Mohon tunggu...
Indi Viana
Indi Viana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN PALOPO

Prodi Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN PALOPO

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pengembangan Kakao sebagai Komoditi Subsektor Perkebunan di Luwu Utara

4 Juni 2021   05:34 Diperbarui: 4 Juni 2021   06:42 1109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia adalah sebuah Negara yang sangat subur yang didalamnya terdapat berbagai macam keaneragaman hayati yang menjadikan Indonesia dikatakan sebagai Negara agraris. Suburnya tanah yang ada di Indonesia disebabkan karena daerah-daerah yang ada di Indoneisa terletak di daerah tropis serta dilewati oleh serangkaian gunung api. Oleh karena itu, suburnya tanah yang ada di Indonesia menjadikan sebagian besar penduduk di Indonesia memiliki mata pencaharian sebagai petani. Menurut BPS (Badan Pusat Statistik) keadaan ketenagakerjaan Indonesia pada Februari 2019, berdasarkan penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama menyatakan bahwa pertanian mendominasi lapangan pekerjaan yang ada di Indonesia dengan presentase sebesar 29,46%.

Indonesia yang mayoritas sebagi petani menjadikan agribisnis sebagai salah satu factor dalam pembangunan ekonomi yang ada di Indonesia. Setidaknya ada kurang lebih 5 alasan mengapa agribisnis menjadisalah satu factor dalam pembangunan ekonomi yaitu:

  • Pertanian menjadi tempat yang kemudian menyediakan kebutuhan pangan masyarakat.
  • Sebagai penyedia bahan baku bagi sector industry (agroindustry)
  • Memberikan kontribusi devisa Negara melalui komoditas yang diekspor.
  • Memberikan serta menyediakan lapangan pekerjaan bagi tenaga kerja yang ada dipedesaan.
  • Perlu dipertahankan untuk keseimbangan lingkungan (ekosistem).

Menurut Soekartawi (1993) Agribisnis berasal dari kata agri dan bisnis. Agri berasal dari bahasa inggris agricultural yang berarti pertanian sedangkan bisnis berarti usaha komersial dalam dunia perdagangan. Jadi agribisnis dapat didefenisikan sebagai kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran produk-produk yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Agribisnis terdiri dari lima subsector yaitu pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.

Perkebunan yang merupakan bagian dari subsector agribisnis dapat meningkatkan devisa Negara dan meneyrap tenaga kerja. Menurut Soediono (1989:160). Pemerintah mengutamakan pada subsector perkebunan karena memiliki daya tarik yang tinggi untuk diekspor ke Negara maju. Komoditas yang termaksud komoditas subsector perkebunan meliputi kelapa sawit, kakao, kelapa, kopi dan teh.

Salah satu komoditi hasil perkebunan yang besar di Indonesia adalah kakao yang menyumbang sekitar 28,26% produksi kakao yang dihasilkan dari Sulawesi Selatan. Di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan adapun subsector agribisnis yang menjadi andalan adalah subsector perkebunan dari komoditi kakao dan kelapa sawit yang kemudian menjadi motor penggerak perekonomian di Luwu Utara, dimana dari tahun ke tahun produksinya selalu meningkat. Contohnya berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Luwu Utara, pada tahun 2019 menghasilkan kurang lebih 28.102 ton kakao dengan luas kebun sebesar 40.072 hektare. Kemudian pada tahun 2020 menghasilkan kurang lebih 30.856,05 ton kakao dengan luas kebun sebesar 40.814 hektare. Sehingga di Luwu Utara, pertanian dan perkebunan menyumbang 47,02% dari PDRB (Produk Domestik Regional Bruto).

Kakao atau yang kerap kita sebut dengan coklat adalah tanaman tahunan yang mulai berbunga dan berbuah pada umur kurang lebih 3-4 tahun setelah ditanam. Kemudian setelah panen, biji kakao tersebut diolah menjadi berbagai produk makanan, minuman dan komestik contohnya saja cocoa powder yang bisa digunakan sebagai campuran dalam membuat kue.

Kabupaten Luwu Utara pada tahun 2011 telah dicanangkan sebagai pusat pengembangan kakao terbaik nasional. Di Kabupaten Luwu Utara sendiri pengembangan kakao dilakukan di 8 kecamatan yaitu kecamatan Masamba, Sabbang, Baebunta, Malangke, Malangke Barat, Sukamaju, Bone-Bone dan Mappedeceng.

Pada awal tahun 2021, kabupaten luwu utara akan dijadikan sebagai pusat pengembangan komoditas kakao berkelanjutan setelah ICRAF (Internasional Centre for Research in Agroforestry) yang merupakan organisasi penelitian internasional yang bekerja sama dengan petani dan masyarakat lain untuk meneliti, membangun pengetahuan dan kebijakan yang diperlukan untuk mengubah lahan pertanian menjadi lanskap yang lebih produktif atau SFITAL (Sustainable Farming System in Asian Tropical Landscapes) di kabupaten luwu utara. Yang mana SFITAL di Luwu Utara nantinya berfokus kepada pembangunan dan pengembangan komoditas kakao berkelanjutan yang akan dilaksanakan sampai tahun 2025. Dimana program SFITAL komoditas kakao ini hanya dilaksanakan di Luwu Utara.

Namun, ada beberapa hal yang menyebabkan kurangnya produktivitas kakao itu sendiri diantaranya yaitu serangan hama dan penyakit dan penggunaan pestisida. Hama yang biasa menyerang tanaman kakao adalah penggerek buah kako itu sendiri, kemudian penggerek batang dan juga tikus yang mengambil biji kakao tersebut.

Penggunaan pestisida yang berlebihan dapat emneybabkan hama yang ada menjadi resisten. Menurut Suhendi (2007) ada beberapa factor yang menyebabkan rendahnya produktivitas kakao yaitu anomaly iklim, tajuk tanaman rusak, populasi tanaman berkurang, teknologi budidaya oleh petani yang masih sederhana karena kurangnya kemampuan petani untuk memanfaatkan teknologi yang ada, penggunakan bahan tanam yang mutunya kurang baik dan umur tanaman yang sudah cukup tua sehingga tidak produktif lagi. Apabila mutu atau kualitas dari kakao rendah maka nilai ekonomi yang diperoleh oleh petani menjadi berkurang.

Oleh karena itu, dibutuhkan solusi-solusi untuk mengatasi permasalahan diatas diantaranya seperti dari segi budidaya kakao itu sendiri yaitu penanaman baru dengan tanaman kakao yang bermutu tinggi atau menanam bibit kakao yang unggul yang lebih tahan terhadap hama dan juga penyakit, peremajaan tanaman dengan melakukan sambung samping dengan menggunakan kakao unggul yang tentunya tahan terhadap hama dan penyakit, pemangkasan, pemupukan, perbaikan system pengolahan kakao sehingga mutu biji kakao bisa meningkat.

Kemudian mengenai pengendalian hama dilakukan dengan cara membentuk pelatihan tentang pengendalian hama karena sebagian petani belum mengetahui bgaimana hama dan penyakit itu berkembang sehingga belum mampu melakukan pengendalian, melakukan pendampingan kepada petani mengenai budidaya tanaman kakao yang baik seperti melakukan pemangkasan dan pemupukan yang akan menghasilkan kakao yang bermutu.

Sedangkan dari segi sumber daya manusia dilakukan dengan cara meninngkatkan manajemen usaha kelompok tani, karena setiap desa telah dibuat kelompok-kelompok tani untuk menerima bantuan dari pemerintah seperti pupuk bersubsidi, meningkatkan jaringan pemasraan kako melalui kemitraan contohnya petani-pedagang-industri, perbaikan infrastruktur yang mendukung kelangsungan agribisnis kakao.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun