Mohon tunggu...
Indira Abidin
Indira Abidin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jangan Lupa Esensi dari Setiap Hal Bahlul II

24 Juni 2018   11:07 Diperbarui: 24 Juni 2018   11:12 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sang syeikh menahan pakaiannya dan berkata, "Wahai Bahlul! Aku tidak tahu. Karenanya, demi Allah, ajari aku!"

"Sebelumnya, engkau mengklaim bahwa dirimu berpengetahuan dan berkata bahwa engkau tahu, maka aku menghindarimu. Sekarang, setelah engkau mengakui bahwa dirimu kurang berpengetahuan, aku akan mengajarkan padamu. Ketahuilah, apa pun yang telah kau gambarkan itu adalah permasalahan sekunder. Kebenaran yang ada di belakang memakan makanan adalah bahwa kau memakan makanan halal. Jika engkau memakan makanan haram dengan cara seperti yang engkau gambarkan, dengan seratus sikap pun, maka itu tak bermanfaat bagimu, melainkan akan menyebabkan hatimu hitam!"

"Semoga Allah memberimu pahala yang besar," kata sang syeikh.

"Hati harus bersih dan mengandung niat baik sebelum kau mulai berbicara. Dan percakapanmu haruslah menyenangkan Allah. Jika itu untuk duniawi dan pekerjaan yang sia-sia, maka apa pun yang kau nyatakan akan menjadi malapetaka bagimu. Itulah mengapa diam adalah yang terbaik.

Dan apa pun yang kau katakan tentang tidur, itu juga bernilai sekunder. Kebenaran darinya adalah hatimu harus terbebas dari permusuhan, kecemburuan, dan kebencian. Hatimu tidak boleh tamak akan dunia atau kekayaan di dalamnya, dan ingatlah Allah ketika akan tidur!" seru Bahlul pada sang syeikh.

Syeikh Junaid lalu mencium tangan Bahlul dan berdoa untuknya. Tak percuma ia mengejar sufi yang disebut orang gila ini. Ia percaya bahwa ia butuh naik kelas berguru untuk bisa memahami hakikat, buka cuma tata cara.

Sahabat,

Sering kita lupa bahwa kita diciptakan hanya untuk beribadah. Dan semua yang kita lakukan, katakan, fikirkan, semua ada dalam kerangka ibadah. Seringkali kita sibuk dan pusing hanya dengan tata cara, bukan dengan esensi ibadah dari semua yang kita rasakan, fikirkan, katakan dan lakukan tersebut. Bahkan sering kita fokus pada yang nikmat, bukan yang baik dan benar.

Bagaimana dengan kita? Apa yang bisa kita pelajar dari kisah ini? Bagaimanakah kita bisa #NaikKelas menjadi mahkluk, dan hamba Allah yang lebih baik lagi dari kisah ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun