Mohon tunggu...
Indik Jawza
Indik Jawza Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bagaimana Jurnalisme Investigasi di Film "Spotlight"

24 Februari 2019   21:18 Diperbarui: 24 Februari 2019   22:01 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada film Spotlight, memang sangat menekankan kekuatan kebebasan pers. Dalam film ini juga sangat terlihat jelas bagaimana tahap demi tahap Jurnalisme Inversigasi itu bekerja dengan semestinya. Film ini menggambarkan proses laporan investigasi yang dilakukan oleh  empat orang wartawan dari Kantor The Boston Globe tentang skandal pelecehan seksual  terhadap anak-anak yang dilakukan oleh pastur yang terjadi di sebuah Gereja Katolik di Boston, untuk kemudian disebarluaskan kepada publik.

Berawal dari temuan Marty Baron, editor baru yang ditugaskan ke media tersebut, dia mendapati dugaan pelecehan seksual terhadap  anak-anak oleh pastur gereja, dan pelaku lolos dari jerat hukum. Lalu, dia menawari tim investigasi khusus yang bernama  Spotlight untuk meliput dan menyelidiki lebih dalam tentang kasus pelecehan seksual tersebut. Sehingga informasi tentang pelecehan tersebut dapat disebarluaskan dan menghasilkan sebuah informasi.

Menurut saya, jurnalisme investigasi bekerja dalam film ini terbagi menjadi beberapa bagian yaitu:

1. Petunjuk awal, adanya tulisan kolom oleh Ellen McNamara terkait kasus Geoghan yang mencabuli anak-anak selama 30 tahun terakhir. Yang berarti, jurnalis dalam langkah awalnya itu mendapatkan atau menemukan informasi pertama yang menjadi bahan pertimbangan untuk digali lebih dalam lagi informasinya atau sebagai pembuka dalam memulai investigas.

2. Kedua investigasi pendahuluan, dengan mewawancarai pengacara korban yaitu Mitch Garabedian yang mengatakan bahwa Kardinal Law mengetahui kasus ini. Memulai wawancarai beberapa pihak yang terduga terkait pada kasus yang telah terjadi seperti mewawancarai para korban pelecehan seksual tersebut, lalu mewawancarai pastur-pastur yang terlibat dalam pelecehan tersebut.

3.  Ketiga,  pembentukan hipotesis, diperoleh dari hasil wawancara dengan korban melalui organisasi bernama SNAP yang mengatakan 13 pastur melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anak. Pada proses ini, jurnalis harus mulai membentuk hipotesis berdasarkan hasil wawancara, jurnalis tidak boleh salah sedikitpun dalam membentuk hipotesis, sebab hipotesis ini diperlukan sebagai bahan bukti.

4. Keempat, pencarian dan pendalaman literatur, dilakukan saat tim Spotlight mencari dokumen kasus yang sama yaitu kasus Porter yang pernah dimuat oleh The Boston Globe beberapa tahun yang lalu. Artinya bahwa jurnalis tidak bisa langsung membuat berita investigasi begitu saja. Harus ada landasan lain baik dokumen sebagai penguat informasi yang sudah kita dapat.

5. Kelima, melakukan wawancara kembali para pakar dan sumber-sumber ahli, mewawancarai Richard Sipe seorang psikiater yang telah melakukan penelitian selama 30 tahun yang menyatakan sekitar 6% pastur di Boston melakukan pelecehan seksual terhadap  anak-anak. Gunanya mewawancarai lagi adalah sebagai penguat hasil berotsnya agar lebih bermakna dan lebih memperkuat bukti-bukti dari hasil investigasi ini.

6. Keenam, penjejakan dokumen-dokumen,  mencari dokumen tantang nama-nama pastur dan ditemukan ada 87 pastur yang cuti sakit, cuti paksa, dan dibebastugaskan. Setelah melalui proses di atas, jurnalis harus double check setiap dokumen yang bersangkutan dengan kasus tersebut, gunanya adalah sebagai bukti penguat lainnya.

7. Ketujuh, wawancara kembali sumber-sumber kunci dan saksi-saksi, mewawancari Jim Sullivan selaku pengacara dari gereja dan Eric McLeish memberikan informasi bahwa kasus tersebut pernah dikirim ke Globe namun tidak digubris. Yaitu jurnalisharus melakukan wawancara kembali. Tidak cukup hanya satu kali wawancara untuk membuat berita investigasi.

Setelah melalui proses itu, lalu yang harus dikerjakan oleh jurnalis invetigasi selanjutnya adalah:

8. Pengamatan langsung di lapangan, mewawancarai dan menemui langsung beberapa korban untuk menggali informasi. Dan salah satu wartawan tim Spotlight menemui pastur Ronald Paquin yang mengaku melakukan pelecehan seksual terhadap anak. Hal ini sangat menjadi bagian penting karena butjh penguat data lebih. Jangan sampai membuat hasil ith tidak maksimal.

9.  Pengorganisasian file, ketika menemukan dokumen lama yang berisi kasus serupa seperti yang dikatakan pengacara Eric McLeish yang melaporkan 20 pastur lain di Boston pada tahun 1993. Lagi dan lagi jurnalis harus mengecek ketika ia mendapatkan informasi file tambahan ataupun baru dan meriset apakah benar data yang didapatkan sesuai atau tidak dengan informasi yang sudah didapatkan.

10. Analisa dan pengorganisasian data, Mike Rezendez menemukan 14 dokumen penting mengenai bukti bahwa Kardinal Law mengetahui kasus tersebut dan mengabaikannya. Mulai menganalisa dari hasil-hasil yang sudah di kumpulkan dari hasil investigasi kemarin.

11.  Penulisan, dilakukan oleh Mike Rezendez selama 6 minggu.

12. Pengecekan fakta, setelah tulisan selesai kemudian dicek oleh editor yaitu Marty Baron. Ini sangat penting dilakukan oleh jurnalis investigasi, karena penulisan nama berupa huruf ataupun angka tidak boleh ada yang salah sedikitpun dan kalau bisa disamarkan agar tidak merugikan pihak yang berwenang.

13. Pengecekan pencemaran nama baik, Jim Sullivan selaku pengacara gereja menjadi sumber kunci dari pemberitaan tersebut dan membenarkan nama-nama dalam daftar pastur tersebut melakukan pelecehan terhadap anak-anak. Jika Jim Sullivan tidak melakukan pembenaran, maka berita tersebut tidak bisa terbit sesuai dengan mestinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun