Mohon tunggu...
Fatih Tiktin
Fatih Tiktin Mohon Tunggu... profesional -

TIKTIN 2000, terusir Getar Sastra Kota batu Malang era '91, \r\n"Hello teman2, dimana kalian !" \r\nDan esjeka '95-an masih suka menulis APASAJALAH...., nitip-nitip diri di dunia Perbukuan dan Pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Budaya Pasturisme dalam Islam?

5 April 2012   04:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:01 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di dalam ajaran agama Islam tidak ada istilah Pastur ---maaf untuk yang kristiani, tidak maksud menciderai pergaulan antar agama---, akan tetapi dalam perkembangan dzikir dan perilaku kultur Islam ada intrik-intrik ke arah pola hidup pasturisme.  Pasturisme yang dimaksud dalam wacana islam adalah seseorang yang enggan kawin, dan atau perilaku hidup yang terlalu condong terhadap kepentingan ukhrawi dan menganggap tercela urusan duniawi. Rasulullah Saw menegaskan bahwa di dalam islam tidak ada pastur.
Rupanya peran agama bagi manusia di dunia ini telah dikalahkan oleh imitasi hidup. Agama bertugas mengembalikan manusia ke jalan Tuhannya pada setiap periode, sejak periode Nabi Adam as sampai nabi Muhammad saw. Dan kajian history menunjukkan selama ini agama slalu dikalahkan oleh peradaban hidup manusia itu sendiri, baik melalui pintu nafsu manusia itu sendiri atau gaya hidup. Dan agama selalu menjadi kambing hitam. Atas nama agama, banyak orang  saling menghancurkan antar sesama, atau menyesatkan yang lain dan membenarkan dirinya sendiri. Sekali lagi, agama menjadi kambing hitam, dan bukan sebagai way of life bagi masing-masing hidup kelompok masyarakat atau indifidu. Islam sebagai agama, yang nyaris dijauhi oleh umatnya, dan mereka (kita.....he...he...he...) lebih memilih idiologi dan konsep lain sesuai tafsirnya sendiri, dan konsep agama kadang hanya dianggap perlu ketika menjalankan shalat atau zakat saja. Misal dalam dunia bisnis, bagi pebisnis muslim cenderung lebih dominan “permainan dan hukum bisnis” di pasar daripada etika ajaran agama Islam tentang bisnis (muamalah). Yang paling fatal adalah idiologi itu sendiri, sudah berani ditafsirkan sesuai keinginan nafsunya (faktor manusia-nya) daripada faktor wahyu (Al Qur’an hadits), sehingga kesan agama (hidup beragama) lahir dari pemikiran dan tafsirnya sendiri. Apa yang terpikirkan, itulah yang benar ! Padahal sangat jauh dan jauh !
Faktor idiologi yang saya maksud misalnya, etika dzikir atau majelis dzikir ; sekelompok saudara kita yang menekuni dunia “majelis dzikir” melalui majelis atau thariqoh --- maaf--- kadang terlalu berlebihan, dan kurang memperhatikan makna perilaku agama yang harus seimbang antara kepentingan dunia dan akherat (lihat doa sapu jagad). Terlalu asyik, mabuk, atau bernikmat-nikmat dalam ladzatudz dzikri sering menyapu habis akal-akal muslim muslimah, sehingga pekerjaannya hanya dzikir dan dzikir, sementara urusan dunia di anggap kurang penting.  Pernah Rasulullah Saw pada waktu Abu Dzar Al Ghifari ra. (kalau tidak salah) dan teman-teman, para istri mereka demo kepada rasulullah Saw, dan melaporkan bahwa suami mereka tidak mengurusi istri dan anak-anak di rumah. Kemudian Rasulullah Saw memanggil dan menasehati mereka.
Demikian juga kaum muslim muslimah yang jauh dari dzikir, terlalu dominan dalam kesibukan akliyah, misal pekerjaan, tugas, amanah, profesuinalitas, dan agama hanya dijadikan kebutuhan biasa.
Dua faktor ini yang saya maksud, bahwa di dalam Islam ada pasturisme, yakni perilaku hidup hanya mementingkan akherat saja dan menganggap cela urusan dunia. Yang bijaksana adalah kembali pada konsep awal, yakni rana keseimbangan urusan dunia dan akherat. Melakukan aktifitas duniawiyah seolah-olah hidup selamanya, dan ketika memasuki rana ukhrawiyah (beribadah) seolah-olah mati besok, dan keduanya dimotori dengan cara yang seimbang.
Maaf...., agak sedikit “melangit..., sok...., dan sombong,” tapi gk pa2, lah ! itung-itung ada kerinduan yang mendalam ke arah samudrah ilahiyat

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun