Mohon tunggu...
Indira Pradipta
Indira Pradipta Mohon Tunggu... Akuntan - Magister Akuntansi Universitas Mercu Buana ; NIM : 55520110027

Kebebasan yang paling membebaskan adalah kebebasan berpikir.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB1 Prof. Dr. Apollo: Hakikat dan Universalitas Perpajakan Internasional

8 Oktober 2021   09:46 Diperbarui: 8 Oktober 2021   09:55 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada hakikatnya, perpajakan internasional adalah tentang kepentingan tiap negara untuk dapat menarik pajak dari setiap kegiatan bisnis multinasional yang melibatkan negaranya. Sebab, dalam setiap pertambahan nilai yang terjadi dalam kegiatan bisnis (objek pajak) tersebut terdapat potensi penerimaan pajak. Lebih jauh, penerimaan pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk dapat membiayai wilayah publiknya, sehingga suatu negara dapat memiliki kehidupan yang makmur dan sejahtera.

Bicara mengenai kesejahteraan suatu negara, maka erat kaitannya dengan perekonomian sebuah negara, juga bagaimana model ekonomi dalam sebuah negara dapat mempengaruhi aspek perpajakan domestik dan internasionalnya.

Sumber : Karya Pribadi
Sumber : Karya Pribadi

Gambar diatas menunjukkan sistem ekonomi tiga sektor yang menjelaskan posisi aspek perpajakan dalam suatu sistem ekonomi, sehingga dengan memiliki pemahaman atas sistem ekonomi ini, maka dapat diketahui seberapa penting aspek pajak dalam perekonomian negara.

Dalam model ekonomi 2 sektor, telah terjadi siklus ekonomi antara perusahaan yang merupakan core control dari siklus ekonomi dengan sektor rumah tangga. Siklus ini kemudian menimbulkan transfer sumber daya antara wilayah private perusahaan kepada wilayah private rumah tangga masyarakat. Adanya kesenjangan yang timbul dalam model ekonomi ini, menyebabkan perlunya sektor pemerintah untuk masuk sebagai regulator. Sehingga lahir lah model ekonomi 3 sektor.

Dalam model ekonomi 3 sektor ini, pemerintah melakukan distribusi pendapatan dari wilayah private rerusahaan dan rumah tangga kepada wilayah publik, melalui penarikan pajak. Pada wilayah publik, pemerintah membangun infrastruktur, fasilitas kesehatan, pendidikan dll sehingga dapat diakses oleh tiap-tiap masyarakat untuk hidup sejahtera, juga oleh perusahaan untuk kegiatan bisnisnya.

Selanjutnya, semakin majunya peradaban manusia memungkinkan terjadinya kegiatan ekonomi lintas negara. Oleh karenanya, muncul sektor baru, yakni dunia internasional, sehingga tercipta model ekonomi 4 sektor. Dalam sistem ekonomi ini, faktor ekspor dan impor (net export) menjadi salah satu variavel yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Lebih jauh, dalam variabel net export ini, terdapat unsur pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dalam kegiatan bisnis multinasional. Pendapatan pajak ini kemudian lagi-lagi  menjadi sumber pendanaan bagi pemerintah untuk membiayai wilayah publiknya.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya, pajak ada agar terjadi distribusi pendapatan dan kesejahteraan dari wilayah oikos (khususnya kaum menengah ke atas) kepada wilayah publik yang dapat dinikmati oleh masyarakat yang kurang beruntung, sehingga pemerintah dapat meminimalkan kesenjangan, dan memiliki kehidupan yang sejahtera sebagai bangsa.

Dalam kaitannya dengan perpajakan internasional, berdasarkan pada penjelasan mengenai kedudukan pajak dalam perekonomian suatu negara, maka dapat dipahami bagaimana tiap-tiap negara ini, baik negara asal maupun negara sumber penghasilan memiliki keinginan (drive) untuk menguasai pengenaan pajak atas transaksi multinasional. Namun demikian, keinginan ini kemudian dapat memicu terjadinya double txation (oleh negara asal dan negara sumber penghasilan) yang merugikan bagi pelaku bisnis multinasional sebagai Wajib Pajak. Lebih jauh, hal ini dapat mendorong WP yang memiliki kepentingan untuk meminimalisasi beban pajak untuk melakukan tax avoidance dengan mengalihkan kegiatan bisnisnya ke negara dengan tarif pajak rendah, atau bahkan tax evasion. Terjadinya hal ini, kemudian justru menimbulkan permasalahan perpajakan internasional, yang merugikan bagi negara-negara itu sendiri.

Sumber : weforum.org
Sumber : weforum.org

Data diatas menunjukkan banyaknya negara yang menderita kerugian akibat praktik penghindaran pajak, serta menunjukkan bahwa praktik penghindaran pajak atau Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) kerap dilakukan oleh Multinational Corporate (MNCs).

Profit Shifting umumnya dilakukan melalui transferpricing, Treaty Shopping, dan Controlled Foreign Corporation. Sehingga ketiga aktivitas ini menjadi tema yang penting untuk dibahas. Praktik profit shifting melalui skema Transferpricing dilakukan dengan penentuan harga transfer antar perusahaan afiliasi di luar negeri yang tidak sesuai dengan ketentuan. Treaty Shopping dilakukan dengan memanfaatkan perjanjian Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antar 2 negara, misalnya dengan mendirikan perusahaan afiliasi di luar negeri hanya untuk menikmati penghindaran pajak berganda dan bukan murni menjalankan bisnis, dimana Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda pada dasarnya merupakan kesepakatan yang dibuat antara 2 negara terkait pengenaan pajak untuk transaksi-transaksi multinasional yang melibatkan kedua negara tersebut, dengan tujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada WP sebagai pelaku bisnis multinasional, sehingga dapat menghindari terjadinya double taxation yang merugikan WP maupun tax evation dan tax avoidance yang dapat merugikan kedua negara tersebut. Sedang Controlled Foreign Corporation didirikan di luar negeri sebagai "tempat" menerima penghasilan, sehingga atas penghasilan tersebut dikenakan tarif pajak luar negeri. Melalui skema diatas, perusahaan multinasional kemudian mengalihkan penghasilannya ke Tax Heaven Country (negara dengan tarif pajak rendah). Pembahasan mengenai negara tarif pajak rendah ini tentu menjadi tema penting, sebab profit shifting trjadi karena negara-negara ini menetapkan tarif rendah, dan mereka dinilai dengan sengaja meraup keuntungan melalui penetapan tarif pajak rendah ini.

Lebih lanjut, praktik BEPS kerap dilakukan oleh perusahaan multinasional (MNCs) di seluruh dunia dengan melakukan praktik profit shifting ke negara dengan tarif pajak rendah, sebab dengan demikian, perusahaan dapat meminimalkan pembayaran pajaknya, sehingga mampu memaksimalkan profit. Namun demikian, perkembangan dunia usaha yang semakin kompleks menyebabkan regulasi perpajakan global konvensional tak lagi memadai. Sebaliknya, sistem perpajakan yang berlaku saat ini justru memudahkan MNCs untuk melakukan BEPS.

Bagi banyak negara di dunia, yang tergabung dalam G-20 (kelompok negara-negara dengan perekonomian besar di dunia) dan OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development), praktik BEPS dinilai menyebabkan risiko serius bagi penerimaan pajak suatu negara, kedaulatan serta keadilan perpajakan bagi negara - negara di dunia, khususnya bagi negara-negara yang menerapkan tarif pajak normal/tinggi. Sedang ntuk menghadapi masalah ini, penyelesaian secara sepihak dan parsial dinilai tidak efektif dalam mengatasi masalah BEPS. Oleh karenanya, dilakukanlah pendekatan yang komprehensif dan multilateral, dengan melibatkan semua negara agar masalah ini dapat terselesaikan.

Dengan adanya justifikasi pentingnya memerangi BEPS, maka dilakukanlah kerjasama internasional untuk mengatasi BEPS yaitu melalui pengesahan Global Action Plan yang disusun OECD. Dalam pengaplikasiannya, diperlukan koordinasi internasional yang baik, terutama mengenai transparansi dan pertukaran informasi di bidang perpajakan, juga menyepakati pertukaran informasi ini sebagai standar global yang baru di bidang perpajakan.

Negara - negara di dunia, termasuk Indonesia kemudian dapat menyusun peraturan perpajakan yang komprehensif dengan berpedoman pada Global Action Plan sebagai standar perpajakan dunia. Dengan adanya standar perpajakan dunia ini, maka diharapkan dapat tercipta nilai nilai yang berlaku universal, yaitu perlakuan perpajakan yang sama di tiap negara, sehingga dapat tercipta kepastian hukum bagi Wajib Pajak juga kedaulatan bagi tiap-tiap negara di dunia.

Source :

https://www.weforum.org/agenda/2017/04/which-countries-are-worst-affected-by-tax-avoidance/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun