Mohon tunggu...
Navy Jahbulon Rangkuti
Navy Jahbulon Rangkuti Mohon Tunggu... .... -

About: https://naufalrangkuti.weebly.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seni Bersabar untuk Profil Berstandar Tinggi

14 Oktober 2017   01:09 Diperbarui: 14 Oktober 2017   01:58 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustration: Pexels.com


Pada suatu hari... ketika saya sedang berdiskusi dengan teman saya...

Seni bersabar untuk profil ber-standar tinggi.

Mendengar kalimat tersebut, sontak saya langsung menoleh, entah kenapa, dan entah mengapa, seperti ada sesuatu yang menggiring saya untuk tertarik mendekatinya, menelusurinya, dan mempelajarinya. Tentu saja, kalimat singkat tersebutlah yang ingin saya pelajari dan diskusikan kali ini. Setelah mencari tahu, saya mulai mendapatkan pencerahan mengenai apa maksud, makna dan wawasan dari kalimat ini. Sebetulnya apa sih, yang membuat kalimat itu sedemikian antik, sehingga dapat mengundang saya untuk mengetahuinya lebih jauh lagi.

Saya tahu, memang pada awalnya saya hanya mendapatkan sedikit saja pencerahan dari kalimat ini. Saya hanya percaya dan terus berusaha mendapatkan kandungan yang berada didalamnya, semakin saya bertanya tanya, semakin banyaklah wawasan yang saya dapatkan, saya beranggapan, tentu saja dalam sebuah kalimat tidak mungkin dong, tidak mengandung esensi sama sakali, misalkan esensi dalam bentuk ilmu pengetahuan. Pada akhirnya, saya mulai berhasil mengetahui bahwasanya ada beberapa high standard atau standar tinggi yang terbagi kedalam beberapa sub kategorinya lagi. Mengacu pada kalimat itu, tentunya.

Menurut penciptanya, hal yang pertama kali saya dengar adalah high standard goods profile, disini akan saya coba jelaskan apa itu high standard goods profile, atau profil berstandar tinggi. Penciptanya berpendapat standar ini jatuh ke tangan orang yang memiliki standar tinggi baik dari segi materi maupun kebendaan/goods. Hal ini tidak melulu menyangkut soal uang, tetapi biasanya adapula yang seperti itu. Contoh, ada segelintir orang yang tidak mau atau sangat anti memakai material dan juga barang yang kurang berkualitas, tentu dikarenakan standarnya yang tinggi dalam hal material atau kebendaaan.

Misal, seseorang akan lebih memilih gunting rumput berbahan baja stainless produk SANGAT TOP dengan kualitas juara dibandingkan produk SANGAT TIDAK TOP dengan kualitas yang kurang juara, namun dalam jarak harga yang sama. See? Anda juga melihatnya kan? Standar tinggi tidak melulu hanya soal uang. Namun tentu saja, yang soal uang pun ada... saya pun masih sering menemukan hal ini, beda harga ya beda kualitasnya, tetapi tidak semua seperti itu lho. Ya ini menjadikan dua buah pilihan... Mirip iklan rumah tangga modern lah... Dua bini lebih baik. Hahahahaha, saya hanya bercanda.

Ok, kita kembali ke topik, seperti yang bisa dilihat pada kaum borjuis, kaum yang agak anti atau bahkan ada yang sangat anti, hal ini relatif namun masih dalam satu kesatuan. Bahwa mengenakan material atau kebendaan berharga murah adalah haram bagi mereka! Nah! Disini harga adalah bukti nyata atas standar mereka yang tinggi, harga lah yang saya tekankan bagi kaum borjuis, harga menjelaskan segalanya mengenai standar tinggi mereka, bagi mereka, benda benda yang berharga mahal adalah sebuah prestise, ya, harga adalah gengsi. Namun perlu diingat juga bahwa tidak semuanya yang berharga mahal itu memiliki kualitas yang bagus lho...

Jadi mengenai persoalan bahwa harga yang mahal berefek terhadap kualitas juga masih dapat dikatakan sebagai hal yang relatif. Bagi kaum borjuis, dari harga mahal, ada sebuah kenikmatan yang mumpuni, bagi mereka memang seperti itu, nyata sekali, bahwa ada perasaan yang nikmat saat mereka menggunakan materi atau benda yang berharga mahal. Mereka adalah kebalikannya dari contoh profil berstandar tinggi dalam hal materi/goods yang sebelumnya, yang lebih mementingkan kualitas dari materi atau kebendaan itu sendiri daripada hanya sekedar harganya, label kenamaan dan tetek bengeknya saja.

Jadi, price to performance itu harus setara, bahkan kalau bisa melebihi performanya, itu akan jadi lebih baik bagi orang orang seperti ini. Sekedar pengalaman untuk diceritakan, dulu saya juga pernah mencoba berpura pura seperti kaum borjuis, yang mana kaum borjuis adalah orang orang kaya, betul? Logikanya begini saja, untuk apa saya memesan aston martin apabila saya tidak punya uang sama sekali. Setuju? Nah, sedangkan saya belum pernah sekaya itu, sekaya mereka yang sudah kebanyakan uang... Jadi rupanya, setelah saya berpura pura, saya menemukan rasa sakit yang mendalam, sakit sekali rasanya menjadi orang borjuis itu kalau tidak benar benar seorang borjuis sejati, yang banyak duitnya.... sakit deh, pokoknya!

Heheheheh. Nah, bayangkan kalau saya terus menerus memaksakan diri, saya dapat dipastikan berakhir sebagai pribadi yang BPJS, budget pas pasan jiwa sosialita, dong! Haduh, jangan sampai deh! Mau makan dengan apa saya nanti kalau uangnya habis dibelikan benda benda bersifat tersier/keinginan semata, yang tidak menjadi kebutuhan alami/biologis atau kebutuhan yang bersifat kritis untuk diri saya. Jika tidak dipenuhi, akan berbahaya. Dalam hal ini, kesadaran diri akan realita sekitar sangat dibutuhkan, seperti pengelolaan keuangan pribadi yang terstruktur dengan baik, juga sangat dibutuhkan, karena hal ini yang menunjang proses kelangsungan hidup kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun