Mendekati masa Pilpres 2019, kondisi perpolitikan di negeri ini terus menghangat. Apalagi jika kita menengok kondisi sosial media, terasa sangat gaduh. Kedua kubu saling melontarkan banyak kritik, sindiran, hingga nyinyiran.
Tidak hanya dari massa akar rumput alias tim hura-hura pasangan kedua kubu, saling lempar kritik dan nyinyiran juga dilakukan oleh para intelektual masin-masing kubu. Selalu ada saja bahan yang membuat kedua kubu saling adu argumen di ranah sosial media.
Bahkan para pembantu Presiden RI, Jokowi juga ikut-ikutan di ranah adu argumen dengan kubu Prabowo. Tengok saja tweet war ala Menteri Susi Pujiastuti dengan Fadli Zon misalnya. Namun untuk kasus Bu Menteri dengan Fadli Zon itu saya masih sedikit mewajarkannya, pasalnya hal tersebut menjadi ranah Bu Menteri untuk bersuara dengan kebijakannya yang dikritik oleh politisi Partai Gerindra tersebut.
Nah yang membuat saya aneh ialah saat melihat Twitter dari Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, @imam_nahrawi. Ada sedikit tanya tanya besar di benak saya terkait sejumlah postingan like dari akun Menpora tersebut. Salah satunya ialah postingan like dari @imam_nahrawi tertanggal 07 September 2018.
Akun Twitter pak Menteri itu me-like sebuah tweet dari akun @joxzin_jogja. Tweet tersebut ialah foto dari Prabowo Subianto saat mengunjungi Masjid Syaichona Cholil di Bangkalan, Madura. Dalam captionnya, akun @joxzin_jogja menuliskan,
"Kelakuan capres begini kok kalian bela pakai ayat. Kelakuan capres begini kok kalian anggap sbg pilihan umat Islam. Ini foto @prabowo di Bangkalan, Madura yg menerabas batas suci Masjid Syaichona Cholil"
Bagi saya postingan like akun Twitter Pak Menteri itu terasa sangat janggal, pasalnya jika melihat kolom komentar tweet tersebut, kita bakal menemukan perdebatan antar kedua kubu yang tak enak untuk dibaca.
Jika kubu Jokowi selama ini selalu keberatan dengan postingan-postingan serupa itu yang dilancarkan oleh kubu Prabowo, lantas mengapa kubu Jokowi juga melakukan hal serupa.
Meski hal tersebut menjadi hak untuk Pak Menteri me-like atau me-retweet, namun yang saya garisbawahi ialah soal bagaimana menjaga kondisi negeri ini yang terasa sangat gersang dan tandus mendekati masa Pilpres 2019.
Bagi saya, sebagai seorang pejabat publik tentu sangat disayangkan jika Pak Menteri ikut dalam pusaran perdebatan tak menyehatkan ini. Meski maksud dari tweet tersebut ialah informasi namun bukankah Pak Menteri juga harus bijak untuk memilah. Dibutuhkan peran pejabat publik yang lebih bijak men-share informasi di sosial media di tengah kondisi gaduhnya Indonesia saat ini.
Saya bukan bermaksud membela Prabowo Subianto terkait foto tersebut yang jika kita perhatikan dengan seksama memang ada kesalahan yang dilakukan mantan Danjen Kopassus tersebut dengan menginjak batas suci masjid menggunakan sandal. Di titik itu biarlah hal tersebut menjadi perdebatan antar mereka yang lebih paham soal ilmu agama.
Namun jika postingan tersebut pada ujungnya hanya menimbukan kegaduhan dan debat tak berujung antar massa kedua kubu seperti yang terlihat di kolom komentar tweet tersebut, ada baiknya hal tersebut tidak dilakukan akun sosial media para pejabat publik.
Bukankah sebagai seorang Menpora masih banyak hal yang bisa ia like di Twitter semisal kegaduhan suporter Tanah Air terkait rangkap jabatan Ketum PSSI, Edy Rahmayadi. Pak Menteri tentu bisa melihat bagaimana suporter Indonesia begitu gerah dengan kelakukan Edy Rahmayadi yang tetap mempertahankan jabatannya sebagai ketum PSSI meski sudah dilantik sebagai Gubernur Sumatera Utara.
Apalagi di kalngan suporter, tersiar rumor bahwa dengan rangkap jabatan Edy Rahmayadi bisa membuat sepakbola Indonesia di sanksi oleh FIFA. Bukankah hal-hal tersebut menjadi ranah kerja dari Menpora? Bukankah lebih bijak jika Pak Menteri me-like postingan atau me-retweet soal rumor ini biar tidak terjadi kegaduhan di sepakbola seperti di politik.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H