Oleh: Lilik Andini, Lavender Ribbon Cancer Support Group
Dalam rangka Ulang Tahun Lavender Ribbon Cancer Support Group dan Hari Kanker Dunia
Empat tahun sudah masa berlalu sejak aku dinyatakan sembuh dari kanker. Ya, Mei 2012 lalu dr. Heri Fajari Sp.Onkologi menyampaikan bahwa aku sudah bebas kanker. Aku seperti terlahir kembali. Alhamdulillah. Tapi aku sadar, tak mungkin aku bisa bebas sepenuhnya dari sel-sel kanker ini. Ia akan terus menjadi bagian dari hidupku, pengingat abadi yang tak pernah pergi. Perlakuan yang baik dan tepat terhadap jasad, perasaan, pikiran, penjagaan makanan akan membuat sel-sel ini bersahabat.
Shock menerima diagnose dan dokter yang menenangkanku
Menengok kembali ke masa-masa berproses dengan kanker, di tahun 2009 pada bulan April aku menerima diagnosa ini. Dokter menjatuhkan vonis Kanker Nasofaring stadium 3B pada saat itu. Aku ingat betul betapa aku merasa seperti mendengar petir di siang bolong. Dalam kebingungan menerima berita ini reaksi aku spontan menangis, sambil berusaha keras mencernanya dengan baik. Aku menangis karena kaget, shock, nggak nyangka akan dengar diagnosa kanker dari dokter. Shock yang dikhawatirkan ya mati. Dari yang kulihat dan kudengar, kalau kena kanker jarang ada yang bisa sembuh.
Sikap dr. Hari Fadjari yang menanganiku waktu itu tidak menampakkan tentang beratnya kanker. Beliau membuatku tenang. Saat memegang benjolan di leherku, beliau bilang "Ah, masih kecil ini mah, insyaAllah satu siklus kemo juga beres".
Kata-kata beliau sangat membesarkan hati dan membuatku bersemangat berjuang menjalani pengobatan demi kesembuhan. Itu peranan dokter yang cukup besar bagiku.
Aku berupaya sekuat tenaga menguatkan diri menerima ketetapanNya. Bersyukur Allah cepat mengembalikan kesadaran berpikirku, Allah masih menguatkanku. Aku menenangkan diri, mengumpulkan segenap keberanian untuk menanyakan pada dokter apa yang berikutnya harus aku lakukan. Dokter menyarankan agar diagnosanya lebih akurat aku direkomendasikan untuk segera melakukan biopsy, proses standar bagi para pasien kanker agar pengobatan tepat sasaran.
Sempat ragu dengan tindakan biopsy ini, karena informasi yang aku dengar cukup menakutkan, katanya biopsi seperti membangunkan macan tidur. Entahlah, rasa kaget masih belum hilang, setidaknya aku butuh waktu untuk bisa mendapatkan informasi yang cukup dulu, beristirahat sambil menguatkan hati. Dokter mempersilahkan sambil mengingatkan bahwa lebih cepat lebih baik karena berpacu dengan penyebaran kanker (metastase).
Dari pengalaman hidup dan pengajaran yang aku dapatkan, aku meyakini bahwa segala tindakan dan keputusan harus diawali dengan niat dan akad. Akad kepada Allah ta’ala, Sang Pemilik rahasia takdir. Dia-lah yang menetapkan kurikulum kanker ini bagi aku, maka aku akan mengembalikan hanya kepada-Nya jua. Aku akan pasrahkan dan serahkan bagaimana kurikulum ini harus aku jalani. Semua terserah pada-Nya. Jika Dia memberikan kebaikan ujian ini kepada aku, maka aku tahu Dia juga akan membantu aku menjalaninya.
QS Al Insyirah: 5-6
“… fa inna ma ‘al-usri yusroo, inna ma ‘al-usri yusroo...”
“..bahwa sesungguhnya BERSAMA kesulitan ada kemudahan,
sesungguhnya BERSAMA kesulitan ada kemudahan…”
(Bersambung...)
Selanjutnya:
Mencari surga yang tak dicari 2: poligami sebagai pengingat, kanker sebagai peredam
Mencari surga yang tak dicari 3: sakit itu untuk disyukuri, bukan untuk dikeluhkan.
Sumber: TamanLavender.wordpress.com
----
Ingin membantu teman-teman penerima kanker di Lavender? Silakan kirim donasi anda ke Yayasan Lavender Indonesia di Bank Mandiri nomor rekening 1270007342932. Kirim bukti transfer ke Indri Yusnita via wa atau sms di +62 815 8700930.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H