Bagi saya, kanker adalah sekolah hidup yang amat sangat prestis. Pada saat saya menerima konfirmasi diagnosa kanker, setelah biopsy, saya berseru kegirangan, “Yes.” Rasanya bahagia sekali, seperti waktu pertama kali menerima berita saya masuk FEUI dulu.
Mungkin hal ini membingungkan, aneh dan tidak masuk akal bagi sebagian besar orang. Bahkan saat saya pertama kali membuat blog mengenai pengalaman menerima diagnose kanker, saya tulis: “Alhamdulillah saya kanker.” Ibu saya menegur dan meminta saya menggantinya.
“Kamu kayak nantang Allah,” katanya.
Jadi saya ganti dengan “Berkah di balik kanker.”
Kenapa saya merasa sangat bahagia? Karena kanker tidak mudah, dan banyak yang takut dengan kanker. Ini seperti menerima soal matematika yang super sulit, tapi fakta bahwa Allah memberikannya pada saya, artinya Allah merasa saya bisa menjawabnya. Inilah yang benar-benar membuat saya excited dan tertantang. Seru rasanya.
Saya juga merasa bahwa saya jadi punya pengalaman langsung yang sangat berharga untuk nanti saya share. Saya jadi tahu apa yang benar-benar dihadapi oleh teman-teman penerima kurikulum kanker lainnya.
Dan dalam perjalanannya saya sering diingatkan bahwa umur itu ada batasannya, jadi setiap hari harus menjadi jalan menuju surga. Dalam setiap keputusan di perusahaan, di rumah hal ini menjadi pertimbangan. Dan menurut Rasulullah manusia yang selalu mengingat hari akhir adalah manusia yang paling cerdas. Nah, berkat kanker saya bisa berupaya menjadi manusia cerdas.
Di luar sana, mungkin banyak yang sulit mensyukuri kanker, karena memang faktanya kanker dianggap sebagai penyebab kematian nomor 7 dan kanker identik dengan kematian. Faktanya pula menurut Kementrian Kesehatan dan Konsil Kedokteran Indonesia hanya ada 1.21 tempat tidur rumah sakit dan 0,04 dokter per 1.000 penduduk. Padahal ada 1,4 insiden kanker per 1.000 penduduk. Mau dikemanakan yang lain? Apalagi infrastruktur ini terpusat di kota besar, bagaimana dengan yang di daerah?
Tapi tak perlulah galau. Kalau kita lihat di dunia tahun 2017 diperkirakan ada 12.820 kasus baru kanker serviks, dan 4.210 kasus meninggal; 22.410 kasus baru kanker ovarium dan 14.080 meninggal; 252.710 kasus baru kanker payudara dan 40.610 meninggal. Artinya, ada 8.610 kasus hidup untuk kanker serviks, 8.330 untuk kanker ovarium dan 21.100 untuk kanker payudara, bukan? Dan marilah kita berusaha menjadi angka statistic yang hidup tersebut.
Bagi saya, sakit atau sembuh sesungguhnya sama saja. Yang paling penting adalah bagaimana kita bisa menjadi pembawa rahmat bagi alam semesta, sebagai wakilnya. Dan kalaupun sembuh, tak cukup kalau kita tak bahagia. Tak cukup pula kalau kita tidak vibrant, atau membawa kebahagiaan bagi semua yang ada di sekeliling kita. Dan kalau semua itu bisa terjadi semoga kita bisa makin baik lagi membawa berkah bagi semesta. Ini tantangannya. Sehat hanyalah salah satu jalan menuju tujuan ini.
Dan saya percaya kanker bukanlah penyebab kematian. Kematian sudah disiapkan olehNya ribuan tahun sebelum kita lahir. Kanker bisa jadi adalah alatNya untuk mensucikan kita semua. Dan kematian yang diawali dengan kanker bisa menjadi akhir yang penuh persiapan, tidak mendadak. Dan tak perlu pula galau dengan mereka yang ditinggalkan. Semua pasti sudah diatur olehNya dengan sebaik-baik pengaturan. Tak perlu khawatir. Yakin dan percaya penuh padaNya.