Mohon tunggu...
Indira Anna Santoso
Indira Anna Santoso Mohon Tunggu... Makeup Artist - murid sdh

sdh

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sejarah Kesultanan Banten

5 September 2019   18:59 Diperbarui: 5 September 2019   19:02 1978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banten (nasionalisme.co)

Lokasi Banten terletak di wilayah barat Pulau Jawa sampai ke Lampung di Sumatra, Kesultanan Banten menjadi urat nadi pelayaran dan perdagangan yang melalui Samudera Hinda. Menurut Carita Parahyangan, jauh sebelum masuknua Islam, Banten merupakan bagian penting dari Kerajaan Pajajaran. 

Berbagai sumber asing, mulai dari sumber Tiongkok yang berjudul Shung Peng Hsiang Sung hingga berita Tome Pires, menyebutkan Banten sebagai salah satu dari beberapa rute pelayaran mereka. 

Dalam berbagai sumber pustaka Nusantara pun, Banten dikenal dengan berbagai nama, seperti Wahanten Girang dalam naskah Carita Parahyangan serta Medanggili dalam Tambo Tulangbawang dan Primbon Bayah.

Berdirinya kesulutanan ini berawal ketika Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir barat pulau Jawa sekitar tahun 1526. Kesultanan Demak menaklukkan beberapa kawasan pelabuhan dan menjadikannya pangkalan militer serta kawasan perdagangan. 

Selain itu, unutk perluasan wilayah sekaligus menyebarkan agama islam. Yang memimpin pasukan Demak adalah Fatahillah. Fatahillah kemudian mendirikan benteng pertahanan yang dinamakan surosowan - kelak menjadi pusat pemerintahan setelah Banten menjadi kesultanan yang mandiri.

Penyebab khusu serang Demak ini adalah adanya kerja sama Pajajaran - Portugis dalam bidang ekonomi dan politik yang dianggap mengancam ekstistensi Demak. 

Terlebih karena Demak gagal mengusir bangsa Portugis dari Malaka pada 1513. Penyebab 1522, pasukan Cirebon berjalan menuju Banten di bawah pimpinan Fatahillah dan Syarif Hidayahtullah. 

Selanjutnya, pada 1526, Banten berhasil direbut termasuk Pelabuhan Sunda Kelapa yang waktu itu merupakan pelabuhan utama Kerajaan Pajajaran. Pelabuhan ini kemudian diganti namanya menjadi Jayakarta. Selanjutnya, pusat pemerintahan yang semula berkedudukan di Banten Girang dipindahkan ke Surosowan dekat pantai.

Atas penunjukan sultan Demak, pada 1526, Maulana Hassanudin diangkat sebagai adipati Banten. pada 1552 Banten diubah menjadi kerjaan bawahan dari Demak, dengan Maulana Hassanudin sebagai pemimpinnya. 

Selain mulai membangun benteng pertahanan di Banten, Maulana Hassanudin melanjutkan perluasan kekuasaan ke daerah pengahasil lada di Lampung. Ia berperan dalam penyebaran Islam di  kawasan tersebut. 

Seiring kemuduran Demak, terutama setelah meninggalnya Trenggana, Banten yang sebelumnya vasal Demak melepaskan diri dan menjadi kesultanan yang mandiri. Kota Surosowan di dirikan sebgai ibu kota pertama. Dan sultan pertama Banten adalah Maulana Hassanudin (memerintah 1552 - 1570)

Maulana Yusuf, putra dari Maulana Hasanuddin, naik tahkta  pada tahun 1570 (memerintah 1570 - 1580). Ia melanjutkan ekspansi Banten ke kawasan pedalaman Sunda dengan menaklukan Pakuan Pajajaran tahun 1579. Islam pun masuk ke wilayah pedalaman tersebut. Maulana Yusuf digantikan oleh Maulana Muhammad (memerintah 1580 - 1596). Karena usianya masih sangat muda, pemerintahan dijalankan oleh semacam dewan. Ketika Maulana Muhammad memimpin sendiri pasukannya untuk menyerang Palembang, daerah penghasil lada. Serangan ini gagal dan Maulana Muhammad pun meninggal. Pada akhir masa pemerintahannya, kapal dagang berbendera Belanda yang di pimpin oleh Cornelis De Houtman untuk pertama kalinya berlabuh di Banten (1596). Maulana Muhammad digantikan oleh putranya, Pangeran Ratu (memerintah 1596 - 1651). Sultan ini dikenal karena melakukan hubungan diplomasi dengan negara - negara lain, termasuk Raja Inggris James I tahun 1605 dan tahun 1629 dengan Charles I.

Pangeran Ratu digantikan oleh Sultan Ageng Tirtayasa (memerintah 1651 - 1692). pada masa pemerintahannya, Banten mengalami masa kejayaan. Sebagai kesulutanan maritim, Banten semakin mengandalkan dan mengembangkan perdagangan Monopoli atas lada di Lampung menempatkan Banten sebagai perdagangan perantara dan salah satu pusat niaga yang penting. Pada masa ini pula, Banten berusaha keluar dari tekanan VOC yang sebelumnya memblokade kapal- kapal dagang Belanda dari Banten, meski gagal.

Pada 1671, Sultan Ageng menangkat putranya, Sultan Haji, sebagai sultan muda (memerintah 1671 - 1686). Ia ditugaskan untuk menjalankan pemerintahan sehari - sehari, sementara Sultan Ageng Tritayasa bertindak sebagai penasihat dan pengawas. Berbeda dengan ayahnya, Sultan Haji cenderung membangun hubungan baik dengan VOC. VOC pun leluasa mempengaruhi kebijakan pemerintahnnya. 

Sultan Ageng sangat kecewa sehingga berniat mencabut kembali kekuasaan putranya itu. VOC memanfaatkan konflik ini dengan mendukung Sultan Haji. Hasilnya, Sultan Haji berhasil mempertahankan kekuasaannya, sementara Sultan Ageng terpaksa menyingkir dari istana dan pindah ke kawasan yang disebut Tirtayasa (1682), lalu kemudian mundur ke arah selatan pedalaman Sunda. Pada 14 Maret 1683, Sultan Ageng tertangkap lalu ditahan di Batavia.

Dukungan VOC dibayar mahal, Banten menyerahkan wilayah Lampung kepada VOC pada 1682. Sultan Haji juga diwajibkan menggati kerugian perang. Kalangan istana dan rakyat Banten kecewa karena karena lingkaran istana menyerah begitu saja pada kekuasaan VOC. 

Perang Saudara pun meletus secara sporadis yang membuat Banten semakin mengalami kemunduran. 

Pada tahun 1808, Herman Willem Daendels mengumumkan dari markasnya di Serang bahwa wilayah Kesultanan Banten telah diserap ke dalam wilayah Hinda Belanda. Kesultanan Banten resmi dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada tahun itu, Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin dilucti dan dipaksa turun takhta oleh Thomas Stanford Raffles. Peristiwa ini merupakan pukulan pamungkas yang mengakhiri riwayat Kesultanan Banten.

Kawasan Banten Lama di Kabupaten Serang banyak meninggalkan bangunan yang memiliki nilai sejarah tinggi. Salah satu bangunan yang masih tersisa adalah Keraton Kaibon yang terletak di Kampung Kroya, Kelurahan Kasunyatan, Kecamatan Kasemen. Keraton kaibon menjadi salah satu bangunan cagar budaya Provinsi Banten yang menyimpan cerita kejayaan Kerajaan Banten Lama.

Dibangun pada tahun 1815, keraton ini menjadi keraton kedua di Banten setelah Keraton Surosowan. Berbeda dengan Keraton Surosowan, sebagai pusat pemerintahan, Keraton Kaibon dibangun sebagai tempat tinggal Ratu Aisyah. Hal ini dikarenakan Sultan Syafiudin sebagai Sultan Banten ke 21 saat itu usianya masih 5 tahun. Nama Kaibon sendiri dipastikan diambil dari kata keibuan yang memiliki arti bersifat seperti ibu yang lemah lembut dan penuh kasih sayang.

Sumber :

Ratna Hapsari, M.A. (2017). Sejarah untuk SMA/MA Kelas XI Kelompok Peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial Jakarta: Penerbit Erlangga.

indonesiakaya.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun