''Kenapa bisa lupa?'' tanya netizen.
''Tapi nggak semuanya lupa kan, Mas?'' tanya Mbah Sipon yang juga ikutan penasaran.
Rata-rata anak muda sekarang memang seperti itu, mereka gengsi, malu, dan malas untuk belajar. Entah itu belajar budaya jawa, belajar bahasa jawa , mendalang, menari, gamelan, dan lain sebagainya. Sekedar mendengarkan gending jawa atau lagu jawa pun dibilang katrok atau ndeso.
''Kenapa bisa begitu?''
Lagi-lagi ini kemajuan jaman, Sobat. Budaya sendiri semakin ditinggalkan dan mulai dilupakan, terganti dengan tehnologi smartphone canggih. Semua orang maunya yang praktis, instan, dan mudah untuk bergaul. Padahal kalau dipikir-pikir nilai seninya di mana?
Orang-orang Bule berbondong-bondong pergi ke pulau Jawa hanya untuk belajar budaya jawa. Mereka bangga dan sangat antusias mempelajari tarian jawa, gending jawa, huruf jawa, mendalang, dan mempelajari budaya jawa lainnya.Â
Lalu, kenapa kita sebagai orang jawa asli malah merasa malu dan enggan untuk mempelajarinya? Sebagai contoh kecil, kemarin sore aku nyetel instrument gendang rancak, ternyata banyak sekali yang protes. Dan lucunya yang protes itu justru orang jawa sendiri.
''Dasar orang kampung! Ini Jakarta, Mas! Nggak berubah dari dulu. Yang gaul dong lagunya!''
Mendengar sindiran seperti itu aku jadi tersenyum dan bengong sendiri. Orang pergi merantau bukannya semakin benar tapi malah semakin ngawur. Dari kampung sopan banget, beberapa bulan kemudian penampilan jadi berubah 100%. Pakai anting ala rockers, celana robek-robek, ditambah tatto batik disekujur badan.
Yang cewek pun juga nggak mau kalah, dari kampung sopan banget, suaranya lembut selembut lapis legit dari bogor. Beberapa bulan kemudian penampilan jadi berubah 100%. Pakai rok mini, celana gemes, rambut disemir pirang, bedak tebel, lipstik menor, gigi kawat, kalau ngomong lu gue lu gue.
Pergi merantau ke kota niatnya ingin merubah nasib, pengin urip mulyo koyo kanca-kancane. Tapi duite entek terus dinggo foya-foya, online, shoping, jajan sing enak-enak karo seneng-seneng karo kanca-kancane. Ora ono seminggu gajine wes entek. Akhirnya bingung sendiri, bingung nggagas duite entek dinggo tuku opo wae.
Banjur sambat, ''Cobo duite tak celengi, mesthi aku ora bakalan susah koyo sak iki.''
Mental yang perlu dibenahi itu, ketika punya uang sedikit tapi gayanya sok mewah. Kemudian posting makan makanan mewah, barang-barang mahal, dan lain sebagainya. Setelah gaji habis kebingungan sendiri, lalu mencari uang pinjaman ke sana ke mari. Itu namanya mempersulit diri sendiri.
Pergi jauh merantau meninggalkan kampung halaman dengan gaji pas-pasan, harusnya uangnya di simpan untuk ditabung. Bukan malah gaya-gayaan hura-hura nggak jelas. Lupa kalau Bapak Ibu dan keluarga di desa hidupnya masih sengsara. Lupa kalau dirinya anake wong ora ndue.
Bener ngendikone simbah, getun kui tibo mburine, kecewa itu jatuhnya belakangan. Yen pas butuh duit baru sadar, ternyata wes ora nduwe bondho opo-opo. Arep golek utangan isin, soale utange sing wingi urung disaur. Yen wes ngono isane yo gur nyengir, karo thingak thinguk koyo enthung, banjur sambat ngalor ngidul.
''Duh gustii ... urip pisan kok yo nelongsone koyo ngene!'' ( salae sopo urak-urakan )
Opomeneh yen wayahe nyedaki hari raya idul fitri. Pengin mudik menyang ndeso koyo kanca-kancane, nanging duite pas-pasan, gur cukup dinggo tuku tiket mangkat muleh. Kepeksane nekat-nekatan dinggo muleh.
Jam limo sore mangkat lungo mudik, numpak bis ekonomi ac, tekan ngomah wancine subuh, banjur bablas mapan turu. Sak durunge turu pesen karo Simbokmu, ''Mbok, ngko tukokno jajanan pasar dinggo sarapan?'' .
Tangi turu urung kambon banyu, urung sikatan, kowe wes silo methekel ngadep jajanan pasar pesenanmu. Opo wae sing ono pasar dituku, ono mendoan, tahu isi, gethuk, onde-onde, gendar pecel, sego jangan karo es dawet segelas gede.
Bar sarapan wetengmu warek, hawane ngantuk, arep mapan turu ora iso, sebabpe ijik ono tamu.
Batinku, opo goro-goro wetengmu kewaregken, ilatmu dadi kaku babar blass ora iso ngomong jowo! Dijak ngendiko wongtuo jawabe malah elu gue, dijawab nganggo boso gaulmu. Blass ora sopan! SGM ( salah gaul men )
*
Sobat netizen, gimana ceritaku pagi ini? Lumayan ngeselin kan? Cerita yang dialami anak muda masa kini. Di jaman yang serba modern ini bukannya membuat mereka semakin pintar, tapi malah banyak yang salah jalan.
Menjadi anak gaul itu boleh, dan nggak ada yang melarang. Tapi alangkah baiknya kalau bisa menjadi anak gaul yang bisa menempatkan diri dalam bergaul. Artinya bisa membedakan, bagaimana caranya berbicara dengan orang yang lebih tua.
Coretan sederhana ini hanya sekedar untuk intropeksi diri saja. Sebagai wong jowo mbok yo inget jowone, inget asal usulmu, inget anggah ungguh, inget toto kromo lan sopan santun.
"Sebelum meminum air selalu ingatlah sumbernya dari mana''
Jangan lantas menyalahkan budaya barat, budaya yang katanya mulai merusak generasi kita. Nggak perlu kita saling menyalahkan, semuanya kembali kepada diri kita masing-masing, bagaimana caranya kita menempatkan diri dalam bergaul.
- Oleh : Satrio Damar Setiadji
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H