Percakapan coaching tentunya menggunakan alur yang disebut dengan alur TIRTA yang terdiri dari Tujuan, identifikasi, Rencana aksi dan Tanggung Jawab. Dalam supervisi akademik dengan menggunakan metode coaching terdapat 3 tahapan yaitu  pra observasi (perencanaan), observasi (pelaksanaan) dan pasca observasi (tindak lanjut).
Emosi-emosi yang saya rasakan ketika saya mempelajari modul ini adalah pada awalnya saya merasa ada kecemasan dalam diri saya, saya merasakan pembelajaran ini cukup sulit dipahami apalagi saya harus mampu memahami dan menerapkan supervisi dengan percakapan coaching yang merupakan hal yang baru untuk saya. Akan tetapi saya mulai merasa tertantang untuk memahami apa yang menjadi kelebihan dari supervisi akademi dengan menggunakan tehnik coaching ini. Hal ini terjadi ketika saya mulai mengerjakan eksplorasi konsep modul 2.3, mengikuti ruang kolaborasi, dan bergabung dalam elaborasi pemahaman. Ketika melaksanakan tugas demonstrasi kontektual saya mulai merasakan gembira karena terdapat interaksi yang mengesankan dengan teman CGP dan sayapun optimis bahwa saya akan mampu menerapkan dalam keseharian saya sebagai guru di lingkungan sekolah.Â
Apa yang sudah baik berkaitan dengan keterlibatan diri dalam proses belajar? menjawab pertanyaan ini, saya merasakan bahwa saya sudah merasa mampu berkolaborasi dengan rekan sesama CGP, mulai dari ruang kolaborasi sampai pada saat pembuatan tugas demostrasi kontekstual. Dari sini terlihat bahwa saya melibatkan diri dalam proses belajar untuk mempraktikkan alur TIRTA dalam percakapan coaching yang saya lakukan. Pada demonstrasi kontekstual saya pun merasakan mendapatkan pengalaman belajar dengan terlibat dalam percakapan coaching dengan CGP lain baik sebagai, coach ataupun coachee.
Akan tetapi saya merasa masih ada kekurangan dalam mempraktikkan percakapan coaching ini yaitu saya merasa bahwa saya masih kurang memahami bagaimana cara memberikan pertanyaan-pertanyaan berbobot kepada coachee saat saya menjadi seorang coach.
Sedangkan dalam keterkaitan terhadap kompetensi dan kematangan diri pribadi adalah setelah mempelajari tentang modul ini saya akan mengoptimalkan diri saya  sebagai seorang guru dan pemimpin pembelajaran yang mampu menjadi coach dan melakukan coaching bagi seluruh warga sekolah.Â
2. Analisis untuk Implementasi dalam Konteks Calon Guru Penggerak
Dalam memunculkan pertanyaan kritis yang berhubungan dengan konsep materi modul 2.3 ini, saya membahas cara bagaimana agar prinsip dan kompetensi yang ada pada coaching dapat diterapkan dalam kegiatan supervisi akademik di sekolah.  Pada hal ini kepala sekolah harus sudah memahami tentang prinsip dan kompetensi coaching. Pengetahuan yang dimiliki Kepala sekolah tentang coaching dapat diimplementasikan pada para guru dalam supervisi akademik. Tujuannya adalah agar guru tersebut dapat memecahkan masalah yang ditemui dalam pembelajaran dengan solusi dan kreatifitas dari guru itu sendiri melalui percakapan coaching yang dilakukan kepala sekolah.  Kegiatan supervisi ini bukan saja melakukan penilaian kinerja guru saja, akan tetapi kesempatan ini Kepala Sekolah memfasilitasi guru untuk meningkatkan kompetensi akademiknya. Dalam tehnik coaching untuk supervisi akademik terdapat 3 tahapan. Dimulai ari percakapan pra observasi dimana supervisor (Kepala Sekolah) melakukan percakapan coaching untuk dapat mengetahui dan menebalkan pemahaman agar coachee dapat menerapkan prisip dan kompetensi coching serta menggunakan alur TIRTA dalam percakapan dengan coachee. Tahapan selanjutnya supervisor mengobservasi bagaimana coach dan coachee melakukan percakapan coaching.  Dalam pengamatan coach diobservasi oleh kepala sekolah sesuai dengan rubrik penilaian yang sudah disepakati pada percakapan pra observasi sebelumnya. Tahapan ketiga yaitu tahapan pasca observasi, dimana supervisor memberikan umpan balik/tindak  terkait pelaksanaan observasi yang sudah dilakukan oleh guru.Â
Menerapkan coaching merupakan salah satu cara mengolah materi yang dipelajari dengan pemikiran pribadi sehingga tergali wawasan (Insigth) baru dalam pemikiran yang saya terima. Dalam pemikiran saya Coaching dalam supervisi akademik akan menghasilkan pemimpin-pemimpin pembelajaran yang berpihak pada murid untuk dapat menerapkan hal tersebut pada lingkungan sekolah. Untuk mewujudkannya, seorang  pemimpin harus memiliki kompetensi yang mumpuni terutama di dalam hal pembelajaran,  tidak hanya ilmu pengetahuan saja yang diberikan kepada siswa akan tetapi karakter serta sosial emosional siswa. Dengan percakapan coaching seorang pemimpin pembelajaran mampu mengembangkan potensi dan meningkatkan kreatifitasnya dalam menyelesaikan permasalahan yang ada dalam kegiatan pembelajaran.Â
Setelah menerapkan percakapan coaching, saya mencoba untuk menganalisis tantangan yang sesuai dengan keadaan sekolah saya. Tantangan yang terberatnya adalah saya harus menyamakan pemahaman tentang coaching dalam supervisi akademik. Hal ini disebabkan karena tehnik coaching dalam supervisi akademik merupakan hal yang baru. Perubahan paradigma rubrik penilaian supervisi akademik yang sudah ada membutuhkan tahapan yang harus dilakukan secara kontinue, sehingga supervisi akademik menggunakan tehnik coaching ini dapat diterapkan secara menyeluruh.Â