Pilkada 2017 sebentar lagi dimulai. Menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pilkada pada tahun 2017 akan diikuti 101 daerah yang terdiri dari 7 provinsi, 18 kota serta 76 kabupaten. Jumlah tersebut lebih sedikit dibanding Pilkada 2015 yang diikuti oleh 8 Provinsi, 26 Kota dan 170 Kabupaten. Oleh karena itu, bukan hal yang terlalu muluk, jika masyarakat menaruh harapan dan target yang tinggi bagi KPU dan Pemerintah agar kualitas di Pilkada 2017 meningkat dan bukannya menurun.
Kualitas dari sebuah Pilkada dapat diukur dari dua sisi, yaitu: calon-calon yang maju dan dari pihak penyelenggara. Dalam setiap Pilkada, masyarakat selalu mengidam-idamkan sosok pemimpin yang mampu membawa daerah mereka menjadi lebih baik. Apabila calon-calon yang maju berkualitas, masyarakat akan terdorong untuk menggunakan hak pilihnya dalam mendukung kandidat tertentu.
Di sisi lain, penyelenggara Pilkada (KPK, Bawaslu, dan sebagainya) juga perlu menunjukkan profesionalismenya. Tanpa komitmen mereka mewujudkan Pilkada yang berkualitas, calon berkualitas akan menemui kesulitan untuk memenangkan Pilkada mengingat maraknya berbagai praktik politik kotor di tanah air.
Oleh sebab itu, baik penyelenggara dan kandidat, mereka terikat dalam sebuah benang merah yang saling tergantung satu sama lain. Kualitas dari kandidat dan penyelenggara akan menentukan seberapa jauh masyarakat akan menggunakan hak pilihnya dalam memilih calon-calon yang berkualitas.
Calon Independen atau Parpol?
Dalam Pilkada 2017, fenomena calon Independen menjadi sorotan publik. Di Jakarta, petahana Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau yang sering dikenal dengan sebutan Ahok maju melalui calon independen. Di Jogjakarta, Joint (Jogjakarta Independent) mengakomodasi wakil masyarakat yang ingin maju melalui jalur tersebut. Kehadiran jalur independen tersebut menarik, karena gerakan mereka  berasal dari akar rumput masyarakat. Gerakan tersebut bersifat sukarela karena kesadaran mereka untuk mengakomodasi sebuah calon yang mereka anggap kompeten untuk maji dalam Pilkada. Lantas bagaimana dengan Parpol?
Menurut Survey Lembaga Indikator Politik Indonesia pada 18-29 Januari 2016, Partai Politik menempati posisi terendah sebagai lembaga yang dipercaya masyarakat. Baik DPR dan Partai Politik, mereka menempati posisi ke-dua terbawah untuk lembaga yang paling tidak dipercaya, masing-masing dengan angka 48,5% dan 39.2%. Angka tersebut jauh dibandingkan, KPK dan Lembaga Kepresidenan yang menempati peringkat pertama dan kedua dengan angka 79,6% dan 79,2%, angka yang diraih Parpol sungguh memprihatinkan.
Kepopuleran kedua alternatif untuk maju sebagai calon Pilkada tersebut dipandang sangat kontras. Partai Politik seringkali dipandang sebagai organisasi korup yang dipandang sarat kepentingan. Kasus korupsi dan  berbagai rentetan wanprestasi di DPR menjadi salah satu alasan mengapa masyarakat tidak mempercayai Parpol. Di lain sisi, gerakan calon independen tersebut dianggap populer, karena dinilai relevan dan bergerak berdasarkan aspirasi masyarakat yang menginginkan perubahan yang tidak dapat diakomodasi Partai Politik. Meskipun belum terbukti secara jelas efektivitas dari gerakan tersebut hingga Pilkada 2017, gerakan tersebut patut diapresiasi karena berani mendukung seorang atau beberapa kandidat dengan cara yang relevan dan inovatif dibandingkan dengan partai politik.
Namun, peran Parpol hendaknya tidak dikesampingkan sebelah mata, Pada dasarnya, Parpol merupakan lembaga yang bertujuan menjadi perwakilan masyarakat dalam memajukan daerah dan negara. Melalui gerakan seperti Parpol jugalah, Indonesia dapat memperjuangkan kemerdekaannya dan melahirkan orang-orang yang berkontribusi dalam memajukan Indonesia –sebut saja Boedi Oetomo yang menjadi latar belakang berdirinya partai di Indonesia. Tanpa Parpol, Indonesia belum tentu bisa mencapai kemerdekaan yang kita dapat nikmati sekarang ini.
Terlepas dari rentetan kelemahan Parpol, akhir-akhir ini, beberapa Parpol juga berani memajukan calon-calon berkualitas yang dianggap layak memimpin di beberapa daerah di Indonesia. Tidak hanya itu, beberapa Parpol juga menyatakan dukungannya untuk calon independen, Meskipun hal tersebut sangat sarat dengan kepentingan politik, setidaknya Parpol juga telah melakukan bagiannya dalam memajukan politik di Indonesia.
Dengan demikian, merupakan sebuah hal yang penting bagi masyarakat untuk tidak mengesampingkan baik peran Partai Politik maupun calon independen.
RUU Pilkada: Sarana Mengakomodasi Kepentingan Partai Politik dan Calon Independen
Revisi UU Pilkada yang sedang direvisi merupakan fondasi penting untuk meningkatkan kualitas dari demokrasi itu sendiri. Oleh karena itu, revisi UU Pilkada hendaknya berkomitmen untuk mendukung calon-calon berkualitas, baik dari jalur independen maupun Pilkada. Karena hal ini, upaya untuk menjegal salah satu dari kedua pihak tersebut tidak dapat dibenarkan.
Dengan alasan tersebut, revisi UU Pilkada tidak boleh menguntungkan satu pihak semata – seperti yang terlihat melalui upaya untuk menghapus aturan bahwa anggota DPR, DPRD, dan DPD harus mundur dari jabatannya sebelum maju sebagai calon eksekutif. Usulan tersebut jelas berat sebelah mengingat bahwa PNS juga harus mundur untuk maju dalam Pilkada (prinsip keadilan).
Sebaliknya, kompetisi untuk melahirkan calon-calon yang berkualitas seharusnya ditingkatkan. Transparansi proses seleksi (yang selama ini hanya formalitas) perlu didorong – terutama untuk menekan penggunaan politik uang. Menurunkan angka electoral threshold untuk Pilkada juga perlu didorong sebagai salah satu opsi untuk mencegah fenomena calon tunggal. Di lain sisi, hal ini memberikan kesempatan bagi Partai Politik untuk mengangkat lebih banyak calon yang dianggap berkualitas ke dalam Pilkada 2017. Hal ini penting agar masyarakat dapat memiliki lebih banyak opsi untuk menunjuk pemimpin yang mampu memajukan daerah-daerah di Indonesia yang sangat luas dan beragam.
Mengingat tenggat waktu revisi yang semakin dekat, Pemerintah dan DPR harus segera menyelesaikan RUU Pilkada. Tentunya melalui peresmian RUU Pilkada, kualitas dari Pilkada harus semakin meningkat – dan bukannya menurun.  Written by: Kevin Tan. Penulis merupakan Presiden dan pendiri dari Indonesia Berbicara. Saat ini, dia bekerja sebagai staf ahli di Komisi X DPR-RI.  Gambar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H