Si teman mengembangkan lagi alegorinya. "Tapi yang terjadi di sini sekarang adalah; cangkir yang penuh berisi teh datang pada teko yang berisi kopi. Tapi cangkir tidak mau menerima kopi yang terdapat dalam teko itu karena ia mempertahankan teh di dalamnya dengan cara mengkritik kopi.
"Air itu harusnya bening seperti teh,
harusnya merah seperti teh,
harusnya rasanya segar seperti teh,
cairan apa sih itu, hitam, pekat, kental dan beraroma lain dari teh?
ubah dulu kopi itu jadi memiliki ciri-ciri teh, baru akau mau diisi olehnya."
Kau tidak akan kemana-mana, sob! Percuma kau ada di sini."
si Mahasiswa Revolusioner tentu saja tersinggung. "Loh, memangnya salah kalau aku suka sains? Memangnya aku gak boleh punya pemikiran seperti scientist?"
Si teman merenung sebentar. Lalu ia menjawab, "sayangnya, kau tidak berpikir seperti seorang scientist. Kau hanya seseorang yang mempertahankan apa yang selama ini memenuhimu saja. Bila definisi inteligensi adalah sebuah faktor yang memengaruhi pemahaman seseorang, maka kusimpulkan bahwa berwawasan luas belum tentu berinteligensi."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI