Dunia usaha dan hak azasi manusia
Oleh Indira Abidin, PT Fortune Indonesia Tbk, dalam Business and Human Rights Forum, IGCN Forum, 19 Oktober 2017
Pada tahun 2011 Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan panduan bagi dunia usaha dan pemerintahan untuk menjunjung tinggi hak azasi manusia. Ada tiga pilar yang menjadi tonggak panduan ini, yaitu:
- Pemerintah harus memastikan bahwa semua perusahaan menjunjung tinggi hak azasi manusia
- Perusahaan harus benar-benar menjunjung tinggi hak azasi manusia dan tidak mengorbankannya dalam setiap langkah yang diambil untuk kepentingan usaha
- Pemerintah harus memastikan jalur-jalur pengaduan dan penyelesaian konflik saat hak azasi manusia dilanggar
Sesungguhnya mengapa semua prinsip ini menjadi penting? Setiap umat manusia dilahirkan untuk berkontribusi dengan menggunakan seluruh sumber daya yang telah diberikan secara maksimal. Dan sumber daya paling utama dan paling penting adalah tubuh pikiran dan jiwa manusia itu sendiri. Dan semua manusia bertanggung jawab bukan hanya pada boss di kantor tapi pada Sang Pencipta.
Begitu sebuah perusahaan berdiri dan berinteraksi dengan stakeholders nya, perusahaan tersebut wajib memastikan bahwa interaksi tersebut membantu stakeholders untuk tumbuh kembang, dan bukan hanya "tidak mati." Thriving and not merely surviving, or breathing without really living.
Kalau kita lihat, apa sesungguhnya hak azasi manusia? Kalau setiap manusia terdiri atas tubuh, pikiran dan jiwa, maka sesungguhnya yang harus dijaga adalah kemampuan seluruh sel dalam tubuh, pikiran dan jiwa untuk berkontribusi demi kesejahteraan alam semesta. Menjunjung tinggi hak azasi manusia artinya memastikan bahwa seluruh sel dalam tubuh kita, pikiran dan jiwa kita happy, bahagia dan sejahtera. Itulah sebabnya setiap pimpinan perusahaan harus menjadi Chief Happiness Officer, memastikan happiness bagi seluruh warganya, sebagai prioritas sebelum memastikan happiness dari stakeholders lain. Karena dari warga yang happy akan terbangun produktifitas yang tinggi dan terus tumbuh, pelayanan yang prima, kinerja keuangan yang baik dan akhirnya happiness dari semua stakeholders lain.
Dengan demikian sesungguhnya ada satu pilar yang belum ada, yaitu bagaimana pemerintah dan perusahaan memastikan bahwa setiap manusia menjaga hak azasi dari tubuh, pikiran dan jiwanya sendiri, dan tidak melanggarnya untuk target bisnis apapun. Apa gunanya setiap bisnis mengelurkan milyaran rupiah mengatakan bahwa mereka menjunung tinggi hak azasi manusia tapi secara sadar mendorong setiap warganya untuk melanggar hak azasi dari tubuhnya, pikiran dan jiwanya.
Ada beberapa hal yang harus dicermati dalam hal ini.
Leadership yang paham hak azasi manusia
Apapun keberhasilan perusahaan sangat tergantung pemimpin. Pemimpin yang menjunjung tinggi hak azasi manusia adalah pemimpin yang mampu memastikan bahwa semua stakeholders nya, terutama warga yang menjadi amanah di pundaknya, tergali potensinya sedalam mungkin. Leaders build the people, then people can build the business.
Pemimpin macam ini bukan pemimpin yang mengambil alih peran team di bawahnya, dengan berkata,"Sudah, saya saja yang lakukan." Bukan pula pemimpin yang enggan melakukan assessment, training and development karena "terlalu sibuk mengejar target." Bukan pemimpin yang malah bangga kalau ia mampu membuat seluruh warganya tidak tidur berhari-hari, berminggu-minggu demi mengejar target.