Mohon tunggu...
Muhamad Rifki Maulana
Muhamad Rifki Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Just write

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hubungan Sedekah dengan Orang Tua dan Ekonomi

3 Juni 2017   15:24 Diperbarui: 3 Juni 2017   15:49 6344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://life.idntimes.com

Di era kebebasan berpendapat yang begitu lebar sekarang ini, terutama di dunia maya, sebenarnya saya merasa banyak orang (termasuk saya) lebih takut beropini ataupun berpendapat karena berseliwerannya “polisi moral” yang kapan saja siap menilang anda ketika melintas diluar batas kecepatan. Oia, apa batas kecepatannya ada ukuran? jelas tidak ada, serba subjektif tidak ada standarisasi tergantung “polisi” masing masing, Namun ada satu kesamaan “harus searah”, kalau lawan arah, anda akan dihukum keras!

Namun menurut saya, sedikit pengalaman saya tentang sedekah ini harus dibagikan karena saya merasa cukup bermanfaat atau setidaknya bisa mengisi waktu menunggu buka puasa tidak dengan kedongkolan. Sebenernya sudah dari lama saya ingin menulis ini, namun dengan menimbang-nimbang kepentingannya saya rasa baru sekarang tulisan ini perlu untuk ditulis, jadi langsung mulai saja.

—————————————————————————————————————-

Juli 2015, saya mendapat teguran dari Allah SWT. Waktu itu hanya satu hari menuju bulan ramadhan, saya dihipnotis uang saya hilang dalam jumlah yang cukup besar kala itu. Uang yang saya tabung dari semenjak saya mulai bekerja. Saya pongah, mengapa sebodoh itu saya bisa sampai dihipnotis. Saya terus mengutuki diri saya sendiri sepanjang perjlaanan jakarta menuju bogor. Yang lebih membuat saya mengutuk keadaan adalah dua hari sebelum saya dihipnotis, saya memberikan sedekah kepada pemungut sampah malam hari di pinggiran kota bogor dengan jumlah yang menurut saya lumayan. Namun apa yang saya dapatkan? Kehilangan sejumlah uang yang jauh lebih besar beberapa hari setelahnya.

Hari berganti hari, saya hanya percaya kalau saya harus segera bangkit dan memulai hidup lagi untuk menutupi lubang yang dibuat oleh peristiwa hipnotis tadi. Saya mulai berjualan dan pada akhirnya alhamdulillah sesudah ramadhan saya mendapat pekerjaan di tempat lain yang cukup membuat saya kembali ke titik awal saya bahkan mengangkat saya ke titik yang lebih tinggi dari sebelumnya. Ya, saya percaya tuhan tidak pernah ingkar janji, sepahit apapun pasti ada pemanis di akhirnya. Kepada prinsip ini saya selalu berpegang, karena kalau tanpa pegangan ini saya akan limbung jauh keluar jalur. 

Namun poinnya bukan itu, poinnya di sedekah.

Jadi beberapa bulan setelah kejadian itu, tidak sengaja ketika saya sedang membaca al quran dengan artinya Allah Swt memperlihatkan jawaban atas kegundahan saya atas manfaat sedekah. Pada Al-Baqarah ayat 215, dijelaskan sebagai berikut:  Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan”. Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya “

Dari situ saya sadar kalau saya selama ini mempunyai pemikiran yang harus diperbaiki. Sedari dulu saya berpikir, kalau kita ingin menyisihkan sedikit rezeki, itu paling utamanya harus  saya salurkan ke para fakir miskin. Pemikiran saya ini saya rawat sedemikian lama  Namun, pola pikir saya ini harus ada sedikit yang diperbaiki. Orang tua lah yang harus pertama kali kita nafkahi lalu kerabat. Dan ketika orang tua dan kerabat dirasa sudah terpenuhi baru kita nafkahkan sedikit rezeki kepada fakir miskin. Kekeliruan ini segera saya tebus saat itu juga, saya minta maaf kepada ibu dan ayah karena memang saya akui dulu saya dalam bersedekah belum memprioritaskan mereka. 

Dan sejak saat itu alhamdulillah, walaupun kehidupan tidak selalu lancar, setidaknya ketenangan hati pelan-pelan mulai didapat. Berbaktilah kepada orang tua selagi bisa, jangan lengah karena selagi kita terus tumbuh dewasa dilain sisi orang tua juga mulai menua. Tidak perlu materi, kehadiran kita bagi orang tua adalah yang paling penting saya rasa. Saya selalu sempatkan pulang setidaknya untuk mengajak ngobrol ayah dan ibu, karena sedekah sekali lagi tidak harus materi.  

—————————————————————————————————————-

Poin penting lainnya adalah tentang keikhlasan. Pada awalnya ketertarikan saya akan sedekah muncul dari persitiwa sederhana, waktu itu saya cukur rambut dan ingat betul si tukang cukur rambut itu bilang “tips saya punya cukur rambut yang bertahan lama hingga puluhan tahun ini sederhana dek, banyakin sedekah. Sedekah ini menolak bala sebelum bencana itu datang dan mendekatkan rezeki. Sing penting ikhlas” 

Dan perkataan tadi saya pegang, karena saya tahu betul tempat cukurnya sudah berdiri sejak saya SD hingga sekarang. Rezekinya berkah..

Mungkin ujian itu diberikan demi menguji tingkat keikhlasan saya dalam bersedekah. Jika saya terus mengutuki diri sendiri atas peristiwa itu, berarti saya jelas tidak ikhlas dalam bersedekah. Yang harus saya lakukan adalah terus bersedekah dengan apa yang saya punya, tidak perduli apapun karena yang terpenting inti dari sedekah adalah keikhlasan. Bersedekahlah karena memang seharusnya kita bersedekah, bukan karena harapan nantinya rezeki dilipat gandakan. Takutnya kekecewaan yang didapatkan nantinya, jika sedekah tidak dilandasi keikhlasan. Berbuat baiklah karena memang sudah seharusnya.

—————————————————————————————————————Menurut saya pribadi, dengan adanya sedekah ini bisa menggerakan perekonomian secara perlahan namun berkelanjutan. Sederhananya seperti ini, sedekah yang kita beri kepada yang kurang mampu akan digunakan oleh mereka baik untuk makan ataupun berusaha. Anggaplah untuk makan, uang sedekah tadi dibelanjakan kepada warung makanan lalu uang sedekah tadi secara langsung meningkatkan penerimaan dari warung makanan tadi. Pemilik warung tersebut membelanjakan pendapatan tadi untuk membeli bahan bahan pokok. Skema ringkasnya saya gambar di bawah:

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Contoh: Mr Andi bersedekah lalu uangnya dipakai oleh kaum dhuafa untuk makan. Lalu uang tersebut dipakai pemilik warteg untuk membeli bahan masakan di pasar. Kemudian uang itu pun dipakai penjual bahan makanan di pasar untuk membeli hasil pertanian dari petani. Lalu terus berputar dan begitu seterusnya, jadi jangan biarkan harta kita mengendap dan biarkan harta kita berputar serta membawa manfaat kepada banyak orang. Secara agama pun sudah diatur terkait ini:

“ Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. (QS. Al Hasyr: 7).”

Dari sana saya sadar, mengapa zakat penghasilan ataupun zakat fitrah menjadi wajib dilakukan serta dipastikan besarannya karena tidak lain dan tidak bukan untuk kemaslahatan bersama. Untuk menggerakan perekonomian secara berkelanjutan.

—————————————————————————————————————-

*Jika tulisan saya diatas dirasa ada yang kurang berkenan ataupun keliru, mohon dimaafkan dan dibetulkan. Semoga kita tetap bersemangat bersedekah dan selamat menjalankan ibadah puasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun