Berita tidak sedap kembali muncul di lanjutan kompetisi sepakbola Liga 1. Haringga Sirila, seorang suporter klub Persija Jakarta tewas mengenaskan saat akan menonton laga Persib Bandung vs Persija Jakarta di Stadion Bandung Lautan Api (GBLA), Minggu 23 September 2018.
Haringga menjadi panjang deretan daftar korban meninggal dunia hanya karena sepakbola di negeri ini. Â Berbagai upaya memang sudah coba dilakukan pihak terkait untuk bisa meredam aksi kekerasan dan pengerusakan yang melibatkan para suporter seperti ikrar damai dan hal positif lainnya.
Di tingkatan internal, sejumlah pengurus suporter juga berupaya untuk meredam aksi negatif ini. Bentuk-bentuk kerja nyata untuk para suporter yang rata-rata berjiwa muda ini memang wajib dilakukan.
Mengubah energi berlebih dari para suporter ke tindakan lebih baik dan positif tentu saja jadi hal berguna dan membangun sepakbola nasional itu sendiri. Paradigma yang hanya mengaitkan penyelesaian masalah suporter dengan aparat keamanan seperti kepolisian sepertinya wajib diubah.
Ajak supoter bekerjasama dengan lembaga negara lain yang menekankan kreatifitas dan ekonomi mandiri seperti Badan Ekonomi Kreatif menjadi salah satunya.
Kreatifitas, Edukatif, Ekonomi Kreatif Suporter
Suporter klub Indonesia sebenarnya bukan hanya melulu identik dengan aks-aksi tak terpuji dan jadi cibiran masyarakat di luar pencinta sepakbola. Sejumlah barisan supoter nyatanya memang memiliki aksi kreatifitas yang mumpuni, tak jarang aksi kreatifitas mereka mengarah ke pemberdayaan ekonomi mandiri.
Cerita soal bagaimana kreatifitas suporter PSS Sleman, Brigata Curva Sud (BCS) bahkan sudah jadi pembicaraan publik di Asia. BCS memiliki rekam jejak tak sembarangan dalam hal kreatifitas dan ekonomi mandiri.
Konsep berdiri di atas ekonomi sendiri (berdikari) diterapkan nyata oleh BCS. BCS tercatat membangun unit-unit usaha seperti distro CSS Shop, CS Mart, CS Pegadaian (untuk membantu anggota yang kesulitan dana saat away) dan CS Magazine.
Tidak hanya BCS yang memiliki semangat membangun sepakbola nasional dengan aksi kreatifitas dan ekonomi mandiri, barisan suporter Semen Padang pun melakukan hal sama. Â Kreatifitas suporter Semen Padang bisa kita lihat dari goresan mereka di cerita komik yang tertuang di akun Facebook dan Instagram, Carito Kabau Sirah.
Komik bernada satir yang menunjukkan kegelisahan para suporter di kehidupan sehari-hari atau soal sepakbola nasional dituangkan dengan cara-cara menggelitik dan sangat kreatif. Â Barisan suporter Semen Padang yang tergabung dalam Carito Kabau Sirah ini memanfaatkan betul kemajuan teknologi di media sosial sebagai media penunjuk eksistensi dan menunjukkan identitas mereka sebagai suporter kreatif.
Media sosial tidak hanya dijadikan sebagai ajang caci maki antar suporter oleh para Carito Kabau Sirah. Tidak hanya itu, sejumlah basis suporter juga melakukan tindakan yang sangat edukatif namun bisa juga membuat peluang ekonomi kreatif baru. Seperti Komunitas Bawah Skor Mandala yang yang fokus pada pengarsipan sejarah sepakbola nasional khususnya PSIM Yogyakarta.
Komunitas Bawah Skor Mandala bahkan tidak hanya mengarah ke edukasi soal arsip sepakbola nasional namun juga di tataran ekonomi kreatif. Di Jakarta kita sangat familiar dengan Legendary 1928. Sumbangsih dari legendary 1928 untuk pengarsipan sepakbola nasional khususnya Jakarta sudah tidak ada lagi meragukan.
Unsur edukatif sangat kental di legendary 1928, publik tidak akan pernah mengetahui soal ulasan bagaimana sepakbola jadi alat untuk bangsa ini merdeka, atau bagaimana fakta sejarah soal Lapangan Singa di pusat kota Batavia dulu.
Sinergitas dengan Bekraf
Dari sekelumit pemaparan di atas soal sepak terjang para suporter, tentu saja sudah saatnya merangkul para suporter dengan arah lebih baik dan diterima oleh para suporter itu sendiri.
"Menggandeng" suporter dengan aparat keamanan tentu saja baik untuk menjaga mereka untuk tidak bertindak vandal, namun yang juga penting ialah bagaimana mensinergiskan suporter dengan lembaga negara lain yang mengusung soal ekonomi kreatif.
Badan Ekonomi Kreatif bisa jadi jadi lembaga yang bisa melakukan itu, menggandeng di proses-proses ekonomi kreatif dan edukatif para suporter. Bekraf sendiri  dibentuk oleh Pemerintah Jokowi untuk menjadi saluran utama masyarakat yang memiliki bentuk nyata dari ekonomi kreatif. Bekraf memiliki tanggung jawab terhadap perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia.
Paparan di atas soal sepak terjang suporter sebenarnya sudah sesuai dengan visi misi Bekraf itu sendiri. Bekraf sendiri memiliki 16 subsektor dari industri kreatif yang wajib dikembangkan, beberapa di antaranya sudah dijalankan oleh para suporter di Indonesia.
Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf menyebut ke-16 subsektor ekonomi kreatif itu ialah, aplikasi dan pengembangan game, arsitektur dan desain interior, desain komunikasi visual, desain produk, fesyen, film, animasi video, fotografi, kriya (kerajinan tangan), kuliner, musik, penerbitan, periklanan, seni pertunjukan, seni rupa, televisi dan radio.
Jika ditelusuri lebih jauh, ke-16 subsektor itu sudah dijalankan oleh para supoter kita seperti soal radio misalnya, barisan suporter PSS Sleman memiliki Elja Radio, untuk desain komunikasi visual bisa terwakili dari kerja-kerja kreatif BCS dan Carito Kabau Sirah.
Untuk penerbitan, mari tengok isi arsip dari komunitas Bawah Skor Mandala dan Legendary 1928. Pun soal film, film dokumenter Jak Mania berjudul "Jakarta Is Mine" bisa mewakili.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H