirikan klub, menjadi tempat untuk semua pemain berbakat tanpa memandang kelas atau status sosial.

Sepak terjang Red Star di lapangan hijau juga tak main-main. Red Star menjadi salah satu klub yang menggagas dihelatnya Ligue 1. Pun soal salah satu pendiri klub ini, Jules Rimet yang kita ketahui sumbangsihnya untuk sepakbola dunia.

Dari catatan sejarah klub ini sendiri baru diresmikan pada 12 Maret 1897 setelah Jules Rimet menyusun AD/ART klub dan mengirimkannya ke USFSA, lembaga yang di tahun itu mengurus olahraga di Prancis. Di awal berdirinya, Rimet dan Weber meminta para pemain di Red Star untuk teyan. Masing-masing pemain diminta 100 Franc sebagai modal awal klub.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun