Mohon tunggu...
Indira Abidin
Indira Abidin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kebiasaan Sabotase Diri Jangan Dipendam Terlalu Lama, Rugi Lho!

21 Desember 2016   16:48 Diperbarui: 21 Desember 2016   21:39 3887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada tiga hal yang paling sering terjadi untuk menciptakan kegagalan bagi diri sendiri:

1.Blaming, menyalahkan, mencari kambing hitam

2.Excuses and complain, mengeluh dan mencari alasan

3.Denial, mengelak, ngeles

Kalau disingkat menjadi BED, atau tempat tidur. Tiga kebiasaan ini memang membuat seseorang tidak bangkit-bangkit untuk maju, ibarat terpaku di tempat tidur.

Blaming, mencari kesalahan orang lain

Ada orang-orang yang dalam kondisi apapun langsung mencari salah orang lain. Boss selalu menyalahkan karyawannya dan karyawan selalu menyalahkan bossnya. Padahal kalau boss mau stop sebentar dan berdiskusi dengan karyawannya bagaimana mereka bisa membuat kondisi lebih baik, tentu dua-duanya punya ruang untuk tumbuh lebih baik. Semua pernikahan terjadi karena pasangan, jarang ada yang mau melihat apa perannya sendiri. Semua perpecahan juga ditimpakan pada orang lain. Dan kalau mereka terus mencari kesalahan pasangannya, kalau menikah lagi belum tentu ia tumbuh menjadi lebih baik dan bisa saja kesalahan yang sama terjadi. Padahal ia bisa melihat apa yang bisa ia perbaiki agar tumbuh lebih dewasa dan mampu menghadapi pasangan jenis apapun.

Masalah anak ditimpakan ke anak, padahal orang tua punya peran besar membentuknya menjadi seperti itu. Akhirnya masalah bisa berlanjut sampai anak besar dan orang tua meraung-raung menyalahkan nasib, kenapa semua anaknya seperti itu. Padahal kalau mereka mau stop sebentar dan berhenti menyalahkan anak, mungkin sesungguhnya ada ruangan di mana mereka bisa menjadi orang tua yang lebih baik, dan masalah bisa dihentikan sampai di situ.

Orang-orang yang mensabotase kemajuannya dengan menyalahkan tak cukup kuat untuk melihat bahwa ada peran yang sesungguhnya bisa ia mainkan, dan kalau ia lakukan kejadian itu tak akan terjadi. It always take two to tango. Selalu ada yang bisa kita lakukan. Dan sesuatu itulah sesungguhnya wilayah di mana kita bisa tumbuh menjadi lebih baik.  Jadi kalau kita menemukan bahwa kita selalu menyalahkan seseorang atau sesuatu, cobalah berhenti sebentar dan bertanya:

-Apa yang bisa saya perbaiki di sini? 

-Apa yang bisa saya lakukan lebih baik lain kali?

-Dalam hal apa saya bisa belajar dari sini?

Lebih penting mana, menemukan kesalahan orang lain atau tumbuh kembang menjadi lebih baik?

Excuses, complain, mengeluh dan mencari alasan

Orang-orang sering juga mensabotase diri dengan mengeluhkan berbagai alasan. Padahal saat itulah mereka sedang menciptakan alasan kenapa mereka tidak bisa maju. Sekali lagi alasannya selalu orang lain, atau bahkan yang absurd, negara, presiden dan hal-hal yang sesungguhnya selalu bisa disikapi dengan lebih baik.

Keluhan dan alasan membuat mereka terpaku pada kegagalan, ketidakmampuan, dan akhirnya energi mereka akan terpusat ke sana. Secara otomatis otak mereka akan memasang setting gagal yang mereka ciptakan sendiri. Kemanapun mereka melihat mereka akan menemukan kegagalan. Ini memang cara kerja otak. Otak hanya akan fokus pada persepsi kita. Kalau melihat orang gagal mereka akan bilang, Tuh kan.. Dan kalau ada yang sukses, Mereka pengecualian. Kita nggak mungkin seperti itu.

Coba tanya lagi deh, meskipun sedikit, apa yang bisa dipelajari dari mereka dan bagaimana kita bisa seperti yang sedikit itu?

Perusahaan gagal dan bangkrut? Ya iyalah perekonomian lagi buruk.

Coba tanya lagi,

Semua kena dampak krisis, seberapa banyak yang benar-benar bangkrut? Nah coba perhatikan yang tidak bangkrut, apa yang mereka lakukan untuk tidak bangkrut? Bagaimana bisa belajar dari mereka?

Menganggur dan tidak punya penghasilan? Aduh, perusahaan di mana-mana perampingan sekarang. Mana bisa aku kerja?

Coba tanya lagi,

Apakah punya penghasilan semua harus kerja di perusahaan? Kalau mendaftar kerja nggak bisa, apa yang bisa? Orang yang saat ini kaya, apa yang bisa dipelajari dari mereka?

Denial, ngeles dan tak mau mengakui kegagalan

Mereka menciptakan kegagalan dengan mengatakan bahwa gagal itu OK saja.  Uang itu jahat, jadi lebih baik nggak punya uang memang. Lah keluarga mau dikasih makan apa?

Perempuan kayak aku memang baiknya nggak usah menikah. Menikah lagi pasti sakit hati lagi. Aku happy kok. Tapi sering meratap kesepian. Kira-kira menikah yang nggak pakai sakit hati kayak apa? Gimana belajar dari mereka yang menikah, sakit hati dan tetap bisa bahagia. 

Yuk ah, stop menciptakan hambatan untuk maju. Kasihan potensi besar yang sesungguhnya bisa digali untuk lebih baik, kondisi yang lebih membahagiakan dan lebih dekat dengan cita-cita, kebahagiaan hakiki. Bukan kebahagiaan di permukaan, padahal dalam hati masih banyak galau.

Bagaimanakah kita bisa menerima semua kondisi tanpa mengeluh dan menyalahkan orang-orang?

Bagaimanakah kita bisa tumbuh lebih baik dalam setiap kondisi itu?

Bagaimanakah agar kita bisa berbagi lebih banyak hari ini, dan selalu lebih banyak seiring dengan waktu?

Bagaimanakah kita menciptakan kebahagiaan lebih luas lagi setiap hari?

Apa rasanya kalau kita bisa membahagiakan sebanyak-banyaknya orang?

Apa rasanya kalau semua potensi besar yang Allah berikan pada kita bermanfaat bagi kebaikan sebanyak-banyaknya orang, tidak kita timbun dengan sabotase diri kita?

Apa rasanya kalau suatu hari Allah bertanya mengenai potensi dariNya yang sungguh luar biasa dan tidak kita manfaatkan karena kita sibuk menyalahkan orang, cari alasan, mengeluh dan ngeles?

Yuk, ah...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun