Mohon tunggu...
Indira Abidin
Indira Abidin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Di Manakah Tauhid di Hatimu?

26 Oktober 2018   20:42 Diperbarui: 26 Oktober 2018   20:50 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak Muslim yang mengatakan bahwa mereka mencintai kalimat Tauhid. Kalimat tauhid, 'laa ilaha illallah' artinya tidak ada Tuhan selain Allah. Artinya tak ada tempat bersandar, berlindung, berharap kecuali Allah. Tak ada sumber keselamatan yang menghidupkan, mematikan, memberi dan menjauhkan rahmat selain Allah.

Alhamdulillah kalau makin banyak yang sadar akan kalimat tauhid ini. Yang kemudian menjadi penting adalah amalannya secara murni. Coba lihat kalimat-kalimat seperti ini:

"Suamiku selingkuh. Aku tak bisa hidup tanpanya. Hanya ia sumber hidupku."

Tuhan berpindah ke suami. Kalau benar-benar mengesakan Allah: "Aku cinta padanya karena Allah. Kalau Allah ambil ia dariku, aku ikhlas, karena aku menikah untuk melengkapi agamaku. Semoga Allah memberikan lagi suami yang lebih baik, sebagai tempatku beribadah untuk Allah. Allah tahu apa yang terbaik untukku."

"Bossku memerintahkanku melakukan hal terlarang ini. Apa boleh buat, kulakukan. Kalau kutolak, bagaimana aku bisa makan nanti?"

Tuhan pindah ke boss. Kalau benar-benar mengesakan Allah: "Aku bekerja sebagai syarat menerima rizki Allah swt. Allah lah sumber rizkiku. Kalau aku harus melakukan dosa, lebih baik aku cari pekerjaan lain. Semoga Allah berikan pekerjaan yang lebih baik dan berkah."

"Suamiku dipecat. Bagaimana keluarga kami bisa hidup?"

Tuhan pindah ke pekerjaan suami. Kalau benar-benar mengesakan Allah: "Alhamdulillah. Semua dari Allah pasti yang terbaik bagi keluarga kami. Pasti ada rencana Allah di balik semua ini. Semoga Allah berikan sumber penghasilan yang lebih baik, lebih mendekatkan suamiku dan keluarga kami denganNya. Aamiin."

"Kekayaanku adalah buah kerja kerasku selama ini."

Tuhan pindah ke diri sendiri. Rizki hanya berasal dari Allah. Kalau benar-benar mengesakan Allah: "Alhamdulillah Allah berikan aku kesempatan untuk bisa bekerja mencari nafkah, menjemput rizki yang berlimpah yang telah ditetapkanNya untuk kami. Semoga Allah menjagaku agar bisa mempertanggungjawabkan harta pemberianNya ini dan menunaikan hak orang-orang yang ada di dalamnya. Aamiin."

'Ia menghinaku di muka umum. Aku tidak pernah bisa terima. Bagaimana aku bisa hidup dengan muka tercoreng?"

Tuhan pindah ke harga diri. Kalau benar-benar mengesakan Allah: "Alhamdulillah. Bekal akhirat pun bertambah, sesuai janjiNya. Tak penting penilaian orang. Yang penting adalah penilaian Allah."

"Aku divonis kanker. Bagaimana hidup anak-anakku nanti? Mereka masih kecil-kecil."

Tuhan pindah ke kanker. Kankerkah yang menentukan hidup dan mati? Anak-anak hidup karena kitakah? Jangan G-R, hehe. Kalau benar-benar mengesakan Allah: "Alhamdulillah. Allah berikan aku ujian sakit. Aku akan minta petunjukNya karena hanya Allah Maha Penyembuh. Aku akan berikhtiar dalam jalanNya untuk mencari kesembuhan dariNya, berdasarkan petunjukNya. Kalau ini jalan menujuNya, aku ikhlas. Kalau aku diizinkan sembuh? Alhamdulillah. Apapun dariNya pasti baik. Anak-anak? Cukuplah Allah yang mengurus mereka. Pasti Allah sudah punya rencana juga untuk mereka. Aku hanya alatnya selama ini mengurus anak-anak."

Berhati-hatilah dengan galau, keluhan, kekhawatiran dan ketidakyakinan. Semua itu didasari pada ketidakyakinan akan keesaanNya. Manusia yang benar-benar bertauhid itu selalu optimis, yakin, tenang, percaya diri, dan prasangka baik padaNya.

Hal-hal di atas adalah berbagai penodaan yang sangat mendasar dalam kehidupan kita sehari-hari. Ada banyak lagi penodaan tauhid, seperti:

- membunyikan klakson saat melalui terowongan, atau jalan tertentu, supaya selamat tidak diganggu "penunggu"

- sesajen ke laut supaya "selamat" atau ke sawah supaya "sukses panen."

- meminta kekayaan ke dukun, kuburan, leluhur, atau mengerjakan hal-hal "hoki" yang tak masuk akal.

Yuk, kita junjung tinggi tauhid. Baik dalam bentuk fisik, tertulis, maupun amalan sehari-hari. Ini yang paling penting. Ini pula yang insya Allah bisa membawa kalimat ini ke bibir kita di penghujung usia nanti. Aamiin... ridloilah, ya Allah.

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun