Alkisah, saya ingin melakukan perjalanan jauh memakai kereta. Dan setelah masuk stasiun tibalah saya di dalam kereta. Gerbong pertama yang saya naiki banyak manusia yang mukanya penuh mulut.
Mukanya bau air liur karena mulutnya yang banyak. Baunya tak sedap, juga tidak enak dipandang karena mukanya penuh lidah. Yang jelas, berisik dan penuh kebohongan mungkin soalnya mereka hanya bicara tak melihat tak mendengar. Kemudian saya hindari mereka, saya pindah gerbong.
Tak beberapa lama saya bertemu mereka si muka penuh mata.
Kali ini tidak bau amis seperti tadi, tapi saya takut berlama-lama disebelah mereka. Sekujur badan saya diamati, dicari salahnya sampai dapat, dicari celahnya agar kalah. Banyak dendam mungkin dihatinya karena mereka hanya mengamati tanpa ada omongan tanpa ada masukan. Saya merasa tidak aman,saya memutuskan untuk berjalan lagi ke gerbong lain.
Dikejauhan ada segelintir orang, mereka si muka penuh telinga.
Kali ini saya merasa lebih aman, karena mereka tidak berisik dan saya tidak dicari celahnya apa. Di tempat ini saya nyaman karena didengar tanpa dilihat siapa saya, didengar tanpa menandingi cerita saya karena banyak orang mendengar bukan untuk mengerti tapi untuk membalas. Sayang seribu sayang, mereka hanya sibuk mendengar tanpa ada balasan tanpa ada dinamika. Saya pun lama-lama bosan. Akhirnya saya memutuskan pergi keluar dari gerbong itu dengan bosan yang bertumpuk.
Diantara kepasrahan saya, ketika keluar kereta saya hanya berdoa kepada tuhan seperti ini:
"Tuhan tolong pertemukan saya dengan mereka yang matanya dua, kupingnya dua, mulutnya satu. Terlebih lagi yang paling penting, mereka punya otak yang baik agar mengerti bagaimana memakai inderanya secara cukup,baik,dan juga tartil"
Semoga lekas dikabul, peluh saya sembari memutuskan keluar dari kereta tersebut.
Dan belum sempat tuhan mengabulkan, setelah saya turun keretanya tertabrak kereta lainnya. Presentase jumlah korban yang terakhir dicatat adalah 70 persen mulut, 20 persen mata,10 persen mulut. Kadang doa tidak dikabulkan karena tuhan memilihkan saya nasib yang lebih baik.
:Untuk tetap jadi manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H