Indonesia harus segera bangkit sadar diri, kosentrasi ke ekonomi rakyat, bukan ke politik. Pemerintah harus membangunkan pikiran, bahwa ekonomi kita sudah menjadi kodok, yang sebentar lagi mau mati, sementara politik itu tidak akan mati, bahkan ia juga berperan seperti air dalam panci.
Politik tidak akan susah, makan minum fasilitas semua ada, bukan hanya berlebihan, tetapi berlimpah, sementara rakyat susah makan susah minum fasilitas jauh dari harapan, bukan hanya kekurangan, tetapi sudah tidak punya.
Rakyat tidak meminta susah, juga tidak memilih susah, tetapi banyak faktor yang mengantar rakyat menjadi susah. Satu-satunya harapan di dunia ini untuk menolong, ya cuma negara.
Lalu, masakah rakyat Indonesia harus meminta tolong ke negara orang?
SOLUSI SATU-SATUNYA
Pemerintah harus mengambil langkah yang mampu memulihkan Indonesia. Sementara akses ke pemerintah lebih berfungsi adalah pers, maka pers boleh mengingatkan pemerintah untuk bekerja demi ekonomi rakyat, bukan untuk semakin menjulangkan politik.
Ekonomi Indonesia itu yang terutama, sebab rakyat tidak makan politik tapi makan nasi. Pula apakah pemerintah paham bahwa rakyat diberi makan nasi oleh orang lain, bukannya makan nasi bikin sendiri?
Rakyat petani yang punya sawah masih bisa makan nasi buatan sendiri, kalau 200 juta rakyat yang lain? Siapa yang beri makan? Itu sebabnya US$ merebus IDR diam-diam tanpa pemerintah sadari.
IDR harus sesegeranya dikeluarkan dari panci, percuma api dipadamkan bila IDR masih terjebak di air panas. “Mumpung” IDR baru Rp 13.300. masih ada harapan IDR kembali ke 9.000 dalam 12 bulan kedepan.
Jalan satu-satunya, cuma satu-satunya saat ini, cepat dan tepat, pemerintah harus berani merogoh IDR dari air panas, mengeluarkan IDR dari gemulai US$.
Pemerintah kembalikan BBM Premium ke Rp 6.500 per liter, dan 1 januari 2017, mensahkan Premium hanya untuk niaga.