Beberapa tahun lalu sebelum saya menggeluti pekerjaan tulis menulis, saya sempat bekerja sebagai tour guide di salah satu perusahaan tour and travel. Bekerja sebagai tour guide, saya makin mengenal dan mencintai kekayaan budaya negeri ini.
Salah satu budaya asli negeri ini yang begitu menyitaa perhatian saya ialah budaya dari suku Baduy. Cukup sering saya bolak balik ke Baduy Dalam dan Baduy Luar hingga berbaur serta berbincang-bincang dengan teman-teman di sana.
Suku Baduy juga pada akhirnya membuat saya diundang oleh Kompasiana untuk membukukan artikel soal suku Baduy. Bersama sejumlah kompasiner lain, artikel saya yang berjudul 'Suku Baduy di Tanah Kanekes' termuat dalam buku Jelajah Negeri Sendiri pada 2014 silam.
Setelah itu, saya cukup lama tak bersinggungan dengan kebudayaan suku Baduy. Sampai suata hari saat saya bekerja di salah satu media olahraga, saya mendapat kabar bahwa teman-teman di suku Baduy ternyata memiliki klub sepakbola bernama Baduy FC.
Mendapat kabar itu, perasaan saya bercampur aduk. Antara senang berbaur dengan rasa tanda tanya besar. Apakah mungkin klub sepakbola mendapat izin dari para tetua Baduy? Bukankah hal itu bisa melanggar hukum adat?
Andi S Trisnahadi ialah salah satu orang dibalik layar berdirinya klub Baduy FC saat saya hubungi mengatakan bahwa Baduy FC sebenarnya tak melanggar hukum adat. Andi mengakui memang sebelumnya sepakbola sempat mendapat larangan dari para tetua adat, namun ada alasan kuat mengapa dilarang,
"Klub-klub ini sering main tarkam dengan klub lain yang berasal dari desa-desa di luar Baduy. Namun negatifnya dari tarkam ini kemudian sering kejadian bentrok antara warga," kata Andi.
Andi mengatakan bahwa sebelum membuat klub sepakbola, Baduy FC, ia memang sudah cukup akrab dengan teman-teman suku Baduy. Karena kedekatan serta kepatuhan Andi pada hukum adat yang berlaku membuat idenya untuk membuat klub sepakbola tidak terlalu mendapat pro kontra di tengah masyarakat Baduy.
"Saya sudah berteman sudah cukup lama dengan orang-orang Baduy. Ada fenomena menarik di 2012 lalu saat di Baduy mulai banyak anak-anak dan pemuda Baduy yang bermain sepakbola," kata Andi.
Bahkan sebelum Baduy FC resmi berdiri April 2015 lalu, sejumlah anak muda di Baduy Luar sudah membuat klub sepakbola sendiri. "Keinginan mereka untuk bermain bola sangat kuat. Di Baduy itu, pakaian sehari-hari mereka selain Jamang Sangsang (pakaian adat suku Baduy) ialah jersey klub sepakbola," kata Andi.
Klub Baduy FC yang didirkan oleh Andi kemudian tak sekedar jadi penyalur hobi anak-anak dan pemuda Baduy, ada misi dan visi ke depan yang coba di raih oleh Baduy FC yakni bisa mentas di kompetisi sepakbola nasional.