8 SEPTEMBER 2020, JAKARTA – Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menginisiasi pembentukan Indonesia Blue Carbon Strategy Framework (IBCSF) sebagai upaya mengoptimalkan lahan mangrove seluas 3,1 juta hectare (ha) dan 3 juta ha luas padang lamun di seluruh Indonesia.
“Tujuan inisiasi IBCSF untuk mengarusutamakan berbagai inisiatif dan rencana terkait blue carbon dalam skema perencanaan pembangunan Indonesia khususnya di bidang ekosistem pesisir dan lautan,” ujar Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Kementerian PPN/Bappenas Arifin Rudiyanto pada acara National Blue Carbon Workshop yang dilaksanakan secara luring (offline) dan daring (online) bertajuk “Blue Carbon Ekosistem: Tantangan dan Peluang.” Kegiatan secara luring bertempat di Hotel Fairmont Jakarta, Selasa (08/10/2020).
Melalui kegiatan itu, pihaknya berharap dapat menghimpun masukan dari pemerintah dan pemangku kepentingan daerah terkait implementasi blue carbon, tantangan serta dukungan yang dibutuhkan dari pemerintah pusat. Ekosistem pesisir terutama mangrove, padang lamun dan kawasan rawa payau merupakan ekosistem penyerap serta penyimpan karbon alami dalam jumlah besar dan dalam waktu yang lama (ekosistem blue carbon).
“Masukan yang selaras dengan arah pembangunan rendah karbon dalam RPJMN 2020-2024 akan dihimpun dan dirumuskan untuk dibahas lebih lanjut dalam kegiatan High-level policy dialogue. Dengan luasan tersebut, ekosistem blue carbon Indonesia dapat menyimpan hingga 17% dari cadangan blue carbon dunia. Sehingga memiliki peranan yang sangat penting dalam mengurangi perubahan iklim,” jelas Rudianto.
Direktur Kelautan dan Perikanan Bappenas Sri Yanti menuturkan, upaya komprehensif adaptasi dan mitigasi berbasis blue carbon diharapkan dapat menjadi salah satu strategi untuk memenuhi target Nationally Determined Contributions (NDC) di tahun 2030.
“NDC itu merupakan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) Indonesia tahun 2030. Targetnya mengurangi emisi sebesar 29% dengan upaya sendiri, dan mencapai 41% jika ada dukungan internasional dari kondisi tanpa ada aksi (business as usual) tahun 2030,” jelas Yanti.
“Awal 2019, Rancangan Teknokratik RPJMN 2020-2024 telah selesai disusun dan unsur blue carbon tersirat di dalam Program Prioritas Pembangunan Rendah Karban dengan kegiatan prioritasnya adalah inventarisasi dan rehabilitasi,” ungkap Yanti menambahkan.
Upaya Kolaborasi