Mohon tunggu...
Muhamad Rifki Maulana
Muhamad Rifki Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Just write

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Menganalogikan Album Arctic Monkeys dengan Sutradara Film

23 Oktober 2022   10:23 Diperbarui: 23 Oktober 2022   10:41 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Musik. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Album The Car-nya Arctic Monkeys (AM) baru saja rilis dan tentunya pasti banyak pro-kontra setiap sebuah album baru diluncurkan.  Pro-Kontra itu  hal yang lumrah apalagi jika itu menyangkut dengan band yang sudah malang melintang seperti Arctic Monkeys. 

Sekilas saya melihat cuitan yang mengatakan "ini bukan arctic monkeys banget", "duh aneh deh yang sekarang", "apaan banget sih ini". Namun tidak sedikit juga saya menemukan review "wah musiknya makin mewah", "enak banget lebih megah dan santai", "musikalitas alex turner dkk semakin mantap".

Sekali lagi, kedua arus komen tersebut adalah wajar dan lumrah, namun kali ini saya lebih ingin mencoba menganalogikan album the car dan beberapa album Arctic Monkeys ini dengan sutradara film karena setelah dicocoklogi sepertinya kok ya cocok.

1. The Car (2022) a.k.a Wes Anderson's Film

Saya termasuk golongan kedua yang menganggap album AM kali ini mewah, cinematic, slowburn, rapi dan fully atention to detail.

Pertama kali mendengarkan dua single yang dirilis duluan di album ini: "Body Paint" dan "There'd Better Be a Mirrorball" adalah hal yang cukup sulit karena butuh waktu untuk mencerna. Tapi setelah diulang setidaknya tiga kali, kenikmatannya sudah mulai terasa. 

Album ini seperti menyalahi hukum gosen karena setiap kali didengarkan lagu-lagu di album ini bukannya membuat bosan malah membuat kemewahannya semakin terasa. Ini sama halnya dengan pengalaman saya menonton film Wes Anderson. 

Butuh waktu untuk saya memahami The Grand Budapest, Rushmore, dan Royal Tennenbaums tapi ketika sudah cukup berkonsentrasi dan dilakukan pengulangan, kenikmatannya akan lebih terasa. 

Detail-detail simetris yang diberikan di Wes Anderson juga mirip detail-detail bebunyian yang dituangkan alex turner pada album ini. Buat saya  "There'd Better Be a Mirrorball"  bisa dinobatkan sebagai the most repeated song saya di tahun ini.

2. AM (2013) a.ka. Christopher Nolan's Film

Masih terekam dengan jelas di ingatan saya ketika album AM ini diluncurkan di tahun 2013, banyak orang tersentak dengan twist karakter AM yang lebih perlente dan flamboyan. 

Hal ini semakin terkonfirmasi dengan penampilan Turner yang lebih don juan dibandingkan sebelumnya. Lagu-lagu di album ini juga dengan cepat meledak seperti "Do I Wanna Know", "Why'd you only call me when you high", dan "Arabella". 

Kalau saya boleh berpendapat, saya merasa album ini adalah album paling populernya AM dan ini juga terkonfirmasi dari rekap penjualan albumnya yang merupakan terbanyak dibandingkan album-album lainnya. 

Pengalaman saya mendengarkan album ini persis ketika saya menonton The Dark Knight dan Inception-nya Christopher Nolan. Blockbuster, top class, populer, flamboyan, dan sudah pasti banyak juga yang menggemarinya.

3.  Whatever People Say I Am That's What I'm Not (2006) a.k.a Quentin Tarantinon's Film

Ini adalah album favorit saya, begitupun dengan Quentin sebagai sutradara. Album ini terasa sangat orisinil, bergairah, meledak-ledak tapi tetap teratur, dan sangat raw. 

Barisan lagu "I Bet You Lok Good..." "When the Sun Goes Down" "From the Ritz.." adalah barisan lagu galak tapi tetap teratur. Di sisi lain, di album ini juga hadir lagu "Mardy Bum" dan "Certain Romance" yang memberikan waktu untuk beristirahat dengan nyaman. 

Sama seperti filmnya tarantino, yang beberapa part pasti diisi dengan scene intens, gore, dan meledak-ledak namun di satu sisi diisi dengan scene yang sangat calm dan peaceful. 

Kita coba ambil contoh dalam film pulp fiction, kita pasti tidak lupa bagaimana scene Samuel L Jackson membaca dengan 'lantang' namun beberapa setelahnya kita juga menonton scene Bruce Willis yang sangat 'menenangkan'.

4.  Favourite Worst Nightmare (2007) a.k.a David Fincher's Film

Gelap. Satu kata ini mungkin cocok untuk menggambarkan album ini dan filmnya David Fincher. Saya masih heran kenapa Alex Turner bisa menulis lagu seperti "Do me a favour" "505" di dalam album ini, kelam tapi ya seperti biasa: enak didengar dan diulang-ulang. Ini sama halnya dengan David Fincher, bagaimana dia bisa menciptakan film seperti "Se7En" "Fight Club" "Gone Girl". 

Ngeri-ngeri sedap dilihat tapi jutaan penonton rela menghabiskan waktunya untuk menonton film tersebut. Andai saya boleh meminta, lagu "Crying Lighting" harusnya dimasukan di album ini saja biar semakin lengkap ke'gelap'annya.

Sekian dan terima kasih analisa cocoklogi awam saya.
Selamat mendengarkan album terbaru AM!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun