Mohon tunggu...
indira fidhiana sabella
indira fidhiana sabella Mohon Tunggu... Mahasiswa - UNUSA

hi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

2019

25 Oktober 2022   16:57 Diperbarui: 26 Oktober 2022   17:12 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

2019

Pada masanya,kita akan paham bahwa yang pernah membahagiakan atau menyakiti kita berperan penting dalam membentuk karakter kita hari ini. Entah dengan kejujuran atau dengan kebohongan, semua orang yang kita temui akan mengajarkan tentang apa artinya “kepercayaan”. Sejatinya hidup adalah sebuah perjalanan bukan pelarian.

2019. Tahun yang bisa dibilang tahun terberat bagiku. Mungkin bagi sebgaian orang atau kebanyakan orang mengganggap tahun ini adalah tahun yang spesial,karena tahun pertama masuk di sekolah menengah atas. Tetapi bagiku tahun ini banyak jutaan air mata,perjuangan yang hebat dan rasa menyerah mulai menyerang padaku. Harusnya di tahun ini aku masuk di SMA favorit di Surabaya bukan masuk di Pondok Pesantren yang jauh dari kotaku. Hanya isakan tangis yang terdengar ketika malam mulai datang menghampiriku. Bagaimana tidak? Aku akan meninggalkan rumah,kota,teman,dan keluarga selama 3tahun.

Juni 2019. Semua keluargaku berusaha menenangkan dan memelukku,mereka berharap aku bisa tenang dan menerima semuanya,tapi tidak denganku. Aku tetap menangis,membujuk orang tuaku untuk ikut pulang lagi. Hari berganti minggu minggu berganti bulan,yang awalnya sedih akhirnya mulai bisa tertawa, lega, karena dapat teman yang super duper baik dan mengertiku yang baru pertama kali masuk di pondok pesantren. Aku mulai bisa beradaptasi dengan aturan pondok yang ketat, huruf pegon yang menjadi makanan sehari hari,hafalan yang tak kunjung usai dan masih banyak lagi. Sampai pada bulan November ada satu masalah yang membuatku ingin boyong (pulang).

Antri menjadi salah satu budaya dipondok, karena aku orangnya santai jadi aku mandi setelah ngaji wethon. Tidak seperti yang tertera di jadwal, pagi ini waktu ngaji wethon sagatlah lama sehingga berangkat ke sekolah bisa saja telat kalau kita tidak cekatan. Ada dua temanku yang sudah selesai mandi,dan aku baru masuk toilet. Sekitar pukul 06.15 aku sudah keluar dan bergegas menuju ke lantai 2 kamarku. Kaget... karena hanya ada 3 orang saja.. dimana temanku? Yaaa.. mereka berangkat sendiri dan meninggalkanku, tanpa bicara dulu padaku. Tidak masalah, karena, kalau mereka menungguku pasti akan telat. Akhirnya aku berangkat sendiri ke sekolah, berjalan dan berlari melewati kali sendiri agar tidak telat.Sampai di sekolah rasa kecewa tidak dapat aku sembunyikan. Bel sudah berbunyi waktunya pulang sekolah, aku berlari menuju kelas temanku untuk pulang bersama, tapi apa yang aku dapatkan? Mereka tidak menggubrisku sama sekali... salah apa aku? Sampai mereka seperti itu padaku?.

Lagi dan lagi akhirnya aku pulang sendiri, menuju ke warnet untuk bercerita ke temanku semasa SMP. Nangis sampai gatau mau gimana lagi. Bilang ke temen kalau mau pulang aja udah ga kuat lagi disini. Setelah sesi curhat selesai aku kembali ke pondok. Ternyata banyak yang sadar kalau hidungku merah karena menangis tadi. Aku benar benar tidak tahu menahu salahku dimana, sampai uang yang aku titipkan di ATM nya pun dia tidak mau mengambilkan padahal itu adalah hakku, uangku. Caci maki dan umpatan pun aku terima. Sampai di suatu malam setelah selesai ngaji diniyah, aku mendengar percakapan dua orang temanku yang membuatku sakit hati dan berujung adu mulut. Teman temanku yang lainnya membelaku karena aku tidak salah. Paginya langsung telepon ke mama karena sudah tidak kuat lagi disini, tapi mama bilang harus sabar karena ini ujian buat santri baru biar bisa terbiasa dan ikhlas menerima semuanya. Libur semester telah tiba, akhirnya aku bisa pulang dan bertemu dengan orang orang yang aku rindukan.

Dan pada akhirnya temanku meminta maaf atas perlakuannya kemarin padaku. Memaafkan memang semudah itu tapi luka yang mereka buat sulit untuk di lupakan.  

Karena 2020 covid, jadi semua santri di pulangkan sampai batas waktu yang telah ditentukan oleh pihak pondok. Kembali ke pondok awalnya juga sama, masih nangis tapi lama kelamaan sudah terbiasa lagi. Awalnya juga tertawa bersama seperti biasa tapi kita tidak pernah tau kapan masalah datang dan pergi. Setiap kenaikan kelas semua santri akan pindah kamar dan dengan orang yang baru lagi.

15 maret, tepat di hari ulang tahunku,tiba tiba badanku meriang,pusing dan muntah. Setiap malam demamku sangat tinggi sampai teman temanku mengompres dengan alat seadanya, bolak balik ke dapur membuatkanku air hangat dan menyuapiku makan, Setelah seminggu sakit akhirnya aku keluar kamar juga. Badanku masih lemas tapi kuku ku sudah mulai panjang, temanku pun memotong kuku ku dengan sangat hati hati. Sangat sangat bersyukur karena setelah pindah kamar ternyata masih banyak orang baik yang mengelilingiku. Waktu berjalan begitu cepat dan akhirnya pindah kamar lagi. Di kamar yang baru ini banyak luka sekaligus kegembiraan tersendiri bagi setiap orang. Tapi sangat disayangkan dikamar ini banyak orang yang tidak mau kalah saing. Jalur yang ku tempu memang MIPA tetapi kesepakatan orang tua aku harus masuk di SOSHUM. Bisa aku terima karena SOSHUM terilihat gampang,sampai aku lupa kalau di kamarku mayoritas dari anak IPS. Otomatis aku yang linjur dan temanku satunya menjadi sasaran amukan mereka.

Sempat dikatain sambil dipojokin ke tembok dengan tangan yang mencengkram leher sambil berkata “ kenapa mau masuk SOSHUM kan kamu MIPA” hak asasi manusia dong mau ambil apa untuk kedepannya. Yaaa... lagi dan lagi aku menangis bersama temanku,selain kejadian ini sebenarnya masih banyak yang lain yang di luar nalar.Singkat cerita mereka selalu ingin tahu ketika aku belajar tengah malam,pagi hari maupun siang, mereka serasa tidak mau tersaingi. Tapi takdir berkata lain akhirnya orang tuaku meridhoi untuk masuk di keperawatan. Legaaaa. Akhirnya tidak lagi mendengarkan manusia berisik seperti mereka.

Sampai lulus pun mereka baru tahu kalau aku akhirnya masuk di keperawatan bukan SOSHUM.

Sebenarnya masih banyak cerita seru maupun sedih, tapi cerita yang aku tulis ini cerita yang paling sedih hehe senangnya biar aku aja deh yang tahu...

Pelajaran yang bisa aku petik dari pengalaman ini adalah, jangan terlalu percaya dengan orang terdekat kita, terkadang orang terdekat kitalah yang menyakiti perasaan kita sendiri, jangan membiasakan diri untuk selalu bergantung dengan orang lain,dan jangan pernah menyerah dalam keadaan apapun sekalinya itu sangat sulit, tapi percayalah “Allah tidak akan pernah membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” ( 2:286) 

Nama  : Indira Fidhiana Sabella 

NIM     :  1150022023

Prodi   : D-III Keperawatan / UNUSA

Tugas  : Bahasa Indonesia 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun