Mohon tunggu...
Galih Prasetyo
Galih Prasetyo Mohon Tunggu... Lainnya - pembaca

literasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Rusak Lagu Anak-anak Demi Nafsu Politik Kalian !

19 September 2018   17:04 Diperbarui: 19 September 2018   17:10 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan penjelasan dari Edwin pada masa ini orang tua harus membimbing mereka untuk memahami musik atau pun bahasanya. Dari penjalasan ini saya tentu tak bisa membayangkan jika fungsi mulia dari lagu anak digunakan untuk nafsu politik para politikus baik dari kubu pro Jokowi atau pro Prabowo.

Saya juga sangat tidak sepakat jika ada pendapat yang menyebut bahwa dengan Fadli Zon dan politikus lain mengubah lirik lagu potong bebek angsa sama dengan kembali mempopulerkan lagu ini. Silahkan saja tengok ke taman-taman bermain, lagu potong bebek angsa dan lagu-lagu anak lainnya masih sering diperdengarkan.

Bahkan soal masalah mempopulerkan lagu anak-anak ini, tak butuh para politikus ini, karena di tingkatan akar rumput, anak-anak masih terbantu dengan adanya tukang odong-odong yang tiap sore selalu memutarkan lagu anak-anak.

Artikel kompasiana berjudul 'Antara Lagu Anak-anak dan Tukang Odong-odong' memaparkan bagaimana kegunaan tukang odong-odong untuk terus mempopulerkan lagu anak-anak di tingkatan akar rumput.

"Bagi saya sendiri arti Mang Dedi, sang tukang odong-odong cukup besar justru dalam khasanah musik indonesia (Jiah bahasanya ketinggian)  tepatnya dia sudah melestarikan lagu anak-anak yang sudah jarang diperdengarkan." tulis Irma Tri Handayani.

Saya juga tak memahami pendapat yang menyebut jika lagu potong bebek angsa versi politikus ini ialah sarana untuk menyampaikan kritik. Mengapa tak mengubah lagu karya Bob Marley berjudul redemption song atau mengubah lagu karya Efek Rumah Kaca berjudul Di Udara.

Tak semua jenis lagu bisa dijadikan alat atau instrumen menyampaikan kritik. Lagu reggae misalnya memang menjadi instrumen untuk menyuarakan kritik. Tempo musik yang lebih lambat, pada saatnya mendukung penyampaian pesan melalui lirik lagu yang terkait dengan tradisi religi Rastafari dan permasalahan sosial politik humanistik dan universal. Mengapa Fadli Zon cs ini tak ubah lagu reeage saja? 

Kesimpulannya, apa yang dilakukan para politikus dengan mengubah lagu potong bebek angsa menurut saya mencerminkan rendahnya kepekaan dan daya nalar mereka saat melakukan sesuatu, para politikus ini tak mempedulikan dampak, yang terpenting nafsu mereka terpuaskan. Menjijikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun