Oleh: Indi Zahra Al Maula, Oktavia Ramadhani Fadhilah Put, Ismun Nafi'an.Â
Mari kita gali lebih dalam mengenai kesetaraan gender. Di dunia yang terus berkembang ini, kesetaraan gender merupakan sebuah konsep yang tidak hanya perlu dipahami, tetapi juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun kemajuan besar telah dicapai, masih banyak tantangan yang perlu diatasi untuk menciptakan dunia yang benar-benar setara bagi laki-laki dan perempuan. Kesetaraan gender bukan sekedar isu hak-hak perempuan, namun merupakan isu kemanusiaan yang berdampak pada semua individu, apapun gendernya.
Membaca lebih dekat dan memahami kesetaraan gender mengungkapkan bagaimana diskriminasi, stereotip, dan budaya patriarki berdampak pada berbagai aspek kehidupan, mulai dari keluarga hingga dunia kerja, dari pendidikan hingga kebijakan pemerintah. Anda dapat melihat apa yang terjadi, kesetaraan gender membawa perubahan positif tidak hanya bagi perempuan tetapi juga  masyarakat secara keseluruhan.
Dalam hal ini, meskipun isu gender sudah lama mewabah pada Indonesia, tetapi masih banyak orang yang kurang paham menggunakan konsep gender dan kesetaraan gender. Gender merupakan pembagian ciri eksistensi manusia, ditentukan atas dasar sosial dan budaya. Sedangkan kesetaraan gender merupakan sebuah konsep yang dikembangkan dengan mengacu pada dua instrumen fundamental internasional: Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa semua orang dilahirkan bebas dan setara (Qomariah, 2019).
Berkenaan dengan deklarasi ini, Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan memuat konsep ''persamaan hak antara laki-laki dan perempuan'', Konsep kesetaraan gender mengacu pada untuk melakukan diskriminasi. Kesetaraan dimana laki-laki dan perempuan menikmati semua hak politik, ekonomi, sipil, sosial dan budaya. Konsep ini juga mengacu pada situasi di mana tidak seorang pun ditolak aksesnya atau dirampas hak-haknya atas dasar gender.
Diskriminasi gender masih terjadi di banyak belahan dunia, kenyataannya saat ini, ruang lingkup dan jenis diskriminasi sangat bervariasi menurut negara dan wilayah padahal kesetaraan gender mengalami kemajuan yang sangat pesat. Tidak ada negara di dunia di mana perempuan menikmati hak-hak hukum, sosial dan ekonomi yang setara, ketimpangan antara laki-laki dan perempuan dalam hal peluang dan kendali atas sumber daya, ekonomi, kekuasaan, dan partisipasi politik terjadi di mana-mana. Ketimpangan mempengaruhi semua orang, namun perempuan dan anak perempuanlah yang menanggung beban terbesarnya. Oleh karena itu, kesetaraan gender menjadi perhatian penting (Anisatul Hamidah, 2021).
Perempuan mulai menyadari ketidaksetaraan gender sebagai bentuk diskriminasi, diskriminasi ini disebabkan oleh budaya patriarki yang tidak terkendali. Budaya patriarki adalah sistem struktur dan praktik sosial di mana laki-laki mendominasi, menindas, dan mengeksploitasi perempuan. Bentuk budaya patriarki ditandai dengan tingginya angka kekerasan dalam rumah tangga yang merugikan perempuan. Praktik diskriminasi terhadap perempuan ini menyebabkan rendahnya partisipasi perempuan dalam pembangunan sehingga menimbulkan kesenjangan gender atau gender gap. Ketidaksetaraan gender yang terjadi di berbagai negara tentu berbeda-beda tergantung budaya spesifik masing masing negara.
Konsep kesetaraan gender mengacu pada kesetaraan penuh antara laki-laki dan perempuan sehingga mereka dapat menikmati seluruh hak politik, ekonomi, sipil, sosial dan budaya. Konsep ini juga mengacu pada situasi di mana tidak seorang pun ditolak aksesnya atau dirampas hak-haknya atas dasar gender. Diskriminasi gender masih terjadi di seluruh bidang kehidupan di seluruh dunia. Saat ini, kita telah membuat kemajuan besar dalam kesetaraan gender, dan hal ini memang benar adanya. Jenis dan tingkat diskriminasi sangat bervariasi tergantung pada negara dan wilayah.
Pada dasarnya, jika kita mengusung konsep peran ganda perempuan dalam ranah kesetaraan gender, maka lahir dari paradigma yang sama: terpisah dari ruang domestik dan ruang publik. Konsep peran ganda pada awalnya diharapkan dapat memberdayakan perjalanan perempuan, namun dalam praktiknya sering menimbulkan kebingungan besar. Hal ini terjadi karena paradigma yang digunakan masih terjebak dalam pemikiran bipolar, ruang publik dan domestik benar-benar terpisah. Jika keterlibatan perempuan di berbagai bidang pada akhirnya terpecah dalam beberapa kategori peran, tidak menutup kemungkinan hal ini akan menimbulkan pemikiran dikotomis, perpecahan seperti ini akan menimbulkan kepribadian ganda dan tentunya akan menimbulkan masalah yang besar (Djameren & Nuraeni, 2021).
Selain itu, kesetaraan gender bukan hanya isu perempuan, tetapi juga kepentingan bersama yang berkontribusi pada kesejahteraan dunia. Dengan menghilangkan hambatan berbasis gender orientation, masyarakat dapat menciptakan dunia yang lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan. Komitmen bersama dari individu, komunitas, dan pemerintah sangat dibutuhkan untuk mewujudkan visi ini. Keterbelakangan perempuan mencerminkan adanya ketimpangan dan ketimpangan antara laki-laki dan perempuan di Indonesia.