Mohon tunggu...
Indira FaizaFattih
Indira FaizaFattih Mohon Tunggu... Lainnya - Siswa

Belajarlah dengan giat

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Tabungan Bahagiaku

3 Desember 2020   11:25 Diperbarui: 3 Desember 2020   11:35 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita ini berkisah tentang seorang ibu bernama Dewi yang memiliki arti bagai Bidadari Cantik turun dari langit. Yang usianya 2 bulan kedepan akan 51 tahun. Tidak banyak mendekskripsikan tentangnya meski rambut putih telah menghiasi rambut aslinya dan kerut di wajahnya telah menampakkan usianya bagiku inilah alasan kenapa sosok ibu sangat istimewa dan tak akan pernah posisinya digantikan oleh siapapun. 

Ibuku seorang ibu rumah tangga yang sangat sederhana dan tidak pernah menuntut dirinya sendiri untuk terlihat sempurna dimata orang lain tetapi ibuku selalu menjadi sosok yang sangat tegar dihadapan semua orang. Prinsip teguh yang selalu di genggam ibuku dan sangat memotivasi untuk diriku iyalah ‘’happy for yourself first,then happy to each other.’’ 

Selain ibuku berperan sebagai ibu rumah tangga, ibuku juga memiliki pekerjaan sampingan yaitu usaha catering. Yaaaa! Ibu memanfaatkan profesinya sebagai wanita dapur atau jago memasak  masakan apapun. Meskipun usaha tersebut masih kecil-kecilan, namun  banyak suara dari  pelanggan yang sangat puas dengan masakan ibu. Aku bangga dengan ibu, ia menjadi ibu rumah tangga yang tetap berkarya dan rasa semangat yang tak pernah putus asa hanya ingin melihat senyuman tipis dari anaknya.

 Ibuku memiliki aura positif yang sangat melekat pada dirinya sendiri. Banyak orang yang tertarik padanya,bukan hanya ia memaksakan dirinya untuk disukai orang lain tetapi ia memiliki cara tersendiri. Selain itu, Ia terbiasa merencanakan sesuatu yang bersih dan rapi serta menyukai keteraturan dalam hal apapun. Tidak terhitung memang jika aku akan menceritakan pengalaman hari-hariku bersama ibu sebagai sosok pertama yang mengajariku banyak hal. Tetapi disini aku akan menceritakan pengalaman yang masih melekat di pikiran dan benak ku yang dimulai dari saat berumur 5 tahun sampai 17 tahun sekarang.

saat aku berumur 5 tahun tepat aku masih pertama belajar menimba ilmu di sekolah Taman Kanak-kanak. Melihat banyak dari kalangan teman-temanku mulai dari berangkat sekolah hingga bel berbunyi tiba masih di temani dengan ibunya. Ibuku hanya mengantar dan menjemputku pulang sekolah dan dibawakannya bekal sehat serta susu hangat buatan ibu. Sebenarnya hatiku tersentuh dan aku sering mengoceh dalam hati ‘’mengapa ibu tidak seperti ibu temanku? heumm.’’ 

Setiap hari melihat ibu temanku dengan setia menunggu putra putrinya bersekolah bahkan disaat istirahat pun tiba temanku dan ibunya bermain bersama. Aku sangat iri sampai-sampai aku jengkel melihatnya dan pertanyaan itu tak lagi aku simpan dan tibalah aku memberanikan diri untuk bertanya kepada ibu ‘’ mengapa ibu tak menemaniku di sekolah seperti temanku yang setia di temani ibunya saat belajar dan bermain di Taman Kanak-Kanak dari berangkat sekolah hingga bel berbunyi tiba?.’’ 

Ibuku hanya tertawa lalu menjawabnya ‘’apakah putri ibu tidak mau menjadi anak yang pemberani? ibu juga punya banyak alasan mengapa ibu tidak seperti ibu temanmu itu. Yaaa! Aku paham maksud dari alasan ibu untuk aku kedepannya. Ini memang hal kecil but it means a lot to me.

Ibuku punya satu permintaan dimana ia ingin aku pintar mengaji dimulai dari pertama masuk Taman Kanak-Kanak dan di daftarkanlah aku di Taman Pendidikan Al-Qur’an. Pesan ibu hanya satu ’’ibu tidak ingin kamu nakal, ibu hanya ingin kamu pintar mengaji. Ingat ini bukan hanya bekal buat kamu,ini juga bekal yang berarti buat ibu di akhirat nanti.’’Alasan ibu hanya karena anak ibu tidak ingin menjadi seperti ibu. Aku tidak hanya mendengarkan pesan ibu,aku ingin membuktikannya bahwa aku bisa. 

Dan aku hanya mengenyam sampai 2 tahun dimana aku telah menginjak kelas 2 Sekolah Dasar. Setelah itu aku mendaftar lomba mengaji di Kota Gresik dan beruntungnya aku bisa mendapatkan juara 1 membaca Al-Qur’an dengan fashih beserta tajwidnya di seluruh Jawa Timur. Aku juga dipercaya guru Agama di Sekolah Dasar untuk mengikuti lomba tartil di kotaku sendiri. 

Yaa! Sangat senang sekali bisa membawa bekal juara untuk ibu. Selepas pulang dari perlombaan tartil tersebut,aku tidak lupa menceritakan pengalaman bahagia ku tadi kepada ibu. Ibuku yang sangat antusias mendengarkannya sampai-sampai ibuku mengalihkan matanya yang berbinar seperti berlian karena sembab sambil memberikan senyuman yang tipis di bibirnya. Meskipun aku senang tetapi aku sadar perjuanganku ini masih kurang dibandingkan dengan perjuangan ibu.

Ibu adalah seseorang yang dimana ia tidak akan memaksa putrinya untuk menuruti kesenangannya. Karena ibu yakin dimana anak ibu akan memilih kesenangannya dengan baik. Seperti saat aku menginjakkan kaki di Sekolah Menengah Pertama dan memutuskan untuk berhenti sekolah di Taman Pendidikan Al-Qur’an. Sebenernya ibu tidak setuju tapi ibu tidak akan menolak bahkan memaksa anaknya untuk menuruti perintah ibu asalkan itu baik. Dan saat itu juga aku ingin memiliki pengalaman lain yaitu  mendaftarkan diri menjadi anggota karateka. 

Menjalani proses yang cukup melelahkan tetapi aku yakin ibu lebih lelah. Pengalaman menjadi seorang karateka tidak seterusnya lancar, aku berusaha bangun disaat jatuh. Dimana aku selalu menoleh ke belakang bahwa ada senyuman manis ibu yang tidak membuat semangatku runtuh. Akan ku buktikan kepada ibu bahwa aku bisa dan akan ku genggam selalu senyuman manis ibu. Dimana akhirnya aku diberi kesempatan untuk memajang 4 medali di kamar kesayanganku. Aaaa this paid off, taapa meski setengah akan kubayar sisanya atas perjuangan ibu.

Pengalaman yang aku ceritakan saat ini iyalah pengalaman yang paling sangat melekat di benak ku. Dimana ibu ku berpesan ‘’tepat waktunya,ketika putri ibu telah mendekati fase remaja akan diperlakukan seenaknya dengan banyak manusia baik itu orang terdekatmu sendiri. 

Tetapi apapun yang  terjadi kamu tetaplah jadi baik.’’ Yaa! Saat ini aku memasuki usia 17 tahun dimana rasa kekecewaan telah banyak muncul tepat di hadapanku sendiri yang sama persis dengan yang ibu pesankan kepadaku. Aku hanya bisa berteduh kepada pundak ibu yang dimana ibu bagiku adalah sebaik-baiknya tempat mencurahkan isi hati, tempat bertukar pendapat ,tempat berbagi cerita dan tempat dimana aku berkeluh kesah. 

Meskipun ibu sangat senang sekali mendengarkan aku cerita namun, aku  belum terlalu menyadari apakah ibu benar-benar paham tentang dunia yang telah aku lewati. Kata ibu’’ keluarkan saja air matamu meskipun dadamu terasa sesak dan buktikan sekarang atau nanti, tanpa sadar putri ibu bisa melewati masa itu semua dan menjadikanmu jauh lebih baik dari hari kemarin.’’

Inilah Ibu Sekolah Pertamaku dimana ia tidak pernah melewatkan hal sebagaimana mungkin ia akan mengingatkanku. Dimulai dari belajar bertoleransi, belajar jadi pemaaf, berhenti jadi pembenci, berhenti menyalahkan orang lain, belajar untuk tetap introspeksi diri dan yang paling terpenting ialah selalu belajar untuk love my self meskipun kata ibu ada saja orang yang selalu bikin hate my self. 

Suatu ketika aku membuka percakapan kepada ibu ‘’bu..aku takut dimasa depan akan mengecewakan ibu, tidak bisa jadi anak sukses dan takut hanya bisa menyusahkan ibu.’’ Ibu hanya menjawab ‘’berpeganglah pada hatimu, kamu akan menemukan jalan untuk mencapai apapun yang akan kamu raih.’’ Ibu tersenyum dengan tulus sambil memeluk dan berbisik ‘’ibu tak akan membiarkan semangat anak ibu runtuh dan apapun itu, at the end of the day satu-satunya yang kamu punya di dunia hanya diri kamu sendiri. Jadi tetap bertahan untuk menjadi manusia kuat.’’ Mataku basah dan melihat ibu tersenyum dengan tulus sangat luar biasa. Damn so I love it, hanya itu yang aku rasain sekarang. dan bertanya-tanya apakah mungkin ibu senang karena telah dilibatkan dalam kehidupan aku ?.

Ketika di hadapan banyak orang ibuku sangat pandai membuat senyuman, tetapi dibalik semua itu ketika ibu sendirian muncullah rasa sepi yang sangat sulit diungkapkan dan telah menenggelamkan dalam kenikmatan. Meskipun dia banyak menyimpan kegundahan dan bebannya sendiri. Sudah waktunya ibu, aku sangat ingin ibu bercerita tentang dunianya dan aku yakin mampu mendengarkan sekaligus memahami situasinya.  

Dan banyak sekali pertanyaan yang melekat dalam pikiran ,lebih tepatnya ‘’seandainya dari awal aku tidak bertemu dengan ibu,apakah aku akan memiliki pengalaman yang baik seperti sekarang?, apakah aku menyusahkan ibu?,apakah aku merepotkan ibu?,apakah aku pantas jadi anak ibu?,apakah aku hanya beban bagi ibu?.’’ 

Dan tepat di hari ini aku ingin mengambil satu kesempatan untuk bertanya hal kecil itu kepada ibu meskipun rasanya amat sangat canggung sekali. Aku juga ingin mengucapkan rasa terimakasih dari perjalanan gelap yang panjang dan diselimuti rasa ketakutan hingga akhirnya muncullah cahaya yang terang benderang. Selain itu , aku juga ingin menyampaikan kesempatan yang lainnya melalui ceritaku ini dan semoga ibu membaca ceritaku juga ya.       

  • You made my day ibu. Thank you for being by my side and wait for my happy savings to be collected.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun