Mohon tunggu...
Muhamad Rifki Maulana
Muhamad Rifki Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Just write

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Penyebab Golput Sama dengan Penyebab Putus Cinta

7 April 2014   16:40 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:58 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pesta demokrasi di Indonesia yang diadakan lima tahun sekali ini, acap kali membuat orang-orang terutama masyarakat muda merasa jengah. Banyak orang yang berpikir para elit elit diatas sana, yang berkecukupan serta berkelebihan hanya turun gunung 5 tahun sekali, setelah itu amnesia. Sama saya pun sempat berpikir seperti itu. Saya pun sempat menjadi manusia skeptis, yang tidak selalu percaya dengan tokoh politik yang ada. Bahkan saya ingin Indonesia menjadi status quo terkadang, saking merasa tidak ada yang bisa dipercaya. Tapi kemudian saya berpikir, pemahaman saya ini salah.

Yang menyebabkan saya atau kebanyakan kita golput ada beberapa sebab. Pertama golput ideologis, yang sudah jelas bahwa diri mereka antipati dengan keadaan perpolitikan di Indonesia. Kedua golput teknis, golput yang disebabkan oleh urusan teknis di hari H, misalnya orangnya malas mencoblos lebih memilih pergi melakukan hal lain, atau semacam orang yang tidak mendapatkan atau bahkan tidak mau mencari info tentang pemilu. Menurut saya pribadi, golput teknis itu sendiri disponsori oleh golput ideologis.Kecil kemungkinannnya orang memang benar benar tidak mencoblos pada hari itu, kecuali ada sakit keras atau penyebab ekstrim lainnya. Orangnya aja yang tidak terlalu tertarik untuk mencoblos, jadi tidak rela mengorbankan sedikit waktunya untuk mencoblos. Kalau dia mantap dengan pilihannya untuk ikut berpartisipasi dalam pesta demokrasi ini, pasti akan disempatkan barang 5 menit untuk mencoblos.

Golput ideologis ini penyebabnya sebenarnya sama dengan putus cinta. Iya putus cinta. Seseorang yang putus cinta kebanyakan menuntut kesempurnaan dari setiap pasangan, apalagi yang sudah lama berpacaran. Semakin hari, semakin ada saja masalah yang diributkan, bahkan masalah yang pada awalnya tidak terlalu penting. Lama-lama pasangan akan menjadi semakin sensitif satu sama lainnya, dan menunjukan ketidak percayaan satu sama lainnya. Golput juga begitu, kita pada umumnya termasuk saya cenderung untuk menuntut calon calon pemimpin sesempurna mungkin, tidak ada cacat, tidak ada jelek, harus sesuai selera pokoknya dan yang terpenting harus sempurna menjalankan tugasnya sebagai presiden. No excuse.

Ayolah jangan naif, kita manusia, bahkan pendahulu manusia ;nabi adam; pernah melakukan kesalahan yang membuat manusia turun ke bumu.  ini lagi mau menuntut orang yang sesempurna mungkin untuk jadi pemimpin. Saya rasa tidak akan ada, terlebih dengan iklim negara indonesia yang seperti ini. Semua orang punya kepentingan itu pasti adanya, semua butuh uang. Tidak ada yang mau dan butuh uang, ayolah jangan naif. Jangan pernah berharap seorang yang suci, tiba tiba maju menjadi calon presiden. Kalau ada yang seperti itu, jangan dipilih, karena dia tidak mau menampilkan kekurangannya. Kita manusia, sah sah saja punya kekurangan. Pililhlah calon yang memang mampu mengakomodir kepentingan kamu nantinya dalam 5 tahun kedepan, jangan berharap calon yang bisa mengakomodir semua kepentingan bangsa indonesia secara absolut. Tak tahu diri itu namanya.

Seperti orang yang baru putus cinta pula, biasanya langsung tidak percaya dengan lawan jenisnya. "ah males gue sama cowok, semuanya brengsek" "Ah kalau gue nikah pasti ujung-ujungnya cerai lagi, males", Kata kata yang sering keluar dari wanita misalnya ketika ia gagal membina hubungan dengan pasangannya. Sama dengan pemilu, kebanyakan orang tidak memilih karena takut dia salah pilih, atau orang yang dipilihnya malah akan membuat kondisi yang lebih parah. Haha. Lucu ya, bangsa ini susah untuk move on ternyata. Memang bangsa yang sendu selalu terjebak di nostalgia.

Asumsikan kita semua punya akses yang sama terhadap informasi. Kenapa kita tidak mencari tahu siapa calon yang akan kita pilih? KPU sudah berbaik hati mengupload CV dan Profil Caleg di websitenya. Google sudah banyak digunakan, kenapa kita tidak coba mengenal satu satu calon dari dapil kita, atau calon presiden nantinya. Yang membuat kita salah pilih kita kebanyakan karena tidak mempelejari latar belakang si calon, apakah dia pernah berbuat kejahatan atau tidak, bagaimana hubungan dia dengan sekitarnya, siapakah yang pasang badan dibelakangnya Dan lain sebagainya.

"Bagaimana kalau dia tiba tiba menjadi buruk?" Anda bukan tuhan yang bisa meramalkan peristiwa kedepan. Pertanyaan itu juga sama dengan "Bagaimana kalau tiba tiba saya mati besok?" . Tidak usah terlalu repot memikirkan masa depan bagaimana, asalkan anda yakin telah mempelajari calon calon anda dan anda yakin untuk itu, anda tak akan pernah menyesal, setidaknya anda sudah usaha, anda tidak diam saja dan hanya menyalah"kan jika pemerintahan tidak benar. Saya yakin diantara berhamburannya nama calon calon yang akan menduduki posisi penting, pasti ada minimal satu nama yang baik atau minimal kejelekannya tidak separah calon lainnya.

Kalau anda memang batu dan punya persepsi sendiri tentang golput, lebih baik anda tidak diam saja. Anda datanglah ke TPS, lalu tusuk semua nama yang ada sehingga menjadi tidak sah nantinya suara anda. Hal itu dimaksudkan untuk mengantisipasi hal hal yang tidak diinginkan seperti adanya penyelewengan suara. Seenggaknya jangan diam saja, lalu protes nantinya. Seenggaknya kalian tidak diam saja setiap tahunnya, berharap orang suci turun dari langit. Seenggaknya kalian usaha, walaupun nanti tidak seperti apa yang direncanakan. Setidaknya kalian sudah mempelajari latar belakang dan segala macam tentang calon, jadi tidak menyisakan beban moral di dalam diri anda ketika terjadi kesewenangan.

Jika memang pemerintah sudah benar benar lalim, bukan golput jalannya. Golput bukan sebuah perlawanan. Golput adalah tindakan abstain, karena mau kalian golput atau tidak, dengan sistem demokrasi seperti ini, kursi kursi di DPR toh akan terisi juga nantinya sesuai dengan kapasitasnya. Apa anda rela kursi tersebut dengan orang" yang anda tidak tahu latar belakangnya? Anda rela kursi tersebut diisi oleh orang jahat yang paling jahat diantara orang"jahat? Jika anda tidak suka sistemnya, jadilah watchdog, jadilah oposisi, pilih golongan yang mewakili kepentingan oposisi anda.  Jangan naif, setiap kepentingan pasti tersalurkan oleh calon"yang ada sekarang, kitanya saja malas mencari.

Sekali lagi, ini hanya opini. Golput atau tidak itu pilihan anda. Pesan dari saya hanya satu: Daripada menuntut orang sempurna yang memimpin, lebih baik jangan biarkan orang licik dan kejam yang mempimpin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun