Mohon tunggu...
Galih Prasetyo
Galih Prasetyo Mohon Tunggu... Lainnya - pembaca

literasi

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Perjalanan Bibit Unggul di Lapangan Sepak Bola, Layu Sebelum Berkembang

16 September 2018   09:57 Diperbarui: 16 September 2018   19:46 1687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sonny Pike | The Guardian

Sang ayah menurut sang anak sibuk berkomunikasi dengan banyak agen iklan. Ayah bocah ini coba terus mendongkrak popularitas sang anak. "Ia (sang ayah) seperti terus mencari perhatian publik. Ia terbawa arus sisi publisitas, sementara saya terus menjadi sosok pemimpi."

Ia pun menjadi sibuk pemotretan dari satu studio iklan ke studio iklan berikutnya. Ia banyak meninggalkan tugas wajibnya, berlatih sepakbola. Di satu titik ia sadar bahwa seharusnya ia berlatih sepakbola bukan terus menggenjot popularitas yang sewaktu-waktu bisa menenggelamkannya.

Sempat bergabung ke akademi sepakbola terbaik di dunia milik Ajax Amsterdam, ia justru tak menunjukkan kemajuan. Pelatihnya di Ajax sama sekali tak meliriknya usai ia melakoni satu dua pertandingan.

Harapannya dengan bergabung ke Ajax jadi pembuka jalannya untuk dilirik oleh klub besar Eropa lainnya hancur. Ia pulang ke Inggris dengan tanpa hampa. Publik pun sudah melupakan aksinya di Stadion Wembley. Ia terpuruk.

Usianya yang belum matang untuk menerima kenyataan pahit itu sempat membuatnya gelap mata. Bunuh diri jadi solusi yang sempat ingin ia lakukan.

"Pada usia 17 tahun, saya sempat mencoba untuk bunuh diri sebanyak dua kali. Aku tidak bisa menerima kenyataan pahit ini,"

Karier sepakbola bocah ini pun hanya berkutat di klub amatir Inggris. Ia sempat tercatat Stevenage Borough, Barnet, Enfield, Waltham Forest dan Dryburgh Saints. Media dan agen iklan menarik diri dari kehidupannya. Ia kembali ke dirinya sebelum beraksi di Stadion Wembley, bukan siapa-siapa.

Tak mau terus larut dalam kegagalan, setelah menikah dan memiliki dua putri cantik, ia memilih untuk menutup sepakbola dari lembaran kisah hidupnya.

"Kesedihan terbesar saya ialah terbuang dari lapangan hijau. Bakat saya terkalahkan oleh publisitas yang tak terkontrol. Ini memang konsekuensi pahit dari sepakbola," kenang Sonny Pike.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun