Mohon tunggu...
Indira Pradipta
Indira Pradipta Mohon Tunggu... Akuntan - Magister Akuntansi Universitas Mercu Buana ; NIM : 55520110027

Kebebasan yang paling membebaskan adalah kebebasan berpikir.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB2 Prof Dr Apollo: Tax Haven Country dan Dunia yang Memeranginya

12 November 2021   09:31 Diperbarui: 12 November 2021   09:45 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : theconversation.com

Banyak negara di dunia keberatan dengan adanya fenomena ini. Namun demikian, karena usaha - usaha yang bersifat parsial agaknya tidak efektif dalam memerangi tax haven countries, maka negara - negara di dunia, khususnya G20 countries melalui Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), melakukan perancangan standar peraturan perpajakan Internasional sebagai upaya penanggulangan penghindaran pajak prsh multinasional (BEPS) secara simultan. Hal ini dilakukan agar tercipta universalitas perraturan perpajakan antar negara di dunia, sehingga wajib pajak, di negara manapun ia berada akan mendapatkan perlakuan yang sama, sehingga hukum perpajakan dapat di tegakkan secara global.

Dilansir dari laman www.icij.org pada 8 Oktober 2021, bahwa terdapat lebih dari 130 negara yang telah menandatangani kesepakatan, yang berdasarkan kesepakatan tersebut akan mengenakan pajak pada wajib pajak perusahaan multinasional dengan tarif minimum 15% sebagai upaya untuk menekan pengalihan keuntungan dan penghindaran pajak secara agresif oleh beberapa perusahaan multinasional besar di dunia. Perjanjian yang didukung oleh Amerika Serikat dan dikoordinasikan oleh OECD ini, juga akan mewajibkan perusahaan untuk membayar pajak di negara tempat mereka melakukan bisnis / memperoleh penghasilan.

Setelah terjadinya skandal pajak perusahaan selama bertahun-tahun lamanya, perjanjian ini hadir untuk menargetkan tax haven yang selama ini telah menerapkan kesepakatan manis dan tarif pajak perusahaan yang sangat rendah untuk memikat wajib pajak bisnis internasional yang ingin memangkas miliaran dolar dari tagihan pajaknya. Melalui pendekatan "dua pilar", kesepakatan baru OECD menetapkan tarif pajak perusahaan secara global, yakni minimum 15%, juga memberdayakan pemerintah setempat untuk mengenakan pajak pada perusahaan multinasional raksasa di negara-negara tempat barang atau jasa mereka dijual, terlepas dari apakah perusahaan memiliki kehadiran fisik di sana ataupun tidak.

Di Indonesia sendiri, sebagai bentuk permulaan adopsi dari kesepakatan OECD ini, maka dikeluarkanlah aturan mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), yakni PMK No. 48 Tahun 2020, yang mengatur pengenaan pajak pada perusahaan multinasional atas kegiatan bisnisnya di Indonesia, terlepas dari apakah perusahaan memiliki kehadiran fisik di Indonesia (melalui Bentuk Usaha Tetap) ataupun tidak.

Source :

https://www.icij.org/investigations/paradise-papers/136-countries-agree-to-global-minimum-tax-for-corporations-in-historic-oecd-deal/

Gabriel Zucman. 2013. The Hidden Wealth of Nations. Chicago : University of Chicago Press

Thomas Piketty. 2013, Capital in the Twenty-First Century. Cambridge : Harvard University Press

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun