Mohon tunggu...
Indira Abidin
Indira Abidin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Sedih Saat Ada yang Meninggal? Cinta atau khawatir?

5 Maret 2017   17:46 Diperbarui: 6 Maret 2017   16:00 2016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang murid berguru ke Negeri Cina, untuk menemukan metode pengobatan bagi orang tuanya yang kala itu sedang sakit. Ia berguru dan berguru, belajar berbagai hal untuk bisa dibawa ke tanah airnya dan mengobati orang tuanya. Di tengah pencariannya, tiba-tiba ia menerima kabar bahwa salah satu orang tuanya meninggal dunia. Betapa ia sedih luar biasa. Dunianya seakan hancur, ia frustasi dan susah menerima fakta bahwa ia tak bisa membantu kesembuhan orang tuanya.

Di tengah kesedihannya, gurunya menghiburnya, "Jagnan bersedih. Yang sudah berpulang sudahlah. Sekarang kau fokus untuk belajar sebaik mungkin, dan sepulangnya kau ke tanah air, berbuatlah banyak kebaikan dengan ilmumu ini."

Murid ini sangat kecewa dan tidak bisa terima kalau gurunya tidak memahami kesedihannya. Betapa tega. "Kok guru tidak memahami kesedihanku? Aku sangat mencintai mereka, kenapa aku tidak boleh sedih?"

"Kamu sedih itu untuk dirimu sendiri atau untuk orang tuamu? Bukankah kau sedih karena kau merasa ditinggal?" tanya sang guru.

Si murid tercenung. Iya, ya... kebaikan apa yang didapat oleh orang tuanya kalau ia bersedih? Sesungguhnya ia sedih bukan karena ia cinta pada orang tuanya, tapi karena ia cinta pada dirinya sendiri. Ego nya lah yang membuatnya menangis. "Saya mengerti, guru. Memang kesedihan ini timbul bukan dari cintaku pada orang tuaku, tapi kecintaanku pada diriku sendiri," jawabnya.

"Kalau kau benar-benar cinta pada orang tuamu, berbuatlah sebanyak-banyaknya kebaikan, karena kebaikan itulah yang akan sampai pada orang tuamu," tegas gurunya dengan lembut.

Si murid pun tersenyum. Kini ia mengerti, mengapa kesedihannya sesungguhnya bukan didasari oleh cintanya pada orang tuanya, tapi lebih pada egonya yang sedang tersakiti karena tidak bisa menerima kehendak Sang Kuasa.

Kini si murid telah menjadi guru, dan kepada semua orang ia berpesan, "Janganlah bersedih saat ada yang meninggal. Berbuatlah kebaikan sebanyak-banyaknya, karena kebaikan itu yang akan sampai kepada mereka. Bukan kesedihanmu."

Teman,
Memang kita selalu sedih saat ada yang meninggal. Dan kita seringkali tenggelam dalam kesedihan itu. Bahkan ada yang bertahun-tahun belum bisa "move on" dari kesedihan ditinggal oleh mereka yang terkasih. Kita menyebut kesedihan itu sebagai "bukti cinta" tapi sadarkah kita, bahwa kesedihan itu tak menghasilkan kebaikan apa-apa bagi mereka yang kita cintai? Baik yang berpulang dan mereka yang masih ada?

Saat ada yang meninggal, berbuatlah kebaikan sebanyak-banyaknya. Orang tua akan mendapatkan pahala amal jariah dari semua kebaikan anaknya. Sambunglah silaturahmi mereka dengan teman-teman dan saudara-saudara mereka. Lanjutkan perjuangan mereka, dan berikan doa yang tak putus-putus setiap hari. Itulah bukti cinta pada mereka yang sudah tiada.

Kita bisa jadi sedih, tapi mereka bisa jadi sedang tersenyum memandang pada kita semua sambil berucap, "Sabar ya. Kita bisa bertemu lagi nanti, pada waktunya. Kini jalankanlah tugasmu. Doakan kami, dan berbuatlah kebaikan, karena itu yang membuat kami bahagia."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun