Senin siang (14/11) saya kebetulan berada di seputaran Mahkamah Agung. Saya menunggu teman dalam kaitannya dengan sebuah urusan di gedung MA. Saat menunggu di depan, saya melihat ratusan masyarakat turun dari bis yang kemudian saya ketahui merupakan petani yang mengaku dari Rembang dan Pati, Jawa Tengah. Kebetulan saya dari Pati dan tertarik untuk memperhatikan kedatangan mereka. Sebagian dari mereka bahkan sempat saya ajak ngobrol sebentar.
Ternyata mereka berniat menggelar aksi terkait permasalahan pembangunan semen yang terjadi di Kendeng di Mahkamah Agung, Rembang Jawa Tengah. Aksi massa tersebut mengatasnamakan Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK).
Mereka menyerukan penolakan izin pendirian pabrik semen milik BUMN PT Semen Indonesia di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Gerakan massa tersebut akhir-akhir ini mampu mengambil perhatian masyarakat luas.
Saya cukup mengikuti perkembangan demo yang mengaku 'Kartini Kendeng' ini dari media sosial. Salah satu media besar nasional terlihat juga berpihak pada para pendemo. Katanya, sehabis dari MA mereka akan berdemonstrasi di depan Istana Merdeka seperti dulu.
Menurut saya, terlepas dari suara rakyat yang hendak mereka suarakan. Ada sejumlah pertanyaan yang menggelitik saya. Rakyat Indonesia mendemo keberadaan usaha milik negara yang sebenarnya bertujuan ingin mensejahterakan rakyat itu sendiri.
Sebagai Badan Usaha Milik Negara, Semen Indonesia berusaha untuk melakukan pembangunan nasional, terutama di daerah Rembang. Penulis yakin bahwa dengan berdirinya pabrik semen, maka keadaan sosial-ekonomi masyarakat Rembang, khususnya yang berada di sekitar area pembangunan pabrik akan mendapatkan manfaatnya. Saya kebetulan asli Pati, tetangganya Rembang, dan Kabupaten Rembang seingat saya adalah salah satu kabupaten tertinggal di Propinsi Jawa Tengah. Justru dari info yang saya dapatkan, dukungan terhadap pembangunan semen juga meraih antusias tinggi oleh masyarakat (asli) Rembang.
Menurut saya terdapat beberapa keganjilan atas aktivitas demonstrasi yang memobilisasi sejumlah perempuan tersebut. Sata melihat jelas betul bahwa adanya provokasi yang dilakukan oleh sejumlah orang terhadap peserta demo, ibu-ibu, untuk melakukan aksi di depan gedung MA tadi. Salah satu bentuk provokasi tersebut adalah menggunakan klaim nama dan kepentingan warga Rembang sekitar Pabrik yang dilakukan oleh “orang luar” Rembang. Terlihat sekali kalau justru peserta demo bukan berasal dari Rembang, kebanyakan dari Pati, daerah saya sendiri.
Karena tertarik, sesampainya di kantor saya kemudian sempat membuka google. Dan mendapatkan pernyataan dari tim pembela warga yang juga mengaku tinggal di sekitar pabrik Semen Indonesia di Rembang, bernama Achmad Michdan. Ia beserta teman-temannya melihat adanya indikasi kebohongan dari pihak luar yang berusaha untuk melakukan kebohongan secara sistematis, dimulai dari pengumpulan bukti-bukti kepada MA hingga informasi-informasi yang disampaikan kepada publik.
Saya memahami yang dirasakan Mas Achmad ini karena memang demo-demo rakyat kerap digunakan hanya untuk permainam politik elite yang lebih tinggi dengan kepentingannya sendiri. Lihat saja demo anti Ahok sebagai misal, konon kata Presiden Jokowi ada yang 'menunggangi'.
Oleh karena itu, diharapkan publik khususnya media massa untuk bijaksana dalam melihat permasalahan yang ada di lapangan. Terutama dalam menghindari penyebaran informasi yang berisi kebohongan yang disebarkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Rembang harus dibangun menjadi daerah yang tidak tertinggal lagi, bahkan menjadi daerah unggul. Rembang harus membangun daerahnya untuk membangun kesejahteraan masyarakatnya. Saya yakin, kehadiran Semen Indonesia di Rembang insha Allah akan membawa perubahan yang positif. Sebagai perusahaan nasional, saya yakin BUMN ini mampu bertangung jawab dan bekerja sesuai prinsip kehati-hatian terkait kebersihan lingkungan dan keberlanjutan masyarakat pertanian yang berada di sekitar pabrik. Bagaimanapun, kepentingan nasional dan kesejahteraan rakyat harus selalu menjadi utama dan diutamakan. Wuollohu 'alam bishawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H