Indonesia merupakan suatu wilayah geografis yang memiliki banyak gunungapi. Kondisi geologi nya memungkinkan wilayah ini memiliki rangkaian gunungapi yang tersebar dari Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, hingga kepulauan Maluku dan Sulawesi Utara.
Umumnya gunungapi di Indonesia bertipe stratovolcano, yang berarti bahwa tubuh gunungnya tersusun oleh perulangan material letusan baik berupa aliran lava, aliran piroklastik (awan panas atau whedus gembel) dan jatuhan abu vulkanik atau jatuhan piroklastik.
Aliran piroklastik sendiri merupakan suatu masa aliran yang terbentuk sebagai produk utama dalam periode erupsi gunungapi, aliran masa nya dapat mengalir dari puncak gunungapi dalam periode erupsi sebagai akibat runtuhan kubah lava (awan panas guguran) atau dapat juga terjadi bersamaan saat terjadinya erupsi sebagai akibat gravitasi dan dinamika densitas massa (awan panas letusan). Oleh karena nya aliran piroklastik atau awan panas ini dikategorikan sebagai bahaya primer dari bencana erupsi letusan gunungapi.
Bagaimana dengan Gunung Semeru?
Gunung Semeru merupakan gunungapi aktif yang tertinggi di Pulau Jawa. Gunung yang terletak di Kabupaten Lumajang ini memiliki ketinggian puncak mencapai 3676 mdpl. PVMBG, KESDM memasukan gunung ini sebagai gunungapi yang tergolong kedalam gunungapi aktif tipe A yang berarti bahwa aktivitas erupsi nya telah tercatat sejak tahun 1600 dan masih menunjukan kegiatan vulkanisme nya hingga kini. Mengenai standar tahun 1600 ini diyakini bahwa para peneliti geologi Belanda yang melakukan penelitian mengenai gunungapi di Indonesia mulai melakukan pencatatan aktivitas kegiatan gunungberapi  dimulai pada tahun tersebut semenjak mereka menginjakan kaki di Nusantara.
Sebelum kita memulai mengenai sejarah awan panas nya, sebaiknya kita mengenal terlebih dahulu kondisi geologi dan struktur geologi gunung semeru, supaya kita mendapatkan gambaran secara umum mengenai perjalanan gunung semeru dalam membentuk kerucut tubuh gunungnya.
Mengutip dari Sutawidjaja (1996), bentuk kerucut Gunungapi Semeru, pada ketinggian 800 mdpl hingga pada bagian puncak didominasi oleh lapisan tephra yang
tebal, bersifat andesitis, berumur holosen dengan volume perkiraan nya mencapai 60 km3, kemudian pada bagian 400-800 mdpl merupakan bagian kipas gunungapi yang tersusun atas
perselingan material vulkanoklastik dan bagian pedataran berada pada 400 mdpl. Volume
kerucutnya yang tertutup oleh tephra yang tebal diperkirakan mencapai 60 km3 dengan komposisi
andesitik berumur holosen. Oh ya sahabat, tephra merupakan material jatuhan piroklastik atau jatuhan abu vulkanik oleh proses letusan gunungapi yang sifatnya tidak kompak, kipas gunungapi merupakan suatu bentukan bentangan morfologi dari kerucut gunungapi yang berada pada bagian lereng hingga kearah bagian kaki dari kerucut gunungapinya.
Sahabat, struktur geologi yang berkembang pada suatu kompleks gunungapi merupakan hal yang penting untuk dipahami dalam hubungannya dengan aktivitas vulkanisme gunung tersebut. Struktur geologi atau patahan dapat menjadi jalur bagi magma untuk masuk kedalam kantong atau dapur magma dari suatu gunungapi, sedangkan strukur pada puncak gunungapinya dapat mengontrol perpindahan aktivitas kawah dan juga mengontrol morfologi puncak sehingga perubahan pada morfologi suatu puncak gunungapi tentunya akan berpengaruh pada perubahan arah dari aliran piroklastik dan aliran lava.
Sejarah Aliran Piroklastik Gunung Semeru
Mengutip Thouret (2007), Solikhin (2012), dan volcano.si.edu , sepanjang periode erupsi Gunungapi Semeru sejak 1913 aliran piroklastik dan guguran lavanya mendominasi ke arah tenggara dan selatan yang dikontrol oleh bukaan Kawah Jonggring Seloko. Dan tiga sungai utama yang terhubung langsung dan menjadi daerah endapan material piroklastiknya yaitu Besuk Kembar, Besuk Bang dan Besuk Kobokan.
Juni 1913-Juni 1913 pusat letusan di Kawah Jonggring Seloko